Bab 45: Seperti mimpi.

32 4 2
                                    


Manis, suasana kamar Zahra yang kini telah disulap menjadi kamar pengantin terasa sangat manis. Seolah merefleksikan suasana hati pemilik kamar yang siang tadi telah dipinang oleh pria yang ia cintai.

Ranjang besi, lampu hias, meja dan tirai di atas tempat tidur, membuat suasana ruangan menjadi romantis, ditambah lagi dengan taburan mawar merah di tempat tidur.

Azzahra, gadis berusia 19  tahun itu mematut di depan cermin. Menatap pantulan dirinya yang terbalut dress merah maroon selutut. Diraih olehnya beberapa item make up yang berada di dalam laci meja rias, lalu dengan lihai, ia memoles wajah ayunya.

Menikah muda, tak pernah terbayang dalam benak Zahra. Tapi ternyata kini, takdir Allah telah berbicara. Ia dan Ali telah digariskan menjadi pasangan suami istri. Resepsi mereka akan dilaksanakan esok harinya.

Cantik! Bibir mungil Zahra terangkat membentuk bulan sabit ketika telah selesai make up. Ia menoleh ke arah pintu sambil menghela napas. Sang suami belum juga pulang dari masjid. Ya, Ali memimpin jamaah salat isya di masjid.

Tak lama terdengar suara ketukan pintu. Dengan jantung yang berdetak cepat, Zahra berdiri dan melangkah untuk membuka pintu.

"Assa ...." Ali tak dapat melanjutkan ucapannya. Bibirnya mendadak kelu. Semua anggota badannya membeku. Detak jantungnya tak dapat ia rasakan lagi. Gadis di depan matanya yang telah ia halalkan membuat dunianya seolah terhenti.

Zahra melambaikan tangannya di depan wajah Ali. "Hei? Kok ngelamun?"

"Assalamu'alaikum," ucap Ali dengan senyum semanis madu.

"Wa'alaikumussalam. Ayo masuk!" titah Zahra dengan ekspresi wajah yang sangat Zahra; dingin.

Pandangan Ali menjelajahi tubuh Zahra dari atas sampai bawah. Sosok Zahra tampak berbeda di mata Ali, karena kini gadis itu tidak berhijab. "Lo Azzahra atau artis korea?" tanya Ali.

"Gue Azzahra. Gadis yang telah menjadi bidadari untuk Ali! Ayo masuk! Lo mau tidur di ruang tamu atau tidur bareng gue?!" ucap Zahra sedikit nge-gas. gadis itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia tak marah, hanya sedikit geram melihat tingkah konyol  Ali.

"Tidur bareng lo lah," ucap Ali sambil mengedipkan sebelah matanya.

Zahra menarik pergelangan tangan Ali. "Ayo masuk, Sayang."

Setelah berada di dalam, Zahra menutup pintu dan menguncinya.

Ali dengan pakaian khas ustad mengusap wajahnya. "Ya Allah, kok hamba kek mimpi, ya."

Zahra mencubit perut Ali.

"Awh, sakit!" Ali meringis lalu membuang tangan Zahra di perutnya. "Gue laporin ke polisi lho! KDRT ini namanya!" Ia mengelus area bekas cubitan Zahra yang berdenyut nyeri.

"Sakit, kan? Berarti bukan mimpi! Sekarang lo bersih-bersih, abis itu ganti baju," titah Zahra.

"Sabar dong, lo pengen buru-buru, ya? Emang malam ini kita mau ngapain?" Ali menaik turunkan kedua alisnya.

Rona merah tercetak jelas di pipi bening Zahra. Ia tersenyum malu.

"Ngeselin banget, sih, Ali!" Zahra memukul-mukul dada bidang suaminya.

Ali tertawa lalu mengacak-acak puncak rambut Zahra, hingga berantakan.

"Sumpah, lo lucu banget, Ra."

"Nyebelin!" Zahra mengerucutkan bibirnya karena kini rambutnya berantakan. Ia lalu mencubit hidung mancung suaminya hingga memerah.

Ali tak henti tertawa. Kini ekspresi masam Zahra diganti dengan senyum yang mengembang sempurna di sudut bibirnya. Melihat Ali tertawa lepas, rasanya Zahra seperti melihat seorang pangeran tampan menaiki kuda putih.

"Nyebelin, tapi sayang, kan?" Ali menarik tubuh Zahra lalu memeluk erat gadis itu. Seketika aroma tubuh Zahra memenuhi indra penciuman Ali, membuat pria itu teracuni.

Zahra tak membalas pelukan Ali. Badannya bergetar. Degup jantungnya sangat cepat. Keringat dingin mulai menghujani tubuhnya.

Perlahan, Zahra melingkarkan tangannya di pinggang Ali. Telinga kiri Zahra bersandar di dada Ali, membuat detak jantung Ali yang kencang bisa terdengar olehnya. Tubuh gadis itu lebih pendek dari Ali.

"Zahra ...," panggil Ali dengan nada lembut setelah beberapa saat keduanya hening.

"Apa?"

"Makasih, ya."

"Makasih untuk apa?"

"Makasih karena lo udah memperkenalkan gue sama yang namanya cinta."

Ali melepaskan pelukannya. Diraih olehnya kedua tangan Zahra, lalu menautkan jemarinya di jemari Zahra.

Ali menunduk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Zahra. Seolah terhipnotis, Zahra hanya diam saat kulit wajahnya merasakan hembusan napas hangat Ali. Makin terasa dekat, Zahra pun memejamkan matanya.

Detik itu juga hati Zahra dibuat meleleh seperti lilin yang terus dipanasi, bahkan untuk meneguk air liurnya pun susah.

-----------

Segini dulu, ya.
Penasaran gak sama resepsi pernikahan Ali dan Zahra?
Terus gimana nih nasibnya Abidah?

Tunggu, part selanjutnya :)
Terimakasih telah membaca hasil kehaluanku:)

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang