Bab 3 Pengangkatan

142 11 3
                                    

Lewat tengah hari Wijaya tidak kunjung sadar. Ra Tanca memerintahkan emban untuk memberi makan air gula kepada Wijaya agar tubuhnya tidak lemas. Para emban menyuapi gustinya perlahan-lahan agar Wijaya tidak tersedak.

Malam tiba. Para emban terus berjaga di depan kamar gustinya. Para prajuritpun bersiaga di seluruh penjuru istana terutama di kamar Wijaya. Atas perintah Dara Petak tidak ada seorang pun yang diperkenankan masuk ke kamar sang prabu kecuali emban yang bertugas.

Malam semakin larut. Cahaya bulan terlihat terang menerangi bumi. Suara burung malam terdengar. Tiba-tiba para emban dan prajurit yang berjaga merasa ngantuk. Tak berapa lama satu demi satu tertidur.

Dalam temaram lampu minyak terlihat dua orang sosok tubuh berjalan mendatangi kamar Wijaya. Mereka adalah Gayatri dan Mahadewi. 

"Terimakasih, yayi. Kalau kau tidak membuat mereka tidur aku tidak bisa datang ke kamar kangmas Wijaya."

"Tentu kangmbok. Jangan sungkan. Kangmas Wijaya juga adalah suamiku. Kita berkewajiban mengurusi dan memperhatikannya."

"Untung kau menyukai olah kanuragan. Ilmu sirepmu ampuh sekali. Lihat, mereka semua tertidur."

"Yayi Dara Petak benar-benar sudah keterlaluan. Ia ingin mendominasi disini. Ia bahkan berani-beraninya melarang kita datang ke kamar kangmas prabu."

"Iya.. Sudahlah.. Ayo kita masuk."

Mahadewi membuka pintu kamar. Tampak olehnya Prabu Wijaya sedang tidur. Wajahnya terlihat damai. Selimut terlihat tersingkap dari tubuhnya. Mahadewi segera membetulkan selimutnya. Gayatri mengelus wajah sang suami. Airmata meleleh di pipinya. Mahadewi memegang pundaknya.

"Sstt.. Jangan menangis, yayi. Nanti kangmas bangun." katanya berbisik.

Gayatri mengusap air matanya.

"Aku tidak bisa melihatnya seperti ini, kangmbok." katanya sambil terisak-isak.

Mahadewi memandangnya pilu. Ia memeluk adiknya. Mereka berpelukan cukup lama. Setelah berpelukan, Gayatri melepas pelukannya. Ia duduk di sebelah suaminya. Ingin rasanya ia tidur bersama sang suami, menjaganya, mengurusi kebutuhannya. Tapi itu tidak mungkin. Bisa-bisa ia ribut dengan Dara Petak nanti. Ia tidak ingin ada keributan di istana. Rasanya malu bila rakyat mengetahui istri-istri rajanya bertengkar. Bisa-bisa turun harga dirinya. Dimana kehormatannya di mata rakyat ? Tidak, tidak. Gayatri tidak mungkin melakukan itu. Ia harus mengalah.

Mahadewi beringsut ke meja suaminya. Ia mengambil tusuk rambut berbentuk naga dengan hiasan batu merah lipan yang diberikan suami kepadanya. Tadi pagi ia lupa mengambilnya karena ribut dengan Dara Petak. 

Digenggamnya tusuk rambut itu erat-erat. Sejenak ia termenung. Lalu disematkannya tusuk rambut itu di rambutnya.

Ia berjalan menghampiri meja dan mengambil sendok dari atas meja. Lalu ia berjalan ke arah tempat tidur sang suami. Dikeluarkannya sebuah kotak dari kembennya.

"Apa itu kangmbok ?" tanya Gayatri.

"Ini ginseng 1000 tahun yang kudapat dari tabib Cina." Jawab Mahadewi.

" Jawab Mahadewi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Prahara MajapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang