Alan menolehkan kepalanya begitu tangannya ditepis oleh Lala.
"Sori, Lan. Tapi ini kelasnya Mentari."
Mendadak Alan mengerutkan dahi, lalu menatap ke sekitarnya selama beberapa saat sebelum akhirnya kembali menatap Mentari. "Ma-masa sih? Lo ... gak salah? Bukannya Mentari satu kelas sama gue, ya? Iya kan, Tar?" ujarnya.
Namun Mentari bungkam setelahnya. Di sebelah, Lala yang masih menatap Alan itu menggelengkan kepala seolah menegaskan kalau apa yang baru saja lelaki itu katakan adalah sebuah kekeliruan.
"Ta-tapi ini .... " Alan kemudian menunjukkan salah satu telapak tangannya pada Mentari.
"Tar, ini kan—" Lala yang ikut melihat tangan Alan itu mengerjap pelan. Ia tak melanjutkan kalimatnya dan beralih menatap sahabatnya.
"Nama lo tertulis di sini, jadi gue pikir kalo kita emang sekelas," ujar Alan setelahnya. Walau pelan, tapi itu masih bisa terdengar cukup jelas baik oleh Lala maupun Mentari.
Mentari menahan napasnya sejenak menatap namanya yang kembali tertulis di sana, di bagian paling atas.
"Gue cuma nulis nama temen-temen gue di kelas dan ada nama lo di sini, jadi gue pikir kita sekelas. Eric ngasih tahu kalo lo ada di kelas ini, jadi gue ke sini buat nyuruh lo balik ke kelas sebelum bel."
Kedua tangan Mentari yang berada di atas permukaan meja itu mengepal setelahnya.
"Jadi— salah, ya? Terus kenapa ada nama lo di sini, ya?" Alan mengerjap beberapa kali seraya sesekali tertawa pelan. "Ya ampun, kepala gue kayaknya makin gak beres."
Perlahan, Mentari mengangkat wajahnya dan menatap Alan yang kini tengah memukul-mukul pelan kepalanya dengan tangan.
"Mau ke mana, Tar?" tanya Lala begitu Mentari bangkit dari posisinya.
"Gue nganter Alan balik ke kelas. Kalo ada guru yang masuk, bilang aja gue ke toilet," jawab Mentari. Ia segera mengambil alih tangan Alan dan menarik lelaki itu agar segera pergi dari sana, walau sebenarnya ia tak nyaman dengan tatapan beberapa orang.
Bel berbunyi tepat ketika kedua orang itu berjalan melewati pintu kelas.
"Gue bisa balik ke kelas sendiri kok. Lo gak perlu nganter gue—" Alan memutuskan kalimatnya usai menyadari adanya tekanan pada cengkeraman Mentari.
"Diem." Gadis itu berujar pelan tanpa berniat menolehkan kepalanya sama sekali.
Alan diam saja selama di perjalanan. Bahkan Mentari tampak mengabaikan tatapan beberapa orang ketika mereka menuruni tangga.
"Tar, gimana kalo ada guru ke kelas lo? Gue bisa balik ke kelas gue sendiri. Gue baik-baik aja kok."
Di saat itulah Mentari mengempaskan kuat tangan Alan.
Alan sempat terkejut usai melihat Mentari mengusap matanya dengan punggung tangan. Lelaki itu kemudian menarik pelan bahu Mentari agar menghadapnya.
"Mentari, lo— nangis?" ujar Alan setelahnya.
***
Chandra melangkah melewati beberapa kelas tak lama setelah bel berbunyi. Sesekali ia balas menyapa sapaan beberapa murid yang berpapasan dengannya.
Setelah ujian semester nanti, mungkin ia akan sedikit merindukan suasana saat dirinya mengajar di sekolah.
Langkahnya tiba-tiba saja berhenti begitu hendak menaiki tangga. Ia menatap seseorang yang sedang duduk sendirian di sana. Jaket merah muda yang dikenakan itu cukup bisa menjelaskan identitas pemiliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heliophobia ✔
Teen FictionVampir? Kelelawar? Manusia serigala? Bukan! Namanya Mentari Putri. Namun tidak seperti namanya, ia justru takut dengan sinar matahari. Bagaimana bisa? Gadis itu hanya akan keluar saat malam hari, sementara saat siang hari ia akan senantiasa mengurun...