Bab 35 Pemberontakan Maudama dan Wagol

55 2 0
                                    

2 tahun berlalu..

Di luar kota Daha, tampak sekelompok orang sedang berkumpul. 

"Kakang, apakah kau yakin gerakan kita bisa sukses ? Gerakan Ra Kuti saja gagal, kang.."

"Kita tidak bisa berkata gagal kalau kita tidak mencoba. Lagipula yang kita lakukan ini di Daha. Beda dengan Majalengka. Disini cuma ada Ra Tilam. Anak muda itu tidak bisa apa-apa. Kerajaan Kediri ini lemah. Apalagi sinuwun ratu bolak balik saja ke Majalengka."

"Bagaimana keadaan istana ?"

"Gusti ratu sudah kembali, kang."

"Ohya ? Bukankah ia sedang mengawasi jalannya pembangunan istana ?"

"Iya. Dia sedang disini. Kemarin malam tiba disini."

"Dia dan Ra Tilam bukan apa-apa. Kita serang istana malam hari, saat semua tidur. Barisan kita siap bukan ?"

"Siap, kang."

"Kalian kumpulkan racun ular. Campurkan di panah dan pedang kita. Kita habisi mereka semua. Aku tidak suka kita diperintah ratu lemah. Ia ikut saja pada aturan Majalengka. Aturan itu tidak adil. Kita harus merdeka dari Wilwatikta !"

"Aku sepakat, kang."

"Cari ular beracun, cepat ! Malam ini semua harus sudah siap !"

Barisan bubar. Mereka mencari ular di pesawahan yang tersebar di pinggiran Dahanapura.  

Mereka menyusuri sawah-sawah untuk mencari sarang ular. 

"Itu !!" Seru salah seorang dari mereka.

Sarang itu dibuka dengan pacul. Ular-ular weling yang sangat beracun menggeliat dari tidurnya. Dengan menggunakan penjepit kayu, mereka memasukkan ular-ular itu di karung kain. Setelah mengosongkan sarang, mereka kembali ke markas mereka.

Setibanya di markas, dengan berhati-hati mereka menjepit kepala ular itu hingga mereka mengeluarkan taringnya. Taring itu ditempelkan ke gelas yang terbuat dari batok kelapa. Bisa ular mengalir setetes demi setetes ke gelas. Mereka melakukan itu kepada semua ular. Setelah dihabisi bisanya, ular-ular itu dibunuh. Bisa ular yang telah ditampung di gelas-gelas dioleskan ke pedang, keris dan kepala panah.

"Kita bunuh semua pasukan Daha. Jangan sampai ada yang lolos. Karena kalau sampai lolos mereka akan lapor ke Majalengka." Kata Maudama, pemimpin mereka.

"Lalu bagaimana dengan sinuwun ratu ?" 

"Perkosa saja. Lalu bunuh dia. Dia perempuan apa susahnya ?" Berkata Wagol sambil mengepalkan tangannya. Ia dendam karena seluruh keluarganya di hukum mati oleh Prabu Jayanegara saat pemberontakan Kuti. Keluarganya memang ikut dalam pemberontakan Kuti.

Malam datang.

Istana Daha tampak sepi dan tenang. Tidak pernah ada pemberontakan di Kediri. Karena itu keamanan menjadi lengah. 

Barisan pemberontak bergerak mendekati istana. Maudama dan Wagol memimpin mereka. Mereka mengendap-endap di hutan di belakang istana dan berencana menyerang dari pintu belakang.

Maudama memberi signal untuk pasukan pemanah bersiap-siap. 

Syuuuttt !! Syuuuuttt !

Mereka memanahi prajurit yang berjaga di belakang istana. Mereka tewas tanpa bersuara. Setelah penjaga pintu di habisi, mereka masuk via pintu belakang. 

Dengan mengendap-endap mereka memanahi siapapun yang berada di jalan mereka. Setibanya di tengah istana, mereka berpencar. Sebagian masuk ke kaputren, sebagian lagi masuk ke istana utama. Siapapun yang menghalangi ditebasnya.

Prahara MajapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang