Part 54: Strong Baby.

33 4 3
                                    


Ali menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Tubuhnya diikat rasa lelah. Ia memandang dress bayi berwarna pink yang digantung di dinding di hadapan ranjangnya. Senjaga ia mengantung dress itu di dinding, agar ketika ia akan terlelap dan terbangun, ia teringat tanggung jawab besarnya sebagai seorang ayah.

Air matanya meluruh. Kepalanya pening memikirkan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Akankah Zahra dan Baby Aliza baik-baik saja?

Sudah dua hari Ali mencari keberadaan Zahra. Sudah dua hari pula ia tidak kuliah, tidak tidur, bahkan, tidak makan sesuap nasi pun. Kehilangan belahan jiwa membuat jiwanya runtuh. Tak sedetikpun bayangan Zahra lenyap dalam ingatannya.

Lihatlah, wajah pemuda yang mahir melantunkan Al-Qur'an itu benar-bener pucat. Ia seperti mayat hidup.

Tak lama terdengar suara pintu berderit dan derap langkah kaki. Muaz datang lalu duduk di tepi ranjang.

"Makan dulu, Nak," perintah Muaz sambil menaruh sepiring nasi dan lauk pauk di atas nakas. Tak hanya Ali, Muaz pun merasa kehilangan. Sorot mata ayah beranak satu itu menunjukkan kesedihan.

"Zahra disana udah makan belum, ya?" pandangan Ali menerawang ke langit-langit kamarnya. Lengkungan hitam tercetak jelas di bawah matanya.

"Udah dua hari kamu enggak makan, makan dulu, Nak, Insya Allah ... Zahra baik-baik saja."

Tak lama Ali bangkit dari ranjang lalu menyambar kunci mobil di atas meja.

"Ali mau cari Zahra lagi, Bi. Assalamu'alaikum."

Ali hendak keluar dari kamar. Namun, Muaz mencekal sebelah lengannya.

"Ini udah tengah malam. Kamu istirahat dulu."

"Ali enggak bisa tenang, Bi. Zahra hilang karena kelalaian Ali." Ali melepaskan cekalan tangan ayahnya, lalu berlari keluar kamar. Muaz tak bisa menahan putranya yang keras kepala itu. Ia paham, cinta Ali kepada Zahra sangatlah dalam.

********

Saat fokus menyetir mobil. Tiba-tiba Ali mendengar suara dering dari ponselnya. Sinar di matanya menunjukkan harapan besar ketika membaca nama penelepon.

Setelah mendengar ucapan dari sang penelepon. Ali melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Air mata haru membasahi wajahnya. Sang Haura Insiyyah, Sang bidadari berbentuk manusia kepunyaannya, akhirnya telah ditemukan oleh pihak kepolisian.

********

Zahra mengerjap-ngerjapkan matanya. Bau obat-obatan menyengat dalam indra penciumannya, hingga membuat ia dilanda rasa mual.

Ditatap olehnya seisi ruangan yang didominasi warna putih. Pandangannya agak memburam.

Ia memegang keningnya yang diperban. "Arggg ...." Ia mengerang kesakitan sambil memejamkan matanya kuat-kuat. Kepalanya berdenyut sangat nyeri.

Tak lama pintu terbuka, lalu menampilkan sosok dokter berjas putih dan perawat.

"Assalamu'alaikum, selamat pagi, Bu. Saya periksa dulu, ya," ucap dokter.

Tak ada sahutan dari Zahra. Bumil itu linglung karena efek pingsan selama dua hari. Dokter dan perawat pun memeriksa kondisi Zahra.

Setelah memeriksa keadaan pasiennya, dokter dan suster beranjak pergi. Selang beberapa menit, sosok Ali datang.

"Assalamu'alaikum, Habibati."

Ali duduk di kursi yang ada di samping blankar. Diraih olehnya kedua tangan Zahra, lalu mengecup tangan istrinya dengan tangisan.

Zahra membisu menatap wajah Ali. Ia masih berusaha mengingat kejadian apa yang sebelumnya terjadi.
Tiba-tiba Zahra menangis ketika ingat kejadian menakutkan yang telah ia alami.

"TAKUT! TAKUT DIPERK*SA!" Zahra berteriak sambil menangis histeris. ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia merinding ketakutan, badannya bergetar hebat dan jantungnya berdetak lebih cepat. Bayang-bayang wajah pria yang menculik dirinya hadir dalam pikirannya.

"Tenang, Sayang, kamu udah aman. Ada Abang disini." Ali bangkit lalu membelai rambut Zahra. Zahra menurunkan kedua telapak tangannya. Ditatap olehnya wajah lembut nan manis suaminya, yang sangat ia sayangi. Ia beringsut duduk lalu memeluk erat tubuh suaminya.

"TAKUT!" dalam dekapan Ali, Zahra memecahkan tangisannya. Kejadian itu membuat ia trauma.

"ABANG JANGAN TINGGALIN, ZAHRA! ZAHRA TAKUT DI PERK*SA!"

Pelukan Zahra sangat erat, hingga membuat Ali agak sesak.

"Tenang, Sayang, Abang enggak akan tinggalin kamu." Ali mengecup puncak kepala Zahra. Zahra tak henti menangis. Ali pun ikut menangis. Keduanya menangis sambil berpelukan.

"Alhamdulillah, kata dokter bayi kita selamat," ucap Ali.

Zahra melepaskan pelukannya, lalu mengelus perutnya.

"My strong Baby ...." ucapnya.

"Anak kita kuat sejak dalam kandungan. Insya Allah dia akan menjadi anak yang kuat ketika telah lahir ke dunia."

*******

Ali melepas tali mukena yang dikenakan Zahra, lalu melipat mukena itu.

Keduanya baru selesai shalat Isya dan mengaji Al-qur'an.

"Bobok, ya, Sayang ...." Ali membelai rambut Zahra penuh sayang. Kemudian melangkah hendak berbaring di sofa.

"Temenin tidur disini!" Zahra menggeser tubuhnya ke kanan, memberi space kepada Ali untuk ikut berbaring di sampingnya.

Ali tertawa kecil. "Sempit, dong, mana cukup?"

Ya, blankar yang ditempati Zahra dikhususkan untuk satu pasien saja. Jika pun ditempati oleh dua orang, akan sempit.

"Temenin tidur disini! Biarin sempit-sempitan! Biar Abang bisa modus! Emangnya enggak kangen apa?"

Ali tersenyum manis. "Kangen lah." Ia lalu berbaring di samping istrinya. Sangat sempit, hingga tubuh mereka sangat melekat erat seperti di-lem.

Zahra berbaring menghadap Ali, begitu pun dengan Ali. Dahi keduanya menyatu dan saling menatap dalam, mencoba menguras rasa rindu yang mengendap dalam hati.

"Gimana rasanya dua hari enggak ketemu Adek?" tanya Zahra. Hembusan napas Zahra menerpa kulit wajah Ali, hingga membuat naluri Ali terpancing.

"Biasa aja," ucap Ali.

"Bohong!"

"Bener."

Zahra mengigit hidung mancung Ali dengan gemas.

"Sakit!"

*******

Gimana?

Maaf, ya, Aku baru, Up,
Semoga masih setia baca :)

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang