Bab 11 Gayatri Menasehati Jayanegara

130 3 1
                                    

Setelah mendapat persetujuan dari rajanya, Rakryan Ranu membuat surat pengumuman tentang keputusan raja terbaru mengenai penjualan tanah kepada expatriate. Ia memerintahkan bawahannya untuk membuat beberapa salinan. Salinan itu lalu dikirimkan ke semua kerajaan bawahan termasuk adipati-adipati bawahan.

 Salinan itu lalu dikirimkan ke semua kerajaan bawahan termasuk adipati-adipati bawahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kurir

Beberapa hari kemudian..

Di Tuban, Ranggalawe sedang memimpin rapat dengan para bawahannya. 

"Gusti, ada kurir dari Majalengka membawa surat." Lapor seorang prajurit.

"Suruh masuk."

"Sendiko gusti."

Tak berapa lama datanglah seorang laki-laki membawa selembar surat.

"Gusti, hamba diperintahkan untuk memberikan surat ini kepada gusti."

Ranggalawe menerima surat itu dan membukanya. Seketika wajahnya merah padam.

"Katakan pada tuanmu aku telah menerimanya. Kembalilah."

"Sendiko gusti."

Setelah utusan itu pergi, Patih Tuban yang bernama Kebo Sura bertanya, "Ada apa gusti, kenapa gusti terlihat seperti marah ?"

"Ra Ranu benar-benar keterlaluan !! Bagaimana mungkin ia membuat surat keputusan seperti ini ? Masakan expatriate diperbolehkan membeli hingga 5000 tumbak ? Walaupun mereka membeli dengan harga 10 x lipat aku tidak setuju !!"

"Tapi gusti, paman Ra Ranu tidak akan bisa membuat keputusan seperti itu tanpa persetujuan gusti Prabu Jayanegara."

"Hmm.. Kau benar.. Anak itu memang masih terlalu muda untuk menjadi raja. Dia belum mampu memimpin kerajaan sebesar ini. Dia tidak mengerti apa-apa."

"Tapi beliau adalah putra satu-satunya mendiang gusti Prabu Wijaya, gusti."

"Hmm... Sayangnya begitu.. Anak muda itu benar-benar butuh pemandu. Seharusnya ibu suri Gayatri tidak meninggalkannya bertapa. Kemana Nambi ? Kenapa ia tidak menasehati dia ?"

"Entahlah, gusti. Gusti benar, seharusnya minimal kakang Nambi bisa memberi pandangan kepadanya. Kakang Nambi seorang yang berpandangan luas."

"Hmmhhh... Ini benar-benar keterlaluan ! Kau tahu, hal ini akan memicu kericuhan dikemudian hari ?? Aku harus bertemu dengan gusti ratu Bhre Kahuripan... Kebo Sura ! Jagalah Tuban. Aku harus pergi ke Kahuripan sekarang juga."

"Sendiko gusti."

Setelah berpamitan kepada kedua istrinya, Ranggalawe memacu kudanya ke kota Kahuripan. 

Tuban adalah bagian dari kerajaan Kahuripan. Kerajaan Kahuripan dulunya bernama kerajaan Jenggala. Kerajaan ini beribukota di kota Kahuripan. Setibanya di Kahuripan, Ranggalawe bergegas turun dari kudanya dan menghadap ratu.

Prahara MajapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang