Bab 22: Bohong itu pangkal dosa.

21 7 1
                                    

Begitu indahnya ketika kelak bisa menghalalkannya, menjadikannya pelabuhan terakhir bahtera cinta dan menjadikannya ratu serta ibu dari anak-anakku.

(Muhammad Ali Al hafidz)

*********

Sholatullah Salamullah,

'Alaa Thoha Rosulillah,

Sholatullah Salamullah,

'Alaa Yasiin Habibillah,

Tawasalna Bibismillah,

Wabil Hadi Rosulillah,

Wakulli Mujahidin lillah,

Bi Ahlil Badri Ya Allah."

Bait salawat mengalun merdu dari bibir Zahra. Gadis itu sedang memeluk Baby Zahra dalam gendongannya. baby Zahra digendong dengan posisi tubuh sejajar dengan dada Zahra dan kepala Baby di bahu gadis itu. satu tangan Zahra di antara kepala dan leher Baby Zahra, sedangkan tangannya yang lain menopang bokong Baby itu.

Menggendong Baby Zahra dengan cara memeluk dapat membuat Baby itu merasa tenang dan nyaman, kini Baby itu tertidur lelap.

Ali mendekat ke arah Zahra. Pria itu berhenti tepat di belakang tubuh Zahra. Sebuah senyuman terukir indah di wajahnya ketika mendengar lantunan salawat yang mengalun lembut dari bibir Zahra.

Hati Ali bisa merasakan segudang kasih sayang berkumpul dalam perlakuan Zahra terhadap Baby Zahra. Terbayang di benaknya haluan masa depan. ah, begitu indahnya ketika kelak ia bisa menghalalkan Zahra, menjadikan gadis itu pelabuhan terakhir bahtera cinta dan menjadikan gadis itu ratu serta ibu dari anak-anaknya.

Beberapa menit Ali hanyut dalam imajinasinya, hingga tak menyadari Zahra telah berbalik badan dan menatapnya.

"Ali?" tanya Zahra dengan sebelas alis dinaikkan.

"Eh ... iya?" Ali mengerjap-ngerjapkan matanya dan tersadar dari lamunannya.

"Baby Zahra udah tidur, gue mau pulang, ya."

"Ini baru jam dua lho, nanti aja, Ra."

"Gue mau pulang."

"Yaudah."

Zahra berjalan memasuki bangunan panti asuhan.

Setelah Zahra meletakkan Baby Zahra di atas tempat tidurnya, Ali mendekat ke arah gadis itu.

"Mau dianter pulangnya?" tawar Ali.

"Enggak usah, naik taksi aja."

"Jangan! Disini ada motor punya pengasuh panti, biar gue anter pake motor, ya?"

"Enggak."

"Biar gue anter supaya lo aman."

"Enggak! Lo pasti modus!"

Zahra melengos pergi.

Saat tiba di aula panti, gadis itu berpapasan dengan Muaz.

"Zahra mau pulang?" tanya Muaz.

"Iya, Ustad."

"Biar Ustad antar, ya."

"Enggak usah, Ustad." Zahra menggeleng. "Zahra pulang sendiri aja, bisa kok."

"Biar Ustad dan Ali antar kamu, ya. biar aman."

Ali yang berdiri di belakang Zahra, tersenyum manis mendengar kalimat kepedulian yang terlontar dari ayahnya untuk Zahra. Rasa kepedulian Muaz sudah muncul sejak pertama kali melihat Zahra. Jiwa ke-bapak-an pria itu terpancing, sehingga ingin menjaga dan melindungi gadis itu.

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang