Bab 5: Sah!

100 10 0
                                    

Bel istirahat terdengar nyaring di seantero sekolah MA dan SMK Al-Ghazali.

"Li, jajan yuk?" ajak Bilal yang duduk di samping Ali.

"Enggak ada duit," jawab Ali dengan wajah suram.

"Hah? Baru tanggal 14 gini duit lo udah abis?" Bilal tampak cengo.

"Lo dikirimin duit sama emak lo, 'kan? boros amat!" cibir Bilal.

Ali membuang napas kasar. "Kemaren gue beliin kacamata buat Zahra, seketika finansial gue porak-poranda," ucapnya dengan wajah tambah mengenaskan.

Kening Bilal berkerut. "Itu, 'kan salahnya si Lulu. Kenapa lo yang tanggung jawab?"

"Gue juga enggak tau! gue juga binggung sama diri gue sendiri." Ali menghela napas dan pundaknya melemas. "Kenapa gue serela itu ngebeliin barang mahal buat dia, ya?"

"Gawat! gue ingetin sama lo! Jaga interaksi sama Zahra. Hati-hati kecelakaan rasa!"

***

Bel terdengar pertanda waktu istirahat telah habis.

Seorang guru mata pelajaran Fiqih memasuki kelas Zahra. Kemudian duduk di atas kursi.

"Hari ini siapa yang tidak masuk?" tanya guru bernama Pak Yusuf.

"Masuk semua, Pak," sahut Ali, sang wakil ketua kelas.

"Alhamdulillah." Pak Yusuf tersenyum merekah.

"Hari ini kita sampai di Bab munakahat atau pernikahan dalam islam, buka buku LKS kalian," ucap Pak Yusuf.

"Loh? kita kan baru kelas 11? kok belajarnya udah nikah-nikahan sih?" ujar Ali dengan raut heran.

"Bagus dong, siapa tau lo mau nikah sama si Zahra abis ini."

"Gila lo."

"Jangan kasar kalau ngomong!"

Pak Yusuf kemudian menjelaskan materi di Bab munakahat. Seketika suasana kelas berubah menjadi hening. Telinga para murid fokus menangkap suara Pak Yusuf. Pembahasan materi munakahat mampu menarik perhatian mereka.

"Rukun nikah ada 5, yakni terdapat calon pengantin laki-laki dan perempuan yang tidak terhalang secara syar'i untuk menikah, Ada wali dari calon pengantin perempuan, dihadiri dua orang saksi laki-laki yang adil untuk menyaksikan sah tidaknya pernikahan, diucapkannya ijab dari pihak wali pengantin perempuan atau yang mewakilinya dan diucapkannya kabul dari pengantin laki-laki atau yang mewakilinya."

"Anak-anak, Bapak butuh empat orang untuk memperagakan ijab dan kabul. siapa yang mau membantu Bapak?"

Seketika mulut semua murid mengkelu.

Satu menit berlalu. Namun, tak ada murid yang berani bersuara. Mereka saling bertatapan satu sama lain. Berharap ada temannya yang berani mengacungkan tangan.

"Ali, Zahra, Bilal, dan Irvan maju ke sini," perintah Pak Yusuf.

Dengan tubuh dihujani keringat dingin, Zahra melangkahkan kakinya ke depan kelas. Begitupun dengan Ali, Bilal dan Irvan.

Kini mereka berempat telah berdiri di depan kelas.

"Bapak berperan sebagai wali dari calon pengantin perempuan yaitu Zahra, Ali sebagai calon pengantin pria, Bilal dan Irvan sebagai saksinya."

Tak lama Pak Yusuf menulis sesuatu di papan tulis, isi tulisannya yaitu :

Lafal Ijab yang diucapkan wali:

Saya nikahkan engkau Muhammad Ali Al hafidz bin Fulan dengan Azzahra binti Fulan dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai.

Lafal kabul yang diucapkan mempelai pria:

Saya terima nikahnya Azzahra binti Fulan dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai.

"Nah, Ali, baca Kalimat ini baik-baik," perintah Pak Yusuf kemudian menaruh kembali spidolnya di atas meja.

Ali berbalik badan dan membaca tulisan yang terdapat di papan tulis. Pria itu mencerna setiap kata-kata yang terpampang di depan matanya, sedangkan Zahra tak sedikit pun menengok ke arah papan tulis. Gadis jelita itu merasakan tubuhnya menegang. ia menundukkan kepalanya seperti sedang mengheningkan cipta!

"Sudah bisa dimengerti?" tanya Pak Yusuf kepada Ali.

"Su-dah, Pak," jawab Ali dengan perasaan diselimuti ragu.

Sekilas Ali menatap Wajah Zahra. Ia tersenyum, entah kenapa jantungnya selalu berdetak lincah ketika menatap gadis itu.

"Oke Anak-anak, perhatikan Bapak, ya."

"Irvan dan Bilal, kalian sebagai saksi tugasnya mendengarkan secara saksama apa yang di ucapkan Bapak dan Ali," ucap Pak Yusuf menatap Bilal dan Irvan secara bergantian.

"Ali, jabat tangan saya." Pak Yusuf menjulurkan satu tangannya ke arah Ali. Ali pun menerima tangan Pak Yusuf.

"Saya nikahkan engkau Muhammad Ali Al hafidz bin Fulan dengan Azzahra binti Fulan dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai," ucap Pak Yusuf.

Seketika tangan Ali bergetar hebat. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia berusaha untuk rileks.

"Saya terima nikahnya Azzahra binti Fulan dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai." ucapan Ali mengalir lancar dari mulutnya. Ia tercengang dengan ucapannya sendiri.

"Sah!" semua murid berseru.

Setelahnya, Pak Yusuf kembali memerinci materi di Bab munakahat.

*************

Matahari telah berpulang, langit bumi berubah menghitam. Beberapa santri pondok pesantren Al-Ghazali putra memasuki sebuah kelas. Malam ini, Ali dan teman-temanya akan mengaji kitab tafsir jalalain.

Ali duduk di kursi, disusul oleh Bilal yang duduk di sebelahnya. Selain semeja di sekolah MA, mereka juga semeja ketika belajar di pesantren.

Tak lama seorang Ustadz memasuki kelas tersebut. Setelah selesai berdoa, semua santri diperintah untuk membuka kitab mereka.

Ustad Hamdan mulai mengartikan kata demi kata di dalam kitab tafsir jalalain. Semua santri memperhatikan dan menulis semua ucapan Ustad Hamdan, kecuali Ali. Pria berusia 17 tahun itu tampak melamun menatap kitab di depannya dengan bibir menggulum senyum.

Bilal menengok ke arah Ali di sampingnya.

"Heh! kurang obat, ya, lo!" Bilal menepuk pundak Ali. Seketika Ali terkesiap.

"Astagfirullah, dari tadi gue kebayang wajah Zahra di kitab ini," ucap Ali sambil mengucek-ngucek kedua matanya.

Setelah kelas tafsir jalalain usai. Ali dan Bilal memilih untuk duduk dan menyeruput kopi di kursi panjang yang ada di rooftop pondok putra.

"Malam ini langit banyak bintang, Bro!" Bilal mendongakkan kepalanya dan menatap takjub bentangan langit malam yang menaungi bumi.

Ali ikut mendongakkan kepalanya. Beberapa menit kedua pria yang sudah bersahabat sejak kelas 7 MTs itu terhipnotis oleh tayangan indah di layar langit.

"Dia sungguh cantik, bak malam yang penuh bintang tak berawan," ucap Ali sambil senyum-senyum sendiri.

Bilal menoleh ke arah Ali. "Mulai deh! lo pasti halusinasi ngeliat wajah Zahra lagi!" cibir Bilal.

"Dia sangat menawan, bak bintang yang menyinari malam sunyi, dan dengan sinar di wajahnya, bagaimana mungkin aku membantahkan perasaan ku sendiri."

"Sadar woi!!" Bilal menutup kedua mata Ali dengan telapak tangannya. Seketika Ali kehilangan bayangan wajah cantik Zahra.

"Ih, apaan sih lo!" Ali membuang kasar tangan Bilal di wajahnya.

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang