Hari berganti hari. Telah beberapa hari Dyah Wyat berada di istana Majalengka. Sejak keberadaannya, Prabu Jayanegara tidak pernah memanggil siapapun untuk melayaninya di kamar. Perubahan ini mengherankan bagi siapapun, termasuk ibunya, Dara Petak.
Suatu malam ia mendatangi putranya di kamarnya. Tampak sang prabu sedang membaca di kursinya. Melihat kedatangan ibunya ia bersimpuh dan menyembah.
"Anakku, kau sakit ?" Tanyanya sambil memegang pundak putra kesayangannya.
"Tidak ibu. Aku baik-baik saja. Ada apa ibu kemari ?"
"Para emban mengatakan beberapa hari ini kau tidak minta ditemani. Apakah kau tidak apa-apa ?"
Dalam hati Prabu Jayanegara mengeluh. Tidak ada satupun hal yang terlewat dari perhatian ibunya. Ia menjawab perlahan.
"Tidak ibu. Aku sedang tidak ingin saja."
"Begitukah ? Ibu khawatir ada apa-apa denganmu. Kalau kau tidak apa-apa, syukurlah. Hati ibu sekarang terasa lega."
"Aku tidak apa-apa, ibu. Ibu tidak perlu khawatir."
"Ya, baiklah.. Anakku, kenapa Wyat tidak kembali ke Daha ? Bukankah ia harus menjaga Kediri ?"
"Aku yang menyuruhnya, ibu. Aku masih kangen dengannya."
"Oh, begitu.. Anak prabu, ibu ingin bicara hal penting denganmu."
"Apa ibu ?"
"Ibu ingin menguatkan hubungan persahabatan dengan Mongol. Ibu ingin perjanjian damai kita dikuatkan dengan hubungan persaudaraan."
"Dengan Mongol ?"
"Ya. Kau tahu sekarang Kublai Khan telah tiada. Sekarang kekaisaran Mongol telah diperintah oleh cicitnya, Ayurbarwada. Dia adalah seorang kaisar yang baik. Ia sangat mengagumi prinsip-prinsip kemoralan Konfucius. Aku rasa kita bisa menggalang persaudaraan dengan sangat dekat dengannya."
"Masuk akal. Lalu apa rencana ibu ?"
"Aku ingin menikahkan Wyat dengannya."
Betapa terkejutnya sang prabu.
"APPAAA ??!! Menikahkan Wyat dengannya ?" Tanyanya dengan nada suara tinggi.
Mendengar nada suara tinggi putranya, Dara Petak terkejut.
"Kenapa tidak ? Dengan dia menjadi adik iparmu, kerajaan Wilwatikta akan bersaudara dengan kerajaan Cina. Dengan Dharmapala dan Sunda dipegang oleh sepupumu, kita akan merajai dunia.."
"TIDAKK !!" Kata Jayanegara keras. Wajahnya berubah menjadi tegang.
Mendengar penolakan keras putranya, Dara Petak terhenyak. Jantungnya berdebar keras. Untuk pertama kalinya putranya mendebatkan usulnya.
"Kenapa ?"
"Aku tidak akan menikahkannya dengan kaisar Mongol. Bagaimana kalau mereka memperlakukannya dengan kasar ?"
"Dia tidak akan berlaku jahat dengan adikmu. Dia tentu memandangmu dan akan menghormati Wyat. Lagipula Wyat adalah gadis yang rupawan. Mereka tentu akan memujanya."
"Ibu tahu kan, betapa kasar dan brutalnya Mongol itu ? Menyerahkan Wyat kepada Mongol sama dengan menumbalkannya. Tidak ! Aku tidak setuju ! Aku tidak akan menyerahkan adikku kepada bangsa Mongol. Lagipula Wyat masih remaja.. Masih sangat muda.. Usianya baru 15 tahun. Aku tidak bisa, ibu.."
Mendengar kata-kata putranya, Dara Petak terkesiap. Seumur-umur belum pernah Jayanegara menolak perintah ibunya. Ia memandang putranya dengan pandangan menyelidik.
"Ada apa denganmu anakku ? Kenapa kau menentangku ?"
"Aku tidak menentangmu, ibu. Aku hanya tidak rela adikku menikah dengan kaisar Mongol itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prahara Majapahit
Historical FictionIa berdiri dari duduknya. Arum tertegun. Membantu ganti baju ? Melihat baju rajanya saja sudah ribet, apalagi menggantinya ? Harus mulai darimana aku membukanya ? Pikirnya bingung. Melihat gadis itu kebingungan, Jayanegara tersenyum. "Mulai dari sin...