XLIII

238 84 18
                                    

Mujin masuk ke penthouse sambil melepaskan dasi dan jas nya, malam ini ia pulang larut.
Ia menuang sedikit whisky ke sloki dan langsung menengaknya habis. Dengan pelan ia membuka pintu kamar dan tersenyum lebar mendapati istrinya sudah tidur berbalut selimut tebal. Mujin duduk di tepi ranjang dan membelai rambut panjang Jiwoo dengan lembut sekaligus mengecup keningnya.

Setiap melihat istrinya tidur terlelap seperti sekarang merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Mujin seolah ia hidup tanpa beban apapun. Bahkan jika harus digantikan dengan semua hartanya ia sangat rela, asal istrinya selalu berada disampingnya itu sudah lebih dari cukup.

Mujin berjalan ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya sebelum ikut tidur bersama Jiwoo. Menjaga kebersihan sekarang merupakan prioritas Mujin karena Jiwoo sangat sensitif di masa kehamilannya.

15 menit kemudian selesai mandi, Mujin berbaring di samping Jiwoo dengan pelan mendekap tubuh istrinya.

"Hm.. yeobo, kau baru pulang?" tanya Jiwoo dengan suara serak.

"Maaf aku membangunkanmu, sayang" balas Mujin pelan.

Jiwoo beringsut masuk ke pelukan suaminya lebih dalam. Mujin mengeratkan pelukannya, melingkarkan lengannya ke punggung istrinya dan menepuk-nepuk pelan.

"Kau bau alkohol.."

"Aku hanya minum beberapa tetes, apa kau bisa mencium baunya?" Mujin terkekeh.

"Tentu saja. Aku bisa mencium bau apapun dari suamiku" ucap Jiwoo manja.

Jiwoo membuka matanya dan mengecup rahang suaminya.

"Kau lelah?" tanya Jiwoo.

"Kenapa? Kau butuh sesuatu?" Mujin menunduk dan mengecup puncak kepala Jiwoo.

"Aku ingin berdansa"

"Sekarang?"

Jiwoo mengangguk pelan.

"Tapi jika kau lelah, kita bisa lakukan lain kali. Hanya tiba-tiba aku menginginkannya"

"Aku tidak lelah sama sekali" bohong Mujin.

Mujin menggandeng Jiwoo turun dari ranjang.

Keduanya mengambil posisi masing-masing. Sudah beberapa kali berdansa, Mujin sudah cukup hafal gerakannya walau tidak diiringi musik.

"Biar aku saja yang bergerak, injak kakiku" kata Mujin.

Jiwoo menurut, ia meletakkan kedua kakinya di punggung kaki suaminya sambil mengalungkan kedua lengannya di leher suaminya.

Mujin merangkul erat pinggang Jiwoo dan mulai menggerakkan kakinya.

"Yeobo.. aku mencintaimu" bisik Mujin di telinga istrinya.

"Aku juga mencintaimu" balas Jiwoo terkekeh.

"Besok jadwal check up kandungan?" tanya Mujin.

"Ah, benar. Aku hampir lupa" Jiwoo menjulurkan lidahnya.

Mujin tertawa dan mencubit gemas pipi Jiwoo.

Sudah 15 menit berlalu, kini Mujin mengganti posisi istrinya dengan menggendongnya layaknya koala karna takut Jiwoo terlalu lama berdiri dan kelelahan. Mujin terus menggerakkan tubuhnya seperti gerakan berdansa sambil menidurkan istrinya walau ia sendiri sudah cukup lelah. Jiwoo terlelap dalam gendongan suaminya menyandarkan kepalanya di bahu Mujin.

Dengan perlahan Mujin membaringkan tubuh istrinya di ranjang dan menyelimutinya. Ia memeluk istrinya dari belakang sembari mengusap perutnya.

***

Love Struck 2 : PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang