Mujin sangat tidak sabar untuk menyelamatkan Jiwoo. Semua ini adalah kesalahannya. Jika sampai terjadi sesuatu pada Jiwoo ia benar-benar akan menyesal seumur hidup."Tenanglah hyung, Jiwoo akan baik-baik saja" Taeju mencoba menenangkan Mujin yang sangat gelisah.
"Taeju-ya.. kau tau, aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi lagi. Ketakutan terbesarku adalah Jiwoo terluka" Mujin melepaskan dasinya dan membuka beberapa kancing kemejanya, ia merasa susah bernafas.
"Kita hampir sampai" Taeju menyetir sambil melihat layar ponselnya yang semakin mendekati titik dimana Jiwoo berada.
Mujin sudah tidak bisa memikirkan apapun selain istrinya. Kekhawatirannya semakin bertambah saat melihat sebuah gedung kosong yang gelap.
Taeju mematikan lampu mobilnya dan pelan-pelan memasuki gedung gelap itu lalu berhenti. Mujin keluar dari mobil dan membuka bagasi untuk mengambil sebuah pisau lalu menyelipkannya di balik jas nya. Mujin mengambil sebuah pistol begitu juga Taeju.
"Kau kesana, beri aku tanda jika kau menemukan Jiwoo" Mujin menunjuk arah berlawanan pada Taeju yang di balas anggukkan olehnya.
Mujin berjalan perlahan dengan pandangan was-was, pistol ia genggam dengan erat, "kumohon bertahanlah yeobo"
Mujin menaiki tangga hingga ke lantai tertinggi. Ia akhirnya menemukan Jiwoo yang pingsan duduk di sebuah kursi dengan tangan diikat didepan. Marah! Tentu saja ia sangat marah melihat keadaan istrinya tersiksa seperti ini.
"Sudah kuduga.. Choi Mujin, kau memang suami yang sigap" Jinwoong tersenyum sinis.
Mujin mengarahkan pistol ke arah pria itu. Jinwoong yang juga memegang pistol mengarahkannya ke kepala Jiwoo yang membuat Mujin menggeram marah.
"Jauhkan pistolmu dari Jiwoo jika kau masih ingin hidup!" geram Mujin dengan suara beratnya menatap tajam ke arah Jinwoong, ia terpaksa menurunkan pistolnya agar tidak memprovokasi pria bajingan itu.
"Baiklah.." Jinwoong mendengus lalu ikut menurunkan pistolnya dari kepala Jiwoo.
"Sudah ku peringatkan kau agar tidak menganggu hidupku dan Jiwoo lagi, kau sudah bosan hidup ternyata!" kata Mujin dengan mata memerah menahan emosinya yang kian memuncak.
"Benar. Lagipula kau juga sudah menghancurkan hidupku maka hidupmu juga harus hancur!"
"Lepaskan Jiwoo dan lawan aku, bagaimana?" tawar Mujin.
"Aku sungguh tidak ingin melukai wanita yang pernah kucintai dan kau pria yang merebutnya dariku! Pria brengsek sepertimu seharusnya mati ditanganku!" Jinwoong terkekeh licik.
"Tidak usah bicara omong kosong! Aku menyesal tidak membunuhmu lebih awal" Mujin meletakkan pistolnya ke lantai.
"Kau pikir aku selemah itu?! Baiklah, kita lihat siapa yang akan dimakamkan hari ini, Kau sudah siap jika Jiwoo menjadi janda?" Jinwoong tertawa terbahak lalu melepaskan jas nya.
Mujin menyeringai, matanya semakin menggelap, hatinya bagai api membara yang membakar seluruh tubuhnya karena ingin segera membunuh Jinwoong, jiwa iblisnya muncul.
Mujin mengepalkan tangannya hingga urat-urat di punggung tangannya menyembul. Sudah cukup lama ia tidak menghajar orang sampai mati.
Jinwoong melayangkan tinju di wajah Mujin yang dengan reflek ia menunduk dan meninju perut Jinwoong namun di balas dengan cepat oleh Jinwoong meninju wajah Mujin.
Mujin tidak terlihat kesakitan, ia melirik ke arah Jiwoo yang masih pingsan, ia sangat khawatir dengan 2 nyawa yang ia cintai.
Kelengahan Mujin dimanfaatkan dengan baik oleh Jinwoong, ia menyeringai sambil melayangkan pukulan ke pelipis Mujin.Mujin mengerjapkan matanya saat darah menetes dari pelipisnya. Ia mengeraskan rahangnya dengan geram.
Jinwoong terkekeh, "come on!" ia tersenyum miring menatap remeh pada Mujin.
Mujin menatapnya tajam, keduanya kembali baku hantam, pukulan telak dari Mujin membuat Jinwoong terpental ke lantai dan mengerang kesakitan, pria itu dengan licik mengambil pistol yang berada di sebelahnya namun ia kalah cepat saat Mujin berguling ke lantai mengambil pistolnya lalu menembak tepat sasaran di lengan kanan Jinwoong yang memegang pistol.
"Arghh!!" Jinwoong mengerang sakit.
Mujin berdiri dan tanpa belas kasih ia menembak dada Jinwoong berkali-kali dan peluru terakhir bersarang di dahi Jinwoong, pria itu tewas seketika.
Taeju yang datang setelah mendengar suara tembakan hanya terpaku saat melihat Jinwoong sudah mati. Taeju membantu Mujin.
Nafas Mujin tersengal, ia membuang pistol dan berlari ke arah Jiwoo untuk membuka ikatan di tubuh istrinya, ia sakit melihat beberapa bagian tubuh memar istrinya.
"Yeobo, bangun.. sayang.." Mujin mengusap kedua pipi Jiwoo dengan lembut.
Jiwoo tersadar namun seluruh tubuhnya terasa sakit.
"Mujin-a.. sakit.." suara Jiwoo terdengar lirih.
"Taeju, kita ke rumah sakit" ucap Mujin panik lalu menggendong istrinya.
Didalam mobil, Jiwoo bersandar di bahu Mujin yang mendekapnya erat, Jiwoo sesekali meremas jas Mujin akibat rasa sakit di perutnya. Mujin rasanya bisa gila melihat Jiwoo kesakitan seperti ini tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Argh.. sakit, yeobo.. aku tidak tahan" ucap Jiwoo dengan nada sakit.
"Taeju-ya, bisakah kau lebih cepat!" teriak Mujin panik.
Taeju yang ikut panik menekan pedal gas lebih dalam agar cepat sampai tujuan.
"Sudah hampir sampai sayang, kumohon bertahanlah, tetaplah bersamaku.. kau mendengarku?" Mujin mengecup kening Jiwoo berusaha mengurangi rasa sakit istrinya.
Jiwoo mengangguk pelan dan memeluk suaminya erat, namun cengkraman erat Jiwoo perlahan mengendur, tangannya terkulai jatuh.
"Jiwoo-ya.. bangunlah, sayang! Yeobo!" Mujin menangis dan berusaha membangunkan Jiwoo.
Apalagi ini miskahh 😩😩😩
Ya ampunn.. rasanya author mau kabur ajalah 🏃🏻♀️🏃🏻♀️🏃🏻♀️, lapak sebelah nyesek, lapak disini sedih 😭😭😭 mana sama2 uda mau ending juga 😔😔

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Struck 2 : Painful
RomanceSilahkan baca Love Struck dulu ya, ini Sequel nya 💜