Bab 55: Overthinking

27 4 0
                                    

Malam kian larut. Sosok Azzahra tampak tak tenang dan kesulitan terlelap.

Ditatap olehnya wajah sang belahan jiwa yang terlelap di sampingnya. Air muka Ali tampak tenang. terdengar dengkuran halus dari suaminya itu.

Zahra berbaring menghadap suaminya dan memandang lekat wajah ayah dari anak sulungnya itu. Dibelai lembut olehnya pipi Ali.

Ali melenguh dan kedua matanya terbuka.

"Kenapa belum tidur, Dek?" tanya Ali dengan kesadaran yang belum penuh.

"Nggak bisa tidur," jawab Zahra dengan lesu.

"Ada yang kamu pikirin, ya?"

"Adek takut banget, Bang."

Teringat oleh Zahra perkataan dari dokter kandungan yang biasa menanganinya bahwa hari perkiraan lahir (HPL) tinggal satu bulan lagi.

Meskipun Zahra telah melewati waktu 8 bulan untuk mempersiapkan proses persalinan, ketika waktunya sudah dekat, rasa panik dan cemas tak bisa ia enyahkan.

Pada kenyataanya, kesiapan fisik saja tidak cukup untuk melahirkan seorang anak ke dunia. Seorang bumil juga harus mempersiapkan mentalnya. Kondisi psikologis menjelang persalinan tak bisa disepelekan. Bahkan akan me jadi masalah jika tidak diatasi.

"Apa yang kamu takutkan?" tanya Ali.

Ah, pemuda itu sungguh tak peka. Bagaimana mungkin ia tak paham?

Zahra mengerucutkan bibirnya, lalu membalikkan tubuhnya untuk memunggungi suaminya. Moodnya mendadak hancur. Ia menarik selimut hingga menutupi wajahnya.

Rupanya, Zahra sendiri pun tak peka bahwa Ali bukanlah pembaca pikiran dan isi hatinya.

Ali berbaring menghadap punggung Zahra, lalu mengelus punggung istrinya. Ia alirkan cinta di setiap elusannya.

"Adek takut melahirkan?" tanya Ali setelah beberapa menit keduanya hening.

"Iya, kenapa Abang enggak peka, sih!" gerutu Zahra.

Ali terdiam sambil memikirkan Kalimat apa yang akan ia utarakan untuk memperkuat mental istrinya.

Takut kehilangan ridha Allah karena mendiamkan suaminya, Zahra berbaring kembali menghadap Ali.

Disentuh oleh Ali pipi Zahra. Ditatap olehnya dalam-dalam kedua mata bening bidadarinya.

"Abang percaya, Adek adalah perempuan hebat dan tangguh yang mampu menakhlukkan segala rintangan di masa kehamilan. Rasa sakit melahirkan akan berganti menjadi kebahagiaan ketika anak kita telah lahir."

"Coba Adek bayangkan ketika debay gemes kita udah brojol, bayangkan wajahnya ... Bayangkan ketika Adek mengendongnya ... Menyusuinya ... mengajarinya mengaji," ucap Ali. Zahra pun membayangkan betapa indahnya menjadi seorang ibu.

"Indah, bukan? Adek ingat satu hal, ya, untuk mendapatkan sesuatu yang indah kita harus melalui proses yang tak mudah. Bismillah ... biiznillah ... Adek bisa melalui prosesnya."

****

Suasana kelas tampak sepi. Semua mahasiswa fokus mengerjakan soal yang diberikan oleh seorang dosen.

Tiba-tiba, Zahra meringis dan menghentikan kegiatan menulisnya. Bagaimana tidak? Janin dalam rahim Zahra bergerak aktif dan menendang-nendang.

Zahra bangkit lalu izin untuk ke toilet.

"Umma lagi ujian, Sayang. kamu yang tenang di dalam, ya," ucap Zahra sambil mengelus perutnya. "Pulang kuliah, kita makan seblak dan es kelapa andalan kampus, ya. sekarang kamu tenang dulu."

Zahra meraih ponsel di dalam saku bajunya, lalu mengirim pesan kepada Ali.

Me:
Anak Abang banyak tingkah nih, mirip bapaknya. Dari tadi enggak bisa diem nendang-nendang terus.

Habibi ❤️:
Biarin nendang-nendang, dia berbakat jadi pemain bola.

Me:
Ish, dia kan cewek!

Habibi❤️:
Adek bisikin ke anak kita kalimat ini. "Ronaldowatiku, diem, ya, Nak. Umma lagi belajar biar pinter. Nanti kalau udah launching, Aba janji akan ajarin nendang bola."

*****

Mohon maaf, baru up. :)

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang