extra chapter | 13 years later

401 37 48
                                    

Cuaca hari ini dingin. Angin cukup kencang untuk menggerai rambut hitam gadis cantik yang sedang berdiri di depan batu nisan itu. Gadis cantik yang tidak pernah absen untuk hadir di tiap hari-hari penting.

Uca berjongkok, ia menyusun berbagai jenis bunga yang sengaja ia bawa untuk seseorang yang masih bersemayam di kepalanya selama 13 tahun terakhir ini. Mengenakan pakaian serba putih, Uca dengan anggun tersenyum mengelus nisan itu, ada nama Erdo disana.

Uca rutin mengunjungi makam Erdo, kadang kala ia pergi bersama Alyra, tapi ia lebih suka untuk pergi sendirian. Uca selalu bercerita banyak hal kepada Erdo. Entahlah, mungkin pikir Uca kini adalah saat yang tepat untuk bercerita kepada Erdo. Laki-laki itu tidak pernah memiliki kesempatan untuk mendengar cerita Uca bukan? Bahkan gadis itu tidak memiliki alasan untuk berbagi cerita kepada Erdo. Tapi sekarang, dia melakukannya. Walau, Erdo tidak akan membalasnya.

Uca tersenyum getir saat dirasakannya bulir bening itu mengalir dari matanya. Ia segera mengusap air matanya lalu tersenyum kembali, dengan tulus.

Masih teringat di benak Uca pada tahun-tahun pertama ketika Erdo pergi meninggalkan mereka semua. Rasanya campur aduk. Rapt bahkan marah pada diri mereka sendiri. Emosional sekali rasanya ketika rasa kesal, marah, sedih, gelisah dan segalanya bercampur menjadi satu.

Tapi untuk beberapa tahun belakangan ini, kehidupan telah berubah. Mereka semua belajar untuk ikhlas agar tidak ada penyesalan kedepannya. Satu persatu, perlahan-lahan, mereka semua mulai menerima kalau Erdo benar-benar pergi meninggalkan dunia.

Uca tersenyum, ia mengelus kembali nisan itu.

"Aku bukan nangis sedih kok, kak..." Lirihnya pelan. "Cuma seneng aja, karena aku bisa berbagi banyak cerita ke kakak."

Uca menarik nafasnya. "Tolong bilang ke aku kalau disana kakak udah bahagia, ya? Jangan khawatir soal Raptor, kak Aron beneran berhasil memimpin distrik kita." Senyumnya diakhir.

"Kabar anak-anak Rapt juga baik, mereka sering kumpul di markas atau malah dateng ke sini buat cerita sama kakak."

Uca menghela nafasnya lagi. "Maaf untuk Mark. Kalau informasi dia, aku sendiri juga engga tau, kak. Setelah pemakaman kakak selesai, Mark milih buat pergi, sampai sekarang." Uca menundukkan wajahnya.

"Padahal semua udah bilang ke Mark, kalau everythings gonna be okay dan Mark ga perlu takut buat kembali."

"Tapi Mark memilih buat pergi. Dia bilang kalau dia pergi buat memaafkan dirinya sendiri..."

"Yahhh, gitu deh, kakak pasti tau Mark orangnya gimana, susah dibilangin!" Tiba-tiba Uca menggerutu tatkala mengingat tingkah laku sepupunya itu.

Uca tersenyum lagi. "Udah lama juga dia engga kelihatan." Gumamnya. "Tante Nath selalu nunggu dia pulang kerumah setiap tahun baru. Tante Nath selalu duduk di pintu setiap jam sepuluh, berharap Mark kembali dan buka pintu di malam itu. Tapi Mark ga pernah kembali, dan itu sudah berlangsung tiga belas tahun lamanya."

Uca mengecup puncak nisan Erdo. Ia tersenyum lagi dan lagi. "Untuk yang kakak bilang ke aku, soal aku bakal dapetin yang lebih baik dari kakak... Sebenernya aku ga pernah nemu sosok itu, kak. Kakak memang pemenangnya, ga ada yang bisa gantiin kakak di hati aku..."

"Tapi, aku mulai tau kalau ada orang lain yang juga baik ke aku, selain kakak. Aku coba buat terima kak Nucca, walau belum sepenuhnya, tapi aku bisa ngerasain kalau perasaan kak Nucca ke aku itu tulus banget..."

"...Memang kak Erdo ga akan tergantikan. Kak Nucca juga bukan sebagai pengganti kak Erdo. Aku sih anggap kalian itu orang baik yang udah tulus buat suka ke aku."

President Of District 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang