Bab 2 Pertengkaran

229 14 3
                                    

Matahari mulai meninggi. Kamar sang prabu terdengar hening. Tidak ada tanda-tanda penghuninya sudah bangun. Namun demikian tidak ada seorangpun emban yang berani membangunkan sang prabu karena mereka tahu rajanya sedang sakit.

Wijaya membuka matanya. Didapatinya tangannya menjadi bantal sang istri. Perlahan-lahan ditariknya tangannya. Ia tidak ingin membangunkan Mahadewi. Diciumnya kening istrinya dengan lembut.

Wijaya berjalan perlahan menuju sudut kamar. Di sudut ada baskom besar berisi air putih dan sebuah handuk putih berbahan katun tebal tapi lembut. Ia mencuci wajahnya dan menyekanya dengan handuk itu. Tiba-tiba rasa sakit kembali mendera kepalanya. Ia terhuyung-huyung menahan rasa sakit yang sangat. Wijaya meraih kain korden di dekatnya untuk berpegangan. Tapi kain itu tidak mampu menahan berat tubuhnya. Kain korden robek mengeluarkan suara keras karena runtuhnya untaian batu permata yang menjuntai yang di jahitkan di kain tersebut.

Mendengar suara keras korden runtuh, Mahadewi terbangun. Ia berlari, memeluk tubuh sang suami dan menopangnya agar tidak jatuh. Tubuh Wijaya yang besar dan berat membuat Mahadewi ikut terjatuh. Ia berusaha sekuat tenaga mengangkat tubuh sang suami namun jangankan mengangkat, bergemingpun tidak. Ia berteriak-teriak memanggil emban dan prajurit. 

"Tolooongg !! Siapapun diluar, tolong akuuuu !!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tolooongg !! Siapapun diluar, tolong akuuuu !!"

Mendengar teriakan Mahadewi, para emban dan prajurit yang berada di luar kamar berbondong-bondong masuk ke kamar rajanya. Mereka beramai-ramai menopang tubuh sang prabu dan menidurkannya ke kasurnya.

"Cepaatt panggilkan Ra Tanca ! Cepaattt !!" teriak Mahadewi lagi menyuruh prajurit di dekatnya untuk memanggil sang tabib.

"Sendiko gusti ayu." sembah sang prajurit. Sedetik kemudian ia telah menghilang dibalik tembok kamar.

 "Cepat ambilkan jamu yang diresepkan Ra Tanca, biyung. Cepat !!" perintah Mahadewi kepada emban. 

"Sendiko gusti ayu." sembah emban. Ia lalu berlari ke dapur mempersiapkan jamu yang telah diresepkan Ra Tanca untuk rajanya. 

"Biyung, tolong panggilkan gusti ratu kemari." Perintah Mahadewi lagi.

Emban di dekatnya menyembah dan segera pergi memanggil Ratu Tribhuwaneswari di kamarnya. 

Kepanikan luar biasa terjadi di kamar itu. Mahadewi memijit-mijit kepala sang suami sementara Wijaya terlihat memejamkan matanya sambil memegangi kepalanya. Rasa sakit itu luar biasa. Denyutannya seperti tebasan pedang yang mengiris-iris dagingnya.

Tidak berapa lama Ra Tanca datang. Ia membuka mata sang prabu dan memperhatikan pupilnya. Setelah itu ia mengambil sebuah botol dari tasnya.

"Berikan aku segelas air, cepat." perintahnya pada emban. Emban bergegas ke meja. Diatas meja sang prabu selalu tersedia gelas dan teko air yang terbuat dari gerabah. Ia menuangkan air ke gelas dan menyerahkannya kepada Ra Tanca. Ra Tanca meminumkan pil itu kepada Wijaya. 

Prahara MajapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang