Seperti yang di perintahkan oleh Aron. Felix dan Mark sekarang sudah sampai di sekolah mereka. Tanpa banyak basa-basi lagi, kedua laki-laki itu melangkah dan bergegas karena mereka tidak memiliki banyak waktu.
"Lo yakin nih?" Tanya Mark secara tiba-tiba.
Felix mengernyitkan dahinya. "Apaan?"
"Buat ngomong ke bokap lo?"
"Ya yakin lah?!" Jawab Felix cepat. Berharap Mark tidak curiga.
"Yaelah! Gue ga bego, Lix! Lo tidur di markas selama ini, pasti lo lagi ga baik-baik aja sama bokap lo."
Felix menghembuskan nafasnya. "Memang bangsat!"
"Hahaha..." Mark malah tertawa saat melihat ekspresi Felix yang sedang kesal.
"Ketawa lo!" Ucap Felix melengos malas.
"Eh! Eh! Lix! Lo liat tuh!" Mark menyenggol lengan Felix untuk melihat apa yang sekarang ia lihat.
"Loh? Bukannya festival perpisahan itu minggu depan? Kenapa ini banyak dekorasi?"
Mark menaikkan bahunya pertanda tidak tahu.
Felix mendengus. "Apa papa mempercepat waktu festival?"
Mark lagi-lagi menggeleng pertanda tidak tahu. "Buruan dah kita ke ruangan bokap lo. Ini kayaknya anak-anak kelas udah sembilan puluh persen persiapan."
Felix mengangguk setelah Mark memberikan pendapatnya. Terlihat memang persiapan festival untuk perpisahan kelas dua belas sudah terlihat sempurna.
Felix dan Mark telah sampai di depan pintu yang bertuliskan ruangan kepala sekolah. Felix terlihat menarik nafasnya sebelum akhirnya memegang gagang pintu yang ada di depannya.
"Lix, gue tunggu disini aja. Biar gue yang jaga." Ucap Mark karena mengerti hal ini akan menjadi pembicaraan yang sensitif untuk Felix dan papanya.
Felix mengangguk. Lalu ia melangkah masuk kedalam ruangan itu. Baru beberapa langkah masuk, Felix langsung dapat melihat papanya yang sedang duduk di bangku kerjanya.
Nandra—kepala sekolah sekaligus papa Felix, merasakan kehadiran Felix disana. Tatapannya tajam menatap putranya sendiri.
"Ternyata kamu masih ingat papa?"
Felix yang langsung disuguhi pertanyaan itu, terdiam di tempatnya. Ia tidak berani menjawab sebelum akhirnya Nandra mempersilahkannya untuk duduk. Felix duduk di hadapan Nandra, tanpa basa-basi ia langsung mengutarakan tujuan dirinya datang kesini.
"Distrik akan terjadi peperangan, sekolah harus di liburkan paling lama dua minggu."
"Sudah berani memerintah papa?" Tanya Nandra dengan dingin.
"Tidak tau malu! Kamu kabur dari rumah, tidak masuk sekolah selama beberapa hari, dan sekarang datang untuk menyuruh papa meliburkan sekolah? Yang benar saja!"
"Pa! Felix mohon, tapi sekolah ini akan jadi sasaran Eagle untuk bertarung. Kalau papa ga nge liburin semua murid, bisa-bisa mereka ikut celaka!"
"Eagle?" Tanya Nandra dengan heran. "Kenapa Raptor bertarung dengan Eagle?"
"Mereka berkhianat." Sahut Felix dengan cepat.
Nandra terkekeh. Kekehannya terdengar seperti meledek. "Sudah papa bilang, tinggalkan saja kelompok mu itu!"
Felix melotot. "Papa nyuruh Felix untuk ninggalin Raptor disaat Raptor harus bertarung?!"
"Kenapa tidak?" Tanya Nandra. "Bahkan Raptor baru menyadari pengkhianat mereka sekarang? Dulu? Raptor kemana? Bersembunyi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
President Of District 9
Teen FictionLove, Life, Raptor Sudah hukum alam, yang paling kuat yang berkuasa. Aron mungkin memegang istilah itu, menjadi kapten bagi kelompok paling berkuasa di setiap sudut distrik, membuat dirinya menjadi nomor satu diatas segalanya. Siapa yang tidak kenal...