Istana Majalengka
Matahari telah masuk ke peraduannya. Istana Majalengka terlihat terang oleh nyala api lampu minyak dimana-mana. Para emban sibuk menyiapkan jamuan makan malam. Prabu Jayanegara mengundang sepupunya, Nararyya Kudamerta untuk makan malam bersama.
"Bagaimana istirahatmu, kangmas ? Apakah kau bisa beristirahat di istana tamu ? Kalau ada kurang-kurangnya, jangan sungkan untuk mengatakannya kepadaku."
"Terimakasih yayi prabu. Aku bisa beristirahat nyaman di kamarku. Semua melayaniku dengan sangat baik."
"Syukurlah, kangmas. Bagaimana keadaan Wengker ? Apakah semua baik-baik saja ?"
"Berkat karunia para dewata, Wengker benar-benar dianugerahi tanah yang sangat subur. Ibaratnya batang pohon dilempar ke tanahpun akan menjadi pohon yang lebat dan subur. Datanglah sesekali ke Wengker, yayi."
"Aku senang mendengarnya, kangmas. Kangmas, kangmas bisa melihat betapa banyak kesibukanku disini setelah menggantikan rama Prabu Wijaya. Aku tidak bisa bergerak. Kangmas harus bersyukur masih bisa tetirah kemana-mana. Aku tidak bisa, kangmas. Kadang aku ingin menjadi dirimu."
"Benar, yayi. Kau masih muda tapi kau sudah harus memikul tanggungjawab yang sangat besar. Aku salut denganmu. Kalau yayi perlu bantuanku, jangan sungkan mengatakannya kepadaku."
"Terimakasih, kangmas. Bagaimana kabar yayi ratu Daha ? Apakah dia baik-baik saja ? Aku rindu dengannya. Kalau kangmas kembali, katakan padanya untuk sesekali mengunjungiku disini. Katakan aku rindu sekali ingin bertemu dengannya."
"Tentu, yayi. Aku akan menyampaikan pesanmu kepadanya. Yayi ratu Daha adalah ratu yang dicintai segenap rakyat Khadiri. Semua menyayanginya karena ia mengayomi semua rakyatnya tanpa pilih kasih."
Tiba-tiba sang prabu merasa Kudamerta menyindirnya.
"Apa maksud kangmas aku pilih kasih dengan rakyatku ?"
"Ahh tidak.. Aku tidak bilang begitu.. Maksudku yayi prabu tidak perlu menguatirkan yayi ratu karena semua begitu menyayanginya. Tidak akan ada seorangpun yang akan menjahatinya."
"Begitukah, kangmas ? Kangmas, sejujurnya aku pun tidak ingin membuat peraturan expatriate seperti itu. Tapi keadaan yang memaksaku."
"Ahh ?? Maksud yayi prabu, ada yang memaksamu untuk mengeluarkan peraturan itu ?"
Sang prabu terdiam.
"Ayo kita makan, kangmas. Nanti kalau hidangannya sudah dingin rasanya pasti tidak enak."
"Iya yayi."
Prabu Jayanegara mempersilakan tamunya untuk menikmati hidangan di depan mereka. Para emban melayani para gustinya. Hidangan malam itu cukup meriah, ada hidangan ayam, aneka ragam ikan dan rusa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prahara Majapahit
Historical FictionIa berdiri dari duduknya. Arum tertegun. Membantu ganti baju ? Melihat baju rajanya saja sudah ribet, apalagi menggantinya ? Harus mulai darimana aku membukanya ? Pikirnya bingung. Melihat gadis itu kebingungan, Jayanegara tersenyum. "Mulai dari sin...