Bab 23: Hormon cinta

24 6 0
                                    



Gue rela jatuh, demi mempertahankan air mata lo supaya nggak jatuh.

(Muhammad Ali Al Hafidz)

**********

Mentari hangat pagi ini seolah-olah ingin mendekap hati seorang gadis berusia 17 tahun yang kedinginan di balik jendela kaca sebuah mobil Alphard.

Gadis itu membuka kaca mobil di sampingnya, membiarkan sinar mentari berlarian menyentuh wajahnya. Ia menarik senyuman, mencoba menyerap kehangatan sinar tersebut ke dalam hatinya yang hampa.

Ah, Tapi sayang! kehampaan itu makin menyiksa! senyuman Zahra perlahan meredup kembali ketika tiba-tiba teringat sang permata hati yang telah meninggalkannya pergi. sapaan sinar mentari tak berhasil membuat jiwanya utuh kembali. kepergian sang Ayah menyisakan jejak duka yang belum terobati.

Gadis itu menengok ke arah Rita di sampingnya yang sedang mengemudikan mobil.

"Sebelum Zahra pulang ke pondok, Zahra boleh 'kan ke rumah Mama dulu?"

Seketika Rita terkejut dan melebarkan kedua matanya.

"Nanti aja ya, Sayang."

Rita menoleh sejenak ke arah Zahra, lalu fokus kembali menatap jalanan.

Wanita berusia 27 tahun itu, bukan tidak suka Zahra bertemu dengan Ibu kandungnya. Namun, ia takut perlakuan Julia terhadap Zahra akan mengundang kepedihan yang mencabik-cabik hati keponakan satu-satunya itu.

"Zahra mau minta maaf sama Mama, Boleh, ya, Tante?"

Rita melirik ke arah Zahra lagi, terlihat jelas oleh Rita air mata Zahra mulai menggenang di pelupuk matanya, melihat air itu menggenang, membuat hati wanita itu teriris dan meringis.

Pandangan Rita kembali ke depan. "Kenapa kamu mau minta maaf? Memang kamu ada salah sama Mamamu?"

Heran! buat apa Zahra meminta maaf kepada Julia? Pada kenyataannya, Ibunya lah yang selalu menghantam jiwa gadis itu dengan duri-duri tajam.

"Siapa tau Zahra punya kesalahan sama Mama yang tidak Zahra sadari, makanya Mama marah-marah terus kalau liat Zahra. Zahra mau minta maaf sama Mama, boleh, ya?"

Ah, gadis itu sungguh berjiwa besar. Rela mengorbankan perasaannya demi mewujudkan impian untuk merasakan dekapan hangat seorang Ibu.

"Walaupun dari kecil Zahra diurus sama Oma dan Mama sering mencaci maki Zahra Anak Haram, Zahra akan selalu sayang sama Mama, karena ridho Allah ada pada ridho Mama, Tante"

Sejurus kemudian setetes air mata meluncur bebas dari bola mata Zahra.

"Zahra kangen sama Mama, Tante!"

Zahra menghela nafas, berusaha meredam nyeri atas kerinduan pada Ibu kandungnya. Kerinduan yang juga membuat dadanya sesak. Terlukis di wajah gadis itu tinta air mata. Air itu kini meluncur sangat deras.

"Yaudah, kita ke rumah Mamahmu, tapi jangan lama-lama. Hanya minta maaf aja, ya."

**********

Saat mobil Rita telah menepi di samping gerbang rumah Julia, Zahra melangkahkan kedua kakinya untuk memasuki rumah itu, sedangkan Rita menunggu di dalam mobil.

Ting tong

Ting tong

Ting tong

Gadis itu menekan tombol bel beberapa kali, tak lama seorang wanita membuka pintu gerbang rumah tersebut.

"Non Zahra??"

Asisten rumah tangga bernama BI Nani melebarkan kedua matanya ketika menatap kehadiran anak dari majikannya.

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang