44. Sosok Asli Mentari

96 25 0
                                    

"Dia teman lama saya."

Teman lama, ya.

Entah kenapa Mentari merasa kalau Chandra tidaklah sedang berbohong padanya. Apalagi saat Lala juga berkata kalau kedua lelaki itu sempat mengobrol layaknya kawan lama. Juga ketika Chandra berada di rumah Alan, hal itu bukanlah kebetulan belaka.

"Tapi kenapa mereka kayak yang gak akur, ya?" batin Mentari. Gadis itu terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya ia terkesiap pelan begitu Galang memanggilnya.

"Kakak ngelamunin apa sih?" tanya Galang. Salah satu tangan bocah itu tampak menerima sekantung plastik berisi terang bulan yang baru saja matang.

Oh, iya, Mentari sampai lupa kalau ia sedang membeli kue terang bulan di sekitar komplek rumahnya.

"Ngelamunin pacarnya, ya?" Galang mendadak menyeringai tipis, membuat sang kakak langsung menatapnya tajam dan mengambil alih kresek berisi terang bulan itu.

Alih-alih kapok, Galang justru semakin gencar menggodai kakaknya yang emosian itu. Dengan mulut yang sibuk mengunyah kue cubit langganannya, bocah itu berlari-lari kecil mengimbangi langkah Mentari.

"Pacarnya Kak Mentari siapa sih? Kak Alan, ya? Atau jangan-jangan orang yang tadi sore nganterin Kakak pulang?" tebak Galang.

"Lo bisa diem gak? Lo bahkan belom lulus SD, ngapain nanya-nanya soal pacar? Belajar dulu yang bener!" Mentari sudah bersiap menghadiahi kepala adiknya dengan jitakan namun bocah itu sudah terlebih dulu lari.

Mereka berdua pun tiba di rumah. Namun begitu tiba di halaman, Mentari menoleh saat sebuah mobil melaju menjauhi rumah  Alan.

Apa lelaki itu pergi?

Mentari masih menatap mobil yang baru saja lewat dan mengabaikan Galang yang sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah. Ia mengerutkan dahi, lalu kembali menatap rumah Alan yang memang terlihat sepi.

"Apa mungkin dia periksa ke rumah sakit, ya?" gumam gadis itu. Walaupun hal itu terdengar bagus karena akhirnya Alan mau memeriksakan diri, namun di sisi lain Mentari juga merasa khawatir dengan apa yang akan dokter katakan terkait kondisi Alan. Di mana lelaki itu perlahan mulai kesulitan menjalani aktivitasnya.

Helaan napas terdengar. Mentari memang belum lama mengenal Alan, namun rasanya saat ia mengetahui kondisi Alan, ia juga turut merasa khawatir.

"Emang gak banyak yang tahu kok. Apalagi Alan kan masih terbilang baru di sekolah. Akhir-akhir ini dia udah makin jarang periksa ke dokter soal kondisinya, padahal dokter bilang—"

Apa yang dokter katakan?

Dan jika memang Chandra sudah mengenal Alan jauh lebih lama darinya, bukankah itu artinya lelaki itu juga mengetahui kondisi Alan yang sesungguhnya?

"Apa gue harus tanya dia, ya?" Mentari bergumam. Gadis itu masih bergeming di posisinya, berdiri di halaman rumah dan membiarkan kue terang bulan yang dibelinya tadi semakin dingin padahal sebelumnya gadis itu begitu antusias membelinya.

***

"Saya sudah dengar semuanya dari Chandra."

Kalimat yang dilontarkan Erwin membuat kedua mata milik Alan beralih pada seseorang yang tengah bersandar di dinding dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Sepasang mata monolid itu menatap lurus padanya, seolah berkata— aku sudah melakukan yang benar.

"Saya sudah menyuruh Chandra beberapa kali untuk membujuk kamu datang ke sini. Saya juga menelepon mama kamu tapi sepertinya memang kamu yang enggan untuk datang." Erwin kembali berujar. Lelaki yang berusia hampir setengah abad itu lalu melepaskan kacamata miliknya.

Heliophobia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang