Bab 38: Sial! Ingin sekali kumiliki

29 6 1
                                    


Bilal dan beberapa mahasiswa yang mengikuti UKM teater berhamburan ke luar ruang teater.

Saat Bilal berjalan di lorong kampus, ia mendengar suara seorang wanita memanggil-mangil namanya dengan lantang.

"Bilal!"

"Bilal!"

"Bilal!"

Abidah kini dapat menyamai langkahnya dengan langkah Bilal.

Bilal berhenti melangkah dan melirik gadis yang memakai pashmina marun di sampingnya. "Kenapa?" tanyanya dengan satu alis dinaikkan.

"Lo ngasih ke gue nomor palsu? Kenapa Zahra enggak ngebales pesan dari gue? nomor yang lo kasih beneran nomor Zahra?" tanya Abidah.

"Itu asli nomor Zahra."

"Jangan bohong!"

Bilal mengangkat bahunya. "Terserah lo mau percaya atau enggak. Yang jelas, itu beneran nomor Zahra."

Bilal kembali melangkah. Abidah menyusul Bilal dengan ekspresi sebal.

"Lo bisa bantuin gue untuk pisahin Ali dan Zahra? Soalnya Zahra itu ternodai. Enggak cocok sama Ali."

Sontak Bilal menghentikan laju kakinya dan menghadapkan tubuhnya ke arah abidah.

"Ali itu cinta sama Zahra. Mau lo fitnah Zahra seburuk apapun. Ali itu enggak akan peduli. Gue kenal Ali udah lama. Dia itu anaknya ambisius. Dia bakal berusaha sekuat tenaga untuk dapetin apapun yang dia inginkan. Gue enggak bisa bantuin lo." Bilal menatap Abidah serius.

"Zahra itu pake pelet apaan, sih! Bisa-bisanya Ali jatuh cinta sama cewek kotor kayak dia! dia itu ternodai!"

Mendengar ucapan Abidah, Bilal menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai isyarat tak setuju dengan ucapan Abidah. "Gue emang enggak tau menahu soal masa lalu Zahra dan gue juga enggak tau lo lagi fitnah atau enggak. Tapi, jujur gue enggak suka lo caci maki Zahra kayak tadi."

Abidah menggeram kesal. "Gue enggak fitnah! Heran deh sama Ali. Udah dibilangin berkali-kali masih aja enggak percaya!" gerutunya dengan bengkak hati.

"Love is blind, remember?" Bilal menatap sengit Abidah. "Mau lo ngebuka keburukan Zahra sebanyak buih di lautan ke telinga Ali. Gue yakin Ali enggak akan peduli. Dia bakalan tetap mencintai Zahra."

Bilal memacu jalan dengan langkah lebar, meninggal Abidah yang kini mencak-mencak.

***************

Ali menerobos malam yang dinginnya menusuk tulang. Roda-roda motornya berselancar di atas aspal jalanan kota Jakarta.

Malam ini, rasa cemas merongrong hati Ali. Ia ingin memastikan bahwa gadisnya baik-baik saja. Persetan dengan malam yang dingin! Ia semakin melesat di bawah kaki langit yang hitam.

Ya, begitulah Ali dengan sifat ambisiusnya. Ia sering memiliki kecenderungan untuk mengabaikan waktu istirahat demi mewujudkan keinginannya.

***********

Di ruang tamu yang nyaman, terlihat Azzahra, buku-buku tebal dan sebuah laptop yang sedang bekerjasama untuk menyelesaikan tugas mata kuliah keterampilan dasar kebidanan.

Ruang tamu dipilih Zahra untuk mengerjakan tugas, karena jika di kamar ia akan tergoda untuk tidur.

Suara ketukan di pintu membuat fokus Zahra menjadi buyar. Siapa gerangan yang bertamu malam hari?

Ia melangkah ke kamar untuk memakai jilbab lalu membukakan pintu.

"Hey, Assalamu'alaikum."

pupil mata Zahra melebar melihat Ali dengan tampang manisnya.

AzzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang