Taeju memapah Mujin sampai penthouse karena ia masih kesusahan berjalan karena pengaruh obat yang masih membuatnya pusing dan setengah sadar.
Jiwoo terkejut bukan main, tidak pernah sejarahnya Mujin pulang dalam keadaan seperti ini. Jiwoo membantu Taeju memapah Mujin sampai kamar dan merebahkan tubuh kekar itu di atas kasur.
"Taeju-ssi, apa yang terjadi? Apa dia mabuk?" tanya Jiwoo cemas.
"Aku juga tidak mengerti kenapa sajangnim bisa mabuk seperti ini, dia bahkan masih sadar walau menghabiskan sebotol whisky" Taeju ikut cemas, ia lalu menunduk kepada Jiwoo dan melangkah keluar dari kamar membiarkan Jiwoo yang mengurus Mujin.
Jiwoo membuka sepatu dan kaos kaki Mujin, lalu jas nya. Matanya terbelalak saat melihat bekas lipstik merah di bagian bahu kiri Mujin yang tercetak jelas di kemeja putihnya. Jiwoo sakit hati dan sedih bukan main. Mujin tidak pernah sekalipun bermain wanita dan mabuk seperti ini.
Jiwoo cukup kecewa dengan kejadian ini, namun ia mencoba menerimanya, bukankah ia sendiri sering menyakiti Mujin? Sesekali Mujin menyakitinya itu hal yang wajar, walau seharusnya bukan bermain wanita.
Jiwoo membuka kancing kemeja Mujin dan mengganti baju Mujin. Ia tidak ingin melihat bekas lisptik itu, Jiwoo merobek kemeja itu dan membuangnya di tong sampah. Ia menyelimuti Mujin dan keluar dari kamar. Jiwoo memilih tidur di sofa. Untuk sekarang ia tidak ingin berada dekat dengan Mujin karena ia cukup sakit hati.
Beberapa jam kemudian Mujin terbangun, kepala masih sedikit pusing namun ia haus. Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Mujin terkejut tidak ada Jiwoo disisinya. Dengan cepat ia beranjak dari kasur dan keluar dari kamar.
Mujin menghela nafas berat saat melihat Jiwoo tidur di sofa. Ia merasa bersalah karena sudah pulang dalam keadaan tidak sadar. Mujin menggendong Jiwoo yang sudah tertidur pulas di sofa, memindahkannya ke kamar.
Keesokan harinya, Jiwoo terbangun dan hal yang pertama ia ingat adalah bekas lipstik di kemeja Mujin. Hatinya seketika kembali sesak dan nyeri.
Ia menatap Mujin yang masih tertidur, ia tau semalam pasti Mujin yang memindahkannya ke kamar.Jiwoo beranjak dari kasur dan keluar dari kamar. Ia menyesap kopi hangat dan berdiri di jendela kaca menerawang langit pagi dan mobil yang berlalu lalang di bawah sana. Pikirannya melalang buana.
Mujin tiba-tiba memeluk Jiwoo dari belakang, walau sedikit terkejut Jiwoo tidak menghiraukan pelukan itu.
"Mianhae yeobo.. semalam aku sedikit mabuk" kata Mujin mengecup leher Jiwoo.
"Hm" balas Jiwoo singkat.
"Apa kau marah? Maafkan aku.. hm? Aku tidak akan mengulanginya lagi" Rengek Mujin.
"Hm" Jiwoo menyesap kopinya.
Mujin membalikkan tubuh Jiwoo untuk menatapnya. Jiwoo tersenyum kecut dan memalingkan wajahnya. Mujin menangkup wajah Jiwoo untuk kembali menatapnya.
"Aku sungguh-sungguh minta maaf yeobo, kumohon maafkan aku" ucap Mujin memelas.
"Gwaenchana" hatinya cukup sakit jika kembali mengingat kejadian semalam, namun ia memilih untuk tidak mengatakannya pada Mujin, Jiwoo tersenyum tipis dan berjalan menaruh kopinya diatas meja dan kembali ke kamar.
Dada Mujin terasa sesak dengan sikap Jiwoo, tapi bukankah ini bukan masalah besar jika ia hanya sesekali mabuk? Kenapa Jiwoo terlihat sangat menyalahkannya.
Mujin berjalan ke kulkas dan menuang segelas jus jeruk untuk menyegarkan tenggorokannya. Ia kembali mengingat kejadian semalam yang cukup mencurigakan dimana ia hanya minum segelas whisky namun membuatnya kehilangan kesadaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Struck 2 : Painful
RomanceSilahkan baca Love Struck dulu ya, ini Sequel nya 💜