Bab 33: Izinkan aku mencintaimu

25 6 0
                                    

Setelah Ali dan keluarganya pulang, Zahra langsung menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Ia tidur dengan posisi tengkurap dan separuh wajahnya tenggelam dalam bantal.

Air matanya banjir dan menyerap ke dalam permukaan bantal.

Menangis,

Menangis,

dan menangis!

entah sampai kapan menangis menjadi ritualnya sebelum tidur. Jika air matanya ditampung, mungkin sudah terbentuk sebuah danau.

Gadis itu rindu pada sosok wanita yang kerap disebut oleh para sastrawan sebagai ratu tanpa mahkota. Siapakah dia? Seorang ibu.

Tapi malam ini, air matanya bukan hanya untuk membasahi timbunan rasa rindu pada sosok ibu. Tapi juga untuk menguyur onggokan rasa takut pada suatu kehilangan. Kehilangan sosok Ali yang kini telah sukses menempati ruang di dalam hatinya.

ucapan Asiyah yang dibumbui dengan sindiran, terngiang-ngiang di dalam kepalanya, membuat pikirannya penuh akan firasat-firasat buruk.

Sebuah handphone yang tergeletak di atas meja menyala dan mengeluarkan suara dering, Zahra beranjak duduk dan meraih handphone tersebut.

Ia mendapatkan panggilan telepon dari Ali.

[Assalamualaikum, Ra.]

Tak ada jawaban suara dari Zahra. Gadis itu hanya bisa menjawab salam dalam hati, karena bibirnya ia gigit kuat, agar suara isakannya tak terdengar.

[Lo lagi nangis, ya?]

Tak ada jawaban dari Zahra. hanya ada samar samar suara isakan dari gadis itu.

[Maafin Umi gue, ya. Mungkin ucapannya tadi nyindir ibu lo.]

Tak ada jawaban dari Zahra. Suara pilu jelas terdengar oleh Ali, isakan Zahra semakin meninggi. seketika hati Ali ambruk.

[Maafin Umi gue, ya.]

Terdengar suara tarikan napas Zahra yang amat begitu berat.

"Umi lo nggak salah, gue yang terlalu lemah," suaranya begitu parau.

[Lo nggak lemah, Azzahra. Lo itu kuat. Kalau lo nangis, gak apa-apa nangis aja. Nangis bukan pertanda lo lemah. Justru, nangis adalah tanda kalau lo tahu bagaimana cara memperbaiki keadaan, termasuk perasaan lo. Meskipun nangis enggak bisa membuat masalah lo langsung selesai, setidaknya, nangis bisa membuat perasaan jadi lebih baik. Biarkan hormon penyebab stres keluar bersama air mata. ]

Zahra membaringkan tubuhnya, layar handphone masih menempel di depan telinganya. Tatapan gadis itu menerawang ke langit-langit kamarnya.

[Gue akan nemenin lo nangis, jangan diputus panggilan telepon nya, ya. ]

Air mata Zahra yang tiap tetesannya menyimpan luka, meluncur deras dan membentuk aliran air di pipi beningnya.

Ali menikmati suara tangisan Zahra dengan hati yang remuk redam.

[Dengan nafasmu aku hidup,

Karena tawamu aku bahagia,

Hidup di dunia.

Bersama dirimu aku tegar,

Karena hatimu adalah yang terbaik untuk dimiliki.

Dan biarkan aku mencintaimu,

Karena dirimu yang berarti,

Dan izinkan aku menyayangimu,

Hanyalah dirimu yang berharga.

Ketika kau ada di sampingku,

Hidupku pun terasa damai,

Seperti yang t'lah terbayangkan dalam benakku,

Saat hatiku ada di hatimu,

Dunia pun menjadi indah

Karena hatimulah yang aku inginkan. ]

Ali bersenandung lirih, suaranya yang lembut ketika melantunkan lirik lagu, sukses mengantarkan Zahra ke alam mimpi.

[Lo tidur, ya, Ra?]

Tak ada jawaban dari Zahra. Gadis itu terlelap.

[Baca dulu doa sebelum tidur, Bismika allaahuma ahyaa wa bismika amuut. Gue tutup telepon nya, ya.]

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang