"Gimana? Udah ngumpulin makalah?" tanya Lala begitu Mentari datang.
"Hm."
"Pak Chandra ada gak?"
"Ada."
Lala menatap Mentari yang berjalan mengambil minuman di lemari pendingin. Ia berkedip dua kali, "Kenapa lagi, Tar? Lo dikerjain Pak Chandra?" tanyanya begitu Mentari mendudukkan tubuhnya di depannya.
Mentari sempat melirik Lala dan kemudian ia menggelengkan kepala, "Enggak kok," ujarnya.
"Lho, enggak pesen makanan, Tar?" Lala menatap Mentari yang hanya meminum minumannya.
"Eh, iya. Astaga, gue lupa. Kan gue lagi laper." Mentari kembali bangkit dari posisinya dan gadis itu pergi memesan makanan. Sementara Lala hanya mengerjap beberapa kali menatap kelakuan sahabatnya itu.
Usai memesan makanan, Mentari lantas kembali ke tempatnya. "Kayaknya otak gue lagi agak error," ujar Mentari seraya menepuk-nepuk kepalanya pelan.
Lala mendadak menghentikan kegiatan makannya dan menatap mangkuknya yang berisi makanan. Ia mendadak teringat saat dirinya melihat Chandra dan juga Alan yang mengobrol. Entah apa yang mereka berdua bicarakan namun mereka terlihat begitu akrab.
"Kenapa, La?" tanya Mentari. Gadis itu menyadari perubahan raut wajah Lala.
"Eh? Emm ... gini, Tar. Pas lo gak berangkat, gue gak sengaja liat Alan sama Pak Chandra ngobrol bareng di koridor. Tapi- entahlah, mungkin cuma perasaan gue aja. Mereka kayak yang akrab gitu, kayak udah lama temenan," ujar Lala.
Mentari berkedip dua kali. Mendengar ucapan Lala, membuatnya kembali teringat kejadian di hari dirinya pergi ke rumah Alan untuk mengantar kue. Dan yah, di sana ada Chandra, entah bagaimana. Ia juga sempat bertanya pada Chandra soal itu namun lelaki itu tak menjawabnya sama sekali.
Haruskah ia bertanya langsung pada Alan?
"Tar?" panggil Lala. Ia melambaikan tangannya di depan wajah Mentari hingga sahabatnya itu tersadar dari lamunannya.
"Kenapa malah ngelamun? Apa lo tahu sesuatu tentang mereka?"
"Eh? Enggak juga sih. Mungkin ... itu cuma perasaan lo aja, La. Atau gak, nanti deh gue coba tanyain sama Alan." Mentari mengambil sendok dan garpu begitu makanannya datang.
"BTW selama lo gak masuk kemarin, Alan ada jenguk lo gak? Dia bilang, rumah kalian deket. Beneran? Karena seinget gue, lo juga pernah bilang dulu kalo Alan itu tetangga lo," ujar Lala dengan salah satu pipi yang penuh hingga tampak menggembung.
"Enggak ada sih, tapi gak tahu juga. Soalnya akhir-akhir ini Galang lumayan deket sama Alan dan mereka sering main bareng di depan rumah. Mungkin aja Galang ngomong yang aneh-aneh sama Alan. Lo tahu kan, kadang mulut adek gue itu bisa lemes banget." Mentari terkikih, lalu menyeruput mi ayam miliknya.
Mendengar itu, tiba-tiba Lala berdeham, "Kayaknya Pak Chandra bakalan ada saingan baru nih," ujarnya.
"Ha?" Salah satu alis Mentari naik. "Maksudnya? Lo jangan mulai ya, La. Dari muka lo, kayaknya gue tahu apa yang lagi lo pikirin." Mentari menggelengkan pelan kepalanya kemudian kembali memakan makanannya.
"Kalo misalnya suatu saat nanti lo dihadapkan sama dua pilihan di antara mereka, lo bakalan pilih siapa, Tar?"
Uhuk!
Mentari langsung tersedak di detik itu juga hingga hidung dan tenggorokannya terasa perih. Gadis itu buru-buru mengambil minumannya dan menenggaknya langsung.
"Pak Chandra baik sih, Tar. Tapi gue rasa Alan juga gak kalah baik. Dia bahkan sampe rela ikut dihukum lari keliling lapangan sama lo. Iya, kan?"
Uhuk!
KAMU SEDANG MEMBACA
Heliophobia ✔
Teen FictionVampir? Kelelawar? Manusia serigala? Bukan! Namanya Mentari Putri. Namun tidak seperti namanya, ia justru takut dengan sinar matahari. Bagaimana bisa? Gadis itu hanya akan keluar saat malam hari, sementara saat siang hari ia akan senantiasa mengurun...