Bab 19: Kehilangan

24 6 0
                                    

Jika aku diberi pilihan antara berhadapan dengan kehilangan atau hilang, aku lebih memilih hilang.

(Azzahra)

*********

Tap

Tap

Tap

Terdengar Suara langkah kaki akibat adanya hentakan antara kaki dan permukaan anak tangga. Suara itu bersumber dari kaki Zahra yang sedang menaiki tangga menuju lantai dua rumahnya.

Gadis itu tiba di ruang keluarga dengan dekorasi dan furniture berwarna emas. Ruangan tersebut terkesan mewah.

Ditatap olehnya seorang asisten rumah tangga sedang membersihkan debu karpet dengan vacuum cleaner.

"Papa di mana, Bi?"

Bi sari menoleh ke arah Zahra.

"Mungkin ada di perpustakaan, Non."

Dengan cepat kilat Zahra melangkah menuju ruangan perpustakaan yang terletak di lantai tersebut, ruangan yang digemari oleh Ayahnya.

Zahra tiba di ruangan yang dipenuhi dengan buku-buku koleksi ayahnya yang tersusun rapi di rak-rak. Ruangan tersebut memiliki aroma khas dari berbagai macam jenis serat kayu yang menjadi beberapa milyaran lembaran tipis dan disatukan menjadi buku-buku.

Zahra mengelilingi ruangan itu sambil bergumam kecil.

"Papa, where are you?"

Zahra masih tetap melakukan kegiatan mengelilingi rak-rak dan menyentuh para buku-buku menggunakan jari-jari mungilnya, hingga langkah gadis itu terhenti ketika melihat seseorang yang ia cari sedang duduk di sofa yang ada di pojok ruangan.

Zahra duduk di samping Johan. Ayahnya sedang terpejam dengan punggung bersandar di sandaran sofa.

"Papa ketiduran, ya?" Zahra meraih sebuah buku dipangkuan Johan.

"Tips mendidik anak gadis? Wah ... bukunya menarik, Pa."

Zahra melingkarkan satu lengannya di perut Johan, lalu menyandarkan kepalanya di bahu sang ayah.

"Tadi Zahra dianter pulang sama Ustadz Muaz, ayahnya Ali, Pa."

"Kayaknya Ali beneran suka deh sama Zahra, bukan cuma gombal doang."

Zahra tersenyum manis ketika tiba-tiba siluet wajah tampan Ali menyembul dari ingatannya.

"Zahra juga sayang sama Ali. Tapi Zahra takut, Pa."

Kepala Zahra mendongak, ditatap olehnya wajah Johan yang teduh. Telapak tangannya menyentuh pipi ayahnya yang tirus.

"Papa ngantuk, ya? Bangun, Pa. Zahra mau curhat!"

Johan bergeming. Kedua mata pria itu tak sedikit pun terbuka.

"Bangun, Pa."

Zahra menggelitiki perut Johan.

"Papa, bangun!"

Zahra menggelitiki perut Johan lagi. Namun, tak ada respon apapun dari pria itu.

Jarinya telunjuk Zahra bergerak mendekati lubang hidung ayahnya.

"PAPA!!!!!"

Gadis itu berteriak ketika jari telunjuknya tidak merasakan hembusan napas dari hidung Ayahnya. Ditatap olehnya dada Johan yang tidak bergerak. Rasa cemas seketika meneror jiwanya.

"PAPA BANGUN!!!"

Tangan Zahra memeriksa denyut nadi yang ada di leher dan pergelangan tangan Johan.

"PAPA BANGUN!"

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang