Bab 12: Primadona

30 6 0
                                    

Diidolakan lelaki bukanlah berkah, malah membuat batin resah dan mengundang fitnah.

(Azzahra)

**********

"Kalau gue mau ngelamar lo, gimana?"

Ucapan itu ringan sekali tergelincir dari mulut Ali, seolah melamar perempuan seperti memetik bunga di taman, tak perlu banyak pertimbangan.

Zahra menghentikan langkahnya, begitupun dengan Ali.

Ali menatap sang gadis idaman, pria itu berharap ada secercah senyuman yang mengembang. Namun, nihil! Gadis di sampingnya sangat nyaman bersama kedinginannya.

Bibir Zahra perlahan bergerak seperti ingin berucap, Ali yang tak sabar menunggu jawaban menatap lekat untuk mendapatkan kalimat secara dekat.

Zahra menatap tajam ke arah pria di sampingnya. "Gila!"

Ya, gila. Ali telah digilakan oleh cinta.

Siapapun tak akan percaya bahkan akan berkata gila, ketika mendengar seorang pria berusia 17 tahun, tak punya penghasilan, belum tau seluk-beluk kehidupan sang gadis idaman, tapi nekat ingin meresmikan hubungan dengan cara bertunangan.

Sungguh keinginan tanpa pertimbangan!

Cinta itu butuh pertimbangan, Karena berkaitan dengan akal dan perasaan.

"Serius, Ra. Gue enggak lagi PHP kok. Gue sekarang mau ngelamar lo, nanti kalau udah lulus MA kita nikah, Ra."

Gelegar cinta tak bisa dihalau, Ali kehilangan kontrol untuk menghalau.

Tak lama Ali merogoh sebuah kotak kecil di dalam saku celananya.

"Gue udah beli cincin buat lo."

Ali mendekatkan kotak persegi berwarna merah ke depan mata Zahra, seketika kedua mata Zahra membulat.

"Lo jangan ngeprank!" sembur Zahra sambil mendorong kotak cincin itu supaya menjauh dari pandangan matanya.

"Serius, Ra! Demi Alla-"

"Enggak usah pake demi-demian!" pungkas Zahra cepat.

"Tapi gue serius! sini deh liat mata gue." Ali mengambil posisi di depan Zahra. " enggak ada kebohongan 'kan?"

Sepasang muda itu kini tatap mata.

Tak lama Zahra memalingkan pandangannya. Gadis itu menyadari tindakan kontak mata tak patut dilakukan.

Merasa sangat risih, Zahra mendorong kencang dada bidang Ali yang terbungkus kaos hitam.

"Jaga mata lo! Malu sama predikat santri yang lo pegang!"

Zahra melangkah melewati tubuh Ali, tak peduli kakinya merasa nyeri, yang penting ia bisa terbebas dari fitnah yang mulai meneror dirinya, akibat arjuna di depannya bergelora dibuat naluri.

"Zahra perempuan limited edition, untuk memilikinya perlu perjuangan, seberat apapun perjuangan akan kuterjang!"

Ali tertinggal di belakang Zahra, gadis itu melangkah gesit menyusuri jalan menuju pondok putri.

Tiba-tiba Zahra berpapasan dengan beberapa santri. Langkah gadis itu makin gesit, melewati ketiga santri yang mulai Suit-suit.

Langkah Zahra dibuntuti santri galau, astagfirullah ... Gadis itu seperti terteror tungau.

"Bidadari tak bersayap," goda salah satu santri di belakang Zahra.

"Kakinya kenapa, Dek? Kok jalannya jadi pincang gitu? Mau Abang bantu?" timpal santri ke-2.

"Oh Adek berjilbab ungu, maukah kamu menjadi istriku," tambah santri ke-3.

Dari kejauhan Ali memandang Zahra dibuntuti santri-santri, pria itu berlari mendekati.

"Kalian jangan ganggu Zahra!" pekik Ali menghalangi langkah ketiga santri yang membuntuti Zahra.

Mendengar suara khas Ali, Zahra memacu jalan dengan langkah lebar.

"Zahra sang primadona, sampai jumpa!"

"I love u."

"Uhibbuki Fillah!"

Celetuk para santri ketika melihat Zahra memasuki kawasan pondok putri.

Zahra duduk di gazebo kayu yang terletak di depan gedung pondok.

"Astagfirullah ...." Gadis itu menyeka peluh yang membasahi pelipisnya.

Zahra termenung, ia menyadari dirinya telah mengundang fitnah. Diidolakan santri baginya bukanlah berkah, malah membuat batinnya resah.

"Zahra."

Zahra menoleh ke samping, ia menatap gadis yang tiba-tiba sudah duduk di sampingnya.

"Tadi keluar sendiri, ya? kenapa enggak ajak gue?" tanya Olivia.

"Lo 'kan tadi tidur siang, masa harus dibangunin."

"Ya gak apa-apa, bangunin aja, Ra"

"Nyesel gue pergi sendiri. Digoda Ali dan santri-santri galau," ungkap Zahra, tatapannya memandang lekat Olivia. "Memang gue kelihatan menggoda ya, liv?" lanjutnya.

Rasa takut mulai menggema dalam pikirannya.

"Bukan lo yang menggoda, tingkah mereka yang perlu dibina! Hasrat mereka yang tidak teguh pada agama! Kapan-kapan jangan pergi sendirian, ajak temen. Gue pernah denger ada santri usil."

"Serem ih."

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang