Bab 17 Karma ?

59 5 0
                                    

Proses pembangunan candi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Proses pembangunan candi


Upacara pembakaran jenazah telah selesai. Para resi mengumpulkan abu ketiga jenazah itu lalu memasukkannya ke dalam guci tanah. Guci tersebut akan dibawa oleh Prabu Menak Kocar ke Arnon. Ia akan membuat candi pendarmaan untuk Ranggalawe dan kedua istrinya.

Raja tua itu berdiri di pendapa istana Tuban. Matanya memandang ke halaman tapi pikirannya menerawang jauh ke mana-mana.  Hatinya hancur teringat pada putra kesayangannya. Ia teringat pada kata-kata Ranggalawe yang menyarankannya untuk meminta bagiannya kepada Prabu Wijaya. Sekarang ia memang mendapatkan setengah dari Majalengka. Namun apa gunanya kerajaan, kedudukan, harta benda apabila tidak bisa menikmatinya bersama keluarga ?

Sang prabu teringat pada cucu satu-satunya, Kuda Anjapiani. Ia sangat berharap Kuda Anjapiani akan menggantikan kedudukannya sebagai raja di Lamajang Tigang Juru. Tapi Kuda Anjapiani menolak. Ia lebih suka menjadi pertapa daripada raja. Prabu Menak Kocar teringat bahwa iapun sebenarnya tidak ingin menjadi raja. Ia berasal dari keluarga pertapa. Tidak heran kalau cucunya pun menghendaki menjadi pertapa. Resi/pertapa adalah darah DNA keluarganya. Prabu Menak Kocar berkali-kali menarik nafas panjang. Dadanya terasa sesak.

"Kaka prabu.."

Lembu Sora datang dan menyembah.

Sang prabu tersadar dari lamunannya.

"Yayi Lembu Sora, apa rencanamu selanjutnya ? Ku pikir sebaiknya kau mengungsi saja ke Lamajang Tigang Juru. Aku yakin Prabu Jayanegara tidak akan melepaskanmu begitu saja setelah kau membunuh Kebo Anabrang."

"Lalu akan terjadi pertempuran antara Majalengka dan Lamajang ? Tidak, kaka prabu. Aku bukan pengecut. Aku akan mempertanggungjawabkan perbuatanku kepada sinuwun."

"Ini bukan soal pengecut atau bukan. Kau tahu bukan, situasi Majalengka bukanlah seperti dulu. Sekarang kerajaan itu sangat kacau. Pemimpinnya bukanlah pemimpin yang diharapkan rakyat. Perasaanku mengatakan ada pihak-pihak yang menyetir raja yang masih sangat muda itu. Syukurlah aku diperingatkan oleh Ranggalawe tentang ini sehingga aku membulatkan tekadku meminta bagianku kepada Prabu Wijaya. Aku tidak dapat membayangkan apabila dulu Majalengka tidak dibagi 2. Mungkin mereka pun akan sewenang-wenang pula terhadapku."

Kali ini giliran Lembu Sora yang menghela nafas panjang.

"Kaka Prabu, hati kecilku ingin bergabung denganmu di Lamajang Tigang Juru. Tapi otakku melarangku. Aku ikut mendirikan kerajaan ini. Aku tidak bisa membiarkannya hancur begitu saja."

"Lalu ?"

"Kabur bukanlah sikap satria. Aku akan menyerahkan diri kepada sinuwun Prabu Jayanegara. Aku akan mempertanggungjawabkan perbuatanku. Matipun aku rela. Tapi aku tidak akan kabur dari tanggungjawabku."

Mendengar kata-kata Lembu Sora, sang prabu terkesiap.

"Sora.."

"Iya kaka Prabu.."

Prahara MajapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang