Bab 19 Mengusir Kudamerta

60 3 0
                                    

Upacara pembakaran jenazah Rakryan Mpu Lembu Sora dihadiri oleh segenap rakyat Majalengka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Upacara pembakaran jenazah Rakryan Mpu Lembu Sora dihadiri oleh segenap rakyat Majalengka. Para resi membacakan doa-doa agar arwah Lembu Sora diterima di alam keabadian. Istri Lembu Sora, Ni Luh Nilawati menangis sambil terus memeluki putranya.

Di balkon, Bhre Daha Dyah Wyat terus-menerus mengusap air matanya dengan selendangnya. Ia tak sanggup melihat tubuh sang paman yang dikasihinya dibakar oleh panas api yang menyala-nyala. 

Tiba-tiba dirasanya seseorang menggenggam tangannya. Kudamerta yang berdiri di sisinya tersenyum sambil menggenggam tangan gadis itu. Melihat senyum Kudamerta, kepedihan hati sang ratu terobati. Ia membalas senyum pemuda itu dengan senyum manis. Tampak aura cinta mengalir dari pandangan mata keduanya.

Bahasa tubuh keduanya tidak luput dari perhatian sang prabu. Melihat gelora cinta di mata kedua sejoli itu entah kenapa timbul rasa cemburunya. Ia tidak rela adiknya memadu kasih dengan kakak sepupunya itu. Jayanegara yang tadinya ragu-ragu untuk memerintahkan Kudamerta ke Bali tiba-tiba ia ingin mengusir sang sepupu pergi dari tanah Jawa. Kalau bisa untuk selama-lamanya. Ia teringat pada saran sang ibu.

Usai upacara pembakaran jenazah ia memanggil Kudamerta ke balairung. Dyah Wyat datang menemani Kudamerta.

"Aku hanya memanggil kakang Kudamerta kenapa kau ikut datang juga ?" tanyanya gusar pada adiknya. Gadis itu terkesiap.

"Aku.. Aku .. Aku hanya ingin menemani kakang Kudamerta kemari.." Katanya tergagap.

"Maafkan kesalahanku, dimas. Tadi aku yang mengajak yayi ratu datang." Kata Kudamerta cepat. 

"Tidak.. Tidak.. Tadi aku saja yang ingin menemaninya, kakang. Maafkan aku.." kata Dyah Wyat sambil mencubit Kudamerta.

Melihat adiknya mencubit Kudamerta, rasa cemburu Jayanegara makin menjadi.

"Kakang Kudamerta, aku memerintahkanmu untuk menggantikan tugas paman Kebo Anabrang menjadi pemimpin ekspedisi. Kau kuperintahkan memimpin ekspedisi ke Bali bersama Mahisa Taruna." Katanya dingin.

Dyah Wyat terkejut mendengar perintah kakaknya. 

"Kenapa kaka prabu menyuruh kakang Kudamerta ? Kenapa tidak memerintahkan kakang Mpu Nala ? Bukankah beliau salah satu Laksamana Angkatan Laut Majalengka yang handal ? Kakang Kudamerta tidak punya pengalaman di lautan."

"Kenapa tidak ? Sebagai ksatria Wilwatikta semua harus mampu menguasai ilmu apapun. Apalagi kakang Kudamerta adalah keturunan kanjeng eyang Ken Angrok. Dia harus bisa menghadapi medan apapun."

"Tapi .. Tapi.. " 

Dyah Wyat tidak bisa memprotes perintah sang kakak. Memang benar, sebagai keturunan Ken Angrok, semua ningrat Majalengka dituntut untuk bisa segala hal dalam hal apapun, termasuk keahlian perang di laut.

Melihat pertengkaran kedua kakak adik itu, Kudamerta merasa tidak enak hati. Ia mengakui kata-kata Jayanegara adalah benar. Sebagai bagian dari keluarga wangsa Rajasa (keluarga keturunan Ken Angrok) ia harus bisa menguasai segala hal di segala medan.

Prahara MajapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang