Hari ini Jayanegara mengumpulkan para bawahannya. Ini adalah kali pertama dilakukan rapat akbar di lingkungan istana Majalengka. Seluruh bawahan telah datang menunggu sang nata di balairung. Semua berbincang dengan akrab membicarakan hal-hal yang terjadi di kerajaan.
Di dalam kamarnya, Prabu Jayanegara duduk menghadap cermin panjang. Ayahnya mempunyai cermin yang dibelinya dari pedagang cina. Cermin itu setinggi 2 meter lebih. Cukup untuk tubuhnya yang tinggi. Para emban mendandaninya dan memakaikan pakaian kerajaannya.
Jayanegara menghela nafas panjang. Ia sudah sering menemani ayahnya dalam rapat-rapat kenegaraan. Namun baru kali ini ia memimpinnya sendiri. Jantungnya berdebar. Rasanya canggung sekali ia yang masih remaja harus memimpin rapat yang dihadiri oleh orang-orang seusia ayahnya.
Ia menarik nafas panjang. Apapun yang terjadi, terjadilah, pikirnya. Tiba-tiba pintu diketuk.
"Masuklah."
Dara Petak masuk ke ruang tidur anaknya. Ia diiringi oleh emban-emban kesayangannya. Prabu Jayanegara menyembah ibunya.
"Apakah kau siap menghadapi rapat pertamamu, anakku ?"
"Siap ibu."
"Ibu akan ikut dalam rapat."
Sang prabu terkejut mendengar kata-kata ibunya.
"Tapi.. Bukankah ini bukan urusan ibu ?"
"Ibu adalah ibu suri disini. Sudah kewajiban ibu untuk ikut dalam rapat denganmu, mendampingimu. Ibumu Gayatri sudah pergi bertapa. Tugasnya sekarang menjadi tugas ibu."
Jayanegara terperanjat. Ia ingin menolak, tapi ia merasa tidak enak menolak perintah ibunya. Melihat putranya berdiam diri, Dara Petak berusaha menyakinkannya.
"Ibu tidak akan mencampuri urusanmu. Ibu hanya mendampingimu."
"Ya, baiklah bu."
Prabu Jayanegara di iringi ibu suri Dara Petak memasuki balairung. Semua yang hadir menyembah hormat. Mereka sangat terkejut melihat ibu suri ikut menghadiri rapat. Namun mereka tidak mungkin protes karena Dara Petak adalah ibu suri yang sangat berkuasa, lebih berkuasa daripada raja.
Jayanegara membuka rapat dengan ucapan terimakasih kepada yang hadir dan berharap para tetua kerajaan akan membantunya sekuat tenaga untuk memajukan kerajaan. Semua yang hadir mendengarkan pidato pertama sang raja. Mereka semua bersikap menunggu. Mereka ingin tahu sampai sejauh mana kemampuan raja muda putra Wijaya ini. Mereka juga ingin tahu sampai sejauh mana Dara Petak akan ikut campur dalam urusan kenegaraan.
Rapat berjalan singkat karena semua pejabat yang hadir tidak ada laporan yang ingin dilaporkan kepada raja. Melihat tidak ada masalah yang dilaporkan, raja menutup rapat.
Prabu Jayanegara menikmati makan siangnya di taman bersama ibu suri. Saat mereka sedang bercakap-cakap, datanglah seorang prajurit. Ia memberi hormat.
"Maaf gusti prabu, ada beberapa pejabat datang. Mereka ingin bicara secara pribadi kepada gusti prabu."
"Suruh mereka datang ke ruanganku. Nanti aku datang."
"Sendiko gusti."
Prajurit itu berlalu.
"Ada apa ya bu ?"
"Entahlah. Ibu ikut denganmu."
"Tidak usah bu. Aku sendiri saja. Mereka ingin bicara denganku."
"Ya sudahlah. Nanti ceritakan pada ibu apa yang mereka inginkan."
Jayanegara pergi ke ruang pribadinya. Sepeninggal putranya, ibu suri memanggil dayang kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prahara Majapahit
Historical FictionIa berdiri dari duduknya. Arum tertegun. Membantu ganti baju ? Melihat baju rajanya saja sudah ribet, apalagi menggantinya ? Harus mulai darimana aku membukanya ? Pikirnya bingung. Melihat gadis itu kebingungan, Jayanegara tersenyum. "Mulai dari sin...