9. Alzheimer

214 50 14
                                    

"Jangan-jangan lo- kakaknya Galang?"

"Kok lo bisa kenal sama Galang?" Mentari balas bertanya.

"Bentar, kalo lo emang kakaknya Galang, berarti ... " Alan menggantungkan kalimatnya.

"Kita tetanggaan?!" ujar Alan dan Mentari berbarengan. Dewi melirik kedua remaja itu lewat spion dan terkikih pelan.

"Jadi lo yang ngisi rumah kosong itu?" tebak Mentari. Ia lantas memijat pelipisnya. Kebetulan yang cukup memalukan, mengingat dia pernah memberikan kesan cukup buruk pada Alan di awal mereka bertemu.

"Iya. Gue sama nyokap pindah ke sana. Dan ... orang aneh yang marahin Galang kemaren itu berarti elo, 'kan?"

"A-aneh? Kok lo ngatain gue aneh?" Mentari memprotes.

"Ya karena lo emang aneh. Gue perhatiin kalo tiap siang lo tuh selalu pake jaket-"

"Kamu tuh gak boleh sembarangan nilai penampilan orang. Mungkin Mentari punya alasan tertentu, jadi dia pakai jaket kalo siang," potong Dewi.

Alan menyerah dan ia pun menurut saja. Lelaki itu menyandarkan punggungnya dan membuang pandangannya ke luar jendela.

"Sekarang gue tahu siapa orang yang dimaksud Galang beberapa hari lalu," ujar Mentari.

Alan menoleh padanya. "Galang bilang apa emang?"

"Katanya dia nolongin orang yang kesasar dan rumahnya itu tepat di sebelah rumah gue. Jadi itu ... elo?" Salah satu alis Mentari naik.

Hening selama beberapa saat sebelum akhirnya Alan berdeham pelan. "Hm. Gue kan masih baru di sana jadi belom hapal jalan," ujarnya.

"Sewaktu-waktu mungkin Alan bisa bikin repot kamu di sekolah, Tar. Alan itu punya alzheimer." Dewi menghidupkan lampu sein dan menatap spion.

"Alzheimer?" Mentari menatap Alan ketika lelaki itu membuang pandangannya ke luar jendela.

"Dia dulu di sekolah lamanya sering kesasar, kadang salah masuk kelas. Jadi Tante harap kamu bisa maklum. Dia kadang lupa jalan pulang dan lupa sama siapa dia pergi, atau lupa pernah papasan sama orang yang dia kenal di tempat umum, makanya Tante gak izinin dia pergi ke sekolah sendiri."

Mentari tertegun. Di usia yang masih begitu muda, Alan menderita alzheimer? Mentari berpikir kalau penyakit seperti itu hanya menyerang para lansia.

"Gangguan kognitif itu udah Alan rasakan begitu dia lulus SMP. Kata dokter, kemungkinan karena mutasi genetik. Dulu mendiang ayahnya juga mengidap alzheimer. Dokter bilang apa yang Alan alami sekarang masih terbilang gejala, makanya Tante sering bawa Alan periksa ke dokter."

Mentari masih menatap Alan yang kini mendadak diam seribu bahasa.

"Nah, udah sampe." Dewi menoleh ke belakang dan menatap Mentari yang masih memandangi putranya.

"Eh, i-iya. Makasih banyak, Tante. Maaf juga malah ngerepotin." Mentari berujar.

"Iya, gak apa-apa. Toh rumah kita kan bersebelahan." Dewi tertawa pelan.

Mentari hanya tersenyum tipis. Ia sempat menatap Alan selama beberapa saat sebelum akhirnya dia segera keluar. Begitu mobil milik Alan melaju, Mentari dengan cepat menaikkan kembali topi jaketnya dan berlari menuju teras rumah.

Heliophobia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang