Alan memegang salah satu permukaan pipinya yang kini terasa panas. Sementara gadis yang berdiri di depannya masih menatapnya nyalang.
"Gue tahu lo pengen ngajak Mentari nemuin Pak Chandra di bandara. Tapi tolong pikirin juga kondisi dia, Lan! Kalo terjadi apa-apa kayak waktu itu gimana?!" Lala mencoba mengatur napas, sementara Mentari mencoba menenangkannya apalagi saat beberapa orang mulai menatap ke arah mereka.
"Sori, La." Alan kemudian menunduk.
"Gue— enggak kenapa-napa kok. Nanti juga kulit gue baikan lagi abis ini. Cuma merah-merah dikit." Mentari mencoba mencairkan suasana di sana, tapi Lala masih memandangi Alan dengan tajam.
"Gue gak akan maafin lo kalo sesuatu terjadi lagi sama Mentari," tegas Lala. Dengan segera ia menarik tangan Mentari agar pergi dari sana.
Mentari sesekali menoleh ke belakang dan menatap Alan yang masih berdiri di koridor.
"La, kayaknya lo terlalu kasar sama Alan. Tadi itu emang gak ada waktu kalau harus nyari taksi apalagi pesan lewat online. Alan juga gak ada pilihan lain," ujar Mentari seraya menahan Lala hingga langkah mereka berhenti.
"Tapi dia terlalu nekat, Tar! Gue gak mau lo kenapa-napa lagi kayak waktu itu!"
"Tapi lo juga gak seharusnya sampai nampar dia, La. Alan juga gak mau ngelakuin itu. Dia juga pengen ketemu Pak Chandra, apalagi mereka itu temen lama. Gue gak kenapa-napa kok. Pak Chandra pernah bilang kalo sesekali gak apa-apa buat—"
"Gue khawatir sama lo, Mentari." Lala menjatuhkan tubuhnya ke sebuah bangku yang berada di dekat mereka. Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Pak Chandra sekarang udah pergi dan di sini gak ada yang bisa jagain lo sebaik dia. Bahkan gue sebagai temen lo aja gak bisa kayak dia."
"Lala .... " Mentari menatap Lala selama beberapa saat sebelum akhirnya ikut mendudukkan tubuhnya di sana dan mengusap bahu sahabatnya.
***
Selesai ujian, kegiatan belajar mengajar sudah tidak begitu aktif. Kegiatan di sekolah diisi dengan class meeting, lalu setelahnya dilanjutkan dengan persiapan perpisahan kelas dua belas dan pembagian rapor sebelum akhirnya benar-benar libur.
Sebagian besar akan memilih liburan bersama keluarga saat liburan tiba. Sebagian lagi pergi bersama teman-teman ke berbagai tempat untuk menikmati waktu luang, dan ada juga yang tak memiliki banyak rencana dan memilih menghabiskan sebagian waktu liburannya di rumah.
Sementara Mentari ada di opsi terakhir, di mana ia tak banyak memiliki rencana setiap kali liburan datang. Gadis itu sesekali pergi ke rumah kerabatnya jika memang dia ingin atau pergi ke beberapa tempat wisata indoor.
Nyatanya, fobia miliknya itu sudah terlalu sering membuatnya kerepotan hingga Mentari tak mau mengambil risiko jika dia nekat pergi ke luar sana dan memilih berdiam diri di rumah.
"Enggak bosen, hm?" Mala menatap Mentari yang tengah berbaring di karpet di depan TV.
Mentari menatap ibunya yang kini duduk di sofa. "Bosen, soalnya enggak ada yang bisa diajak berantem," ujarnya.
Mala tertawa pelan. Sudah dua hari Galang menginap di rumah bibinya dan di saat itulah suasana rumah berubah menjadi lebih sepi dari biasanya. Mentari sendiri menolak ikut karena ia dari dulu memang tak begitu betah berada di rumah bibi dan pamannya, berbeda dengan Galang.
Sementara Alan juga sedang pergi mengunjungi kerabatnya bersama dengan Dewi, membuat Mentari semakin betah di dalam rumah.
"Kalau mau pergi, bilang sama Ibu, nanti Ibu anter."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heliophobia ✔
Teen FictionVampir? Kelelawar? Manusia serigala? Bukan! Namanya Mentari Putri. Namun tidak seperti namanya, ia justru takut dengan sinar matahari. Bagaimana bisa? Gadis itu hanya akan keluar saat malam hari, sementara saat siang hari ia akan senantiasa mengurun...