Pagi ini Jiwoo bangun lebih awal karena Mujin akan pergi bekerja dan Jiwoo membantu Mujin mengganti perban lukanya.
Mujin dengan posisi berdiri sedangkan Jiwoo duduk tepi dikasur untuk memudahkan istrinya mengobatinya daripada membiarkan Jiwoo berdiri dengan posisi perutnya yang sudah sangat besar.
"Apa masih sakit?" tanya Jiwoo mengoleskan obat di perut Mujin, wajahnya terlihat khawatir.
"Tidak sakit sama sekali" balas Mujin tersenyum menunduk mengusap rambut istrinya dari atas.
"Bagaimana bisa luka seperti ini tidak sakit, kau pikir kau robot?" Jiwoo berdecak kesal, ia tidak sengaja menekan luka Mujin terlalu kuat.
"Akh!" Mujin meringis pelan.
"Lihat! Apanya yang tidak sakit! Kau jangan berpura-pura kuat didepanku, jika sakit katakan sakit" ucap Jiwoo kesal.
"Mianhae yeobo.. aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir" balas Mujin lembut.
"Justru kau membuatku semakin khawatir" balas Jiwoo datar.
"Arraseo yeobo, mulai sekarang aku kan mengatakannya jika benar-benar sakit" Mujin mengusap lembut pipi Jiwoo.
"Aku mohon Choi Mujin, Jangan terluka lagi. Bisakah kau mendengar permintaanku, hah?" ucap Jiwoo marah mendongak ke Mujin.
"Baik sayang, aku akan mendengar dan menuruti semua kemauan istriku.. hmm?" Mujin masih tetap membalas dengan lembut.
Jiwoo tidak menjawab perkataan Mujin, ia selesai membalut luka Mujin, ia terlihat menunduk dan sedih.
"Jiwoo-ya.." Mujin lalu berjongkok didepan Jiwoo dan menggenggam kedua tangannya.
"Yeobo.. aku sudah berjanji tidak akan terluka lagi, bisakah kau memberiku kesempatan?" Mujin menyentuh lembut dagu Jiwoo dengan jarinya untuk menatapnya.
Jiwoo menatap Mujin dengan sendu. Matanya mulai berkaca-kaca, setetes airmata akhirnya menetes dari ujung matanya membuat Mujin merasa bersalah dan dadanya terasa sesak.
"Pergilah..kau akan terlambat" ucap Jiwoo lirih, ia mengalihkan pandangannya dari Mujin, berjalan keluar dari kamar meninggalkan Mujin yang masih berjongkok.
Mujin menghela nafas panjang, ia memejamkan matanya sembari memijat pelipisnya yang terasa sakit. Ia berdiri lalu mengancing kemejanya, memakai dasi dan jas nya lalu berjalan keluar dari kamar.
Ahjumma sudah menyiapkan sarapan untuk kedua suami istri ini, namun Jiwoo hanya duduk di sofa memainkan ponselnya, Mujin berjalan ke arah Jiwoo lalu mengecup kening dan bibirnya seperti biasa sebelum pergi bekerja walaupun Jiwoo tidak merespon sama sekali.
Mujin sendiri bahkan sudah tidak bernafsu makan, ia akhirnya berjalan keluar dari penthouse untuk bekerja dengan perasaan bercampur aduk. Pagi yang menyakitkan untuknya karena Jiwoo ternyata masih marah padanya.
Jiwoo kembali ke kamarnya, ia memutuskan untuk beristirahat.
Siangnya Jiwoo terbangun karena kelaparan, Ahjumma menyiapkan makan siang untuknya.
Ddrrrt!
Ponsel Jiwoo yang ia pegang bergetar. Notif menunjukkan pesan dari Mujin.Mujin : Yeobo, apa kau masih marah padaku?
Jiwoo : Hm.
Mujin : aku tidak bisa fokus bekerja seharian ini karena terus memikirkanmu.
Jiwoo : Hm.
Sejujurnya Jiwoo tidak tega mengabaikan Mujin, namun suaminya itu harus diberi peringatan untuk harus jujur kepadanya apapun itu. Ia tidak ingin Mujin menahan rasa sakit hanya karena khawatir padanya.
Mujin mengernyitkan keningnya membaca balasan Jiwoo yang singkat, ia menghela nafas namun tersenyum kecil.
Saat diperjalanan dari dalam mobil, Mujin menyandarkan lengannya ke kaca mobil dan menoleh ke samping, matanya tersentak dan ia menyuruh Taeju menghentikan mobilnya.
Mujin pulang ke Liber, ia masuk ke lift menuju penthouse. Selesai makan siang Jiwoo duduk di sofa, ia memutuskan untuk menonton drama tv.
Mujin masuk ke penthouse menenteng sebuket bunga dan sekotak cake stroberi favorit Jiwoo.
Ia tersenyum lebar saat melihat Jiwoo sedang menonton tv."Yeobo.." Mujin sedikit mengangkat kedua tangannya untuk memperlihatkan bawaanya ke Jiwoo. Ia lalu berjalan dan duduk disamping Jiwoo.
Jiwoo awalnya tersenyum namun ia berdehem berpura-pura memencet remote tv untuk mengganti channel siaran.
Mujin memeluk Jiwoo dari samping dan mengecup pipi istrinya dengan gemas.
"Aku pulang lebih cepat karena aku tidak fokus bekerja hari ini, aku terus memikirkanmu" bisik Mujin dan mengecup daun telinga Jiwoo membuatnya terkekeh geli.
"Ya! Jangan begini, sangat geli" Jiwoo akhirnya tertawa.
Mengetahui mood Jiwoo yang sudah baik, Mujin mengambil sebuket bunga itu kembali dan menyodorkannya ke Jiwoo.
"Bunga yang cantik untuk istriku yang cantik" ucap Mujin merayu.
"Dan ini cake yang manis untuk istriku yang lebih manis" sambung Mujin menunjuk kotak cake stroberi diatas meja.
"Sejak kapan kau sudah pandai merayuku seperti ini hah?" balas Jiwoo memeluk Mujin dan bersandar di dadanya.
"Yeobo, apapun akan kulakukan untukmu, aku hanya tidak ingin kita terus bertengkar" Mujin mengecup puncak kepala Jiwoo dengan rambutnya yang harum.
"Aku juga tidak tega marah kepadamu, tetapi aku hanya ingin menjaga kesehatanmu, apa tidak bisa?" ucap Jiwoo pelan.
"Tentu saja bisa sayang, aku akan selalu menjaga kesehatan dan tubuhku untukmu, terima kasih sudah menjagaku" Mujin menunduk melihat wajah Jiwoo dan mengecup keningnya.
"Kau ingin memakan cake? Aku akan memotongnya untukmu" ucap Mujin.
Jiwoo mengangguk cepat.
"Aku ingin kau menyuapiku" balas Jiwoo terkekeh.Mujin berjalan ke dapur mengambil piring dan sendok kecil lalu kembali duduk disamping Jiwoo dan memotong cake dan menyuapi istrinya.
"Aigoo.. aku sangat senang jika kau bermanja seperti ini" balas Mujin mencubit gemas pipi Jiwoo.
"Kau mau mencoba cakenya?" tanya Jiwoo sambil mengunyah.
"Hm.. sepertinya enak" Mujin menyeringai, tanpa aba-aba ia mencium bibir Jiwoo dan melumatnya dengan lembut, merasakan cake manis itu langsung dari mulut Jiwoo.
Jiwoo memukul pelan lengan Mujin karena kejahilan suaminya, ia mengusap pipi Mujin membalas ciumannya.
Ehem ehem.. uda cukup ya uwu-uwu nya 😆next chapter bakalan ...
Ditunggu aja ya 😆✌🏻

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Struck 2 : Painful
Roman d'amourSilahkan baca Love Struck dulu ya, ini Sequel nya 💜