Bab 21 Gugurnya Patih Nambi Karena Fitnah Keji

65 4 1
                                    

Siang hari di istana Kahuripan tidak terlihat banyak kegiatan. Tampak beberapa prajurit berjaga di pintu masuk istana. Para emban lalu lalang membersihkan dinding dan lantai. Beberapa tukang kebun terlihat sedang membabat rumput dan memberikan pupuk. Suasana istana tampak tenang dan damai.

Sayang suasana damai itu tidak dirasakan oleh Bhre Kahuripan, Dyah Gitarja. Hatinya ruwet. Permintaan pensiun patih gaek Pranaraja membuatnya resah gelisah. Ia teringat pada percakapannya kemarin dengan sang patih.

"Kalau eyang patih ingin pensiun, lalu siapa yang akan bisa menggantikan posisi eyang ? Hanya eyang yang mampu."

"Gusti ratu, hamba sudah tua dan sakit-sakitan. Hamba telah mengabdi sejak ingkang eyang sinuwun Prabu Kartanegara. Hamba merasa sudah tidak mampu lagi. Hamba ingin pulang ke kampung hamba di Lamajang dan menikmati hari tua disana."

"Tapi.. Siapa yang bisa menggantikan kedudukan eyang ? Kita tidak memiliki banyak kandidat dengan kapasitas dan pengalaman seluas eyang."

"Gusti, hamba mengusulkan kalau gusti bersedia, bagaimana kalau ingkang raka gusti Narayya Cakradara yang menggantikan hamba ? Tapi ini hanya usul saja, gusti.."

"Hm.. Bisa juga .. Aku coba bicara dengannya, eyang. Tapi kalau ia menolak bagaimana ?"

"Kalau beliau menolak nanti hamba akan carikan kandidat yang lain lagi. Tapi hamba yakin gusti Cakradara tidak akan menolak. Bukankah gusti Cakradara sangat akrab dengan rakyat Kahuripan ? Beliau adalah kandidat yang paling pas, gusti. Semoga gusti Cakradara tidak menolak."

"Ya baiklah eyang. Coba aku bicarakan dengannya. Sambil menunggu calon patih baru, tolong eyang tidak pensiun dulu."

"Sendiko gusti."

Nararyya Cakradara adalah putra Bhre Lasem (raja Lasem) Prabu Cakreswara. Prabu Cakreswara adalah putra bungsu Prabu Bathara Sminingrat. Dengan demikian Cakradara sebenarnya adalah paman dari Dyah Gitarja karena Prabu Wijaya dan Cakradara bersepupu. Namun karena ia masih berusia muda, Cakradara meminta Dyah Gitarja tidak memanggil paman kepadanya, tetapi kakang (kakak). Lasem termasuk wilayah kekuasaan Kahuripan. Karena itu ia mengabdi pada Bhre Kahuripan dan sering datang kesana untuk urusan kerajaan.

Sebagaimana seorang ningrat Wilwatikta, Cakradara adalah pemuda yang cakap dan berilmu tinggi, penampilannya gagah, wajahnya tampan rupawan. Ia selalu lembut dalam bertutur sapa, membuat siapapun yang berbicara dengannya mengagumi dan menghormatinya. Pandangannya yang luas dan pemikirannya yang matang yang membuat Patih Pranajaya ingin agar Cakradara bisa menggantikannya sebagai patih Kahuripan. Ia memang kandidat unggul. Walaupun begitu, ia adalah calon pengganti ayahnya sebagai Raja Lasem, karena itu Dyah Gitarja khawatir Cakradara akan menolak pengangkatan itu.

 Walaupun begitu, ia adalah calon pengganti ayahnya sebagai Raja Lasem, karena itu Dyah Gitarja khawatir Cakradara akan menolak pengangkatan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mohon maaf, gusti ratu, gusti Nararyya Cakradara datang.." 

Terdengar suara lembut emban membangunkannya dari lamunannya.

"Oh, eh, suruh dia datang kemari, biyung.."

"Sendiko sinuwun.."

Emban bergegas pergi memanggil sang paman. Tidak berapa lama tampak ia berjalan mendatangi sang ratu. Dyah Gitarja terpesona melihat sang paman yang gagah dan tampan. 

Prahara MajapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang