70. Janji Bunga Matahari (END)

212 30 10
                                    

Semakin hari, bunga matahari yang ditanam di halaman rumah rumah itu tumbuh semakin tinggi, bahkan bakal bunga sudah mulai terlihat. Mentari tersenyum melihatnya, gadis itu kemudian meletakkan selang di tangannya begitu melihat sebuah mobil yang memasuki halaman rumah Alan.

Mendadak antusias, Mentari berlari menghampiri tembok pembatas di samping rumahnya dan menanti lelaki itu keluar dari dalam mobil.

"Alan!" panggilnya dengan senyuman merekah begitu melihat Alan keluar.

Merasa namanya dipanggil, Alan menoleh ke sumber suara dan ia melihat seseorang yang mengenakan jaket merah muda bertelinga kucing. Ia kemudian melambaikan tangannya.

Tak lama setelahnya seorang pria paruh baya keluar dari dalam mobil, membuat fokus Mentari sempat teralih.

"Sore, Mentari," sapa Dewi setelah menyadari keberadaan gadis itu.

"Sore, Tante," balas Mentari. Ia kemudian tersenyum pada pria di sebelah Dewi dan mencoba menyapanya saat pandangan mereka bertemu dan juga karena pria itu terlebih dahulu tersenyum padanya.

"Pacarnya Alan, ya?" goda pria itu pada Alan, hingga kedua remaja tersebut terdiam satu sama lain.

"Temen deketnya," ralat Dewi seraya tertawa pelan. Tak lama kemudian Alan berpamitan dari sana dan pergi menghampiri Mentari.

"Abis nyiram, ya?" tanya Alan begitu menatap semua tanaman di halaman rumah Mentari.

"Hm. Eh, coba deh liat!" Mentari menarik salah satu tangan Alan dan membawa lelaki itu agar bisa ikut melihat bunga matahari miliknya.

"Wah, udah mulai ada bunganya!" ujar Alan. "Punya gue juga sama loh. Kayaknya nanti bakalan mekar barengan." Ia tersenyum lebar.

"Tapi lo jangan sampe lupa nyiram lagi. Soalnya beberapa kali punya lo itu gue yang siram." Mentari mendengkus pelan dengan kedua tangan yang sudah dilipat di depan dada.

Alan tertawa pelan dan mengusap puncak kepala Mentari setelahnya, "Iya, iya, maaf."

"Bokap lo orangnya baik banget, ya. Cara ngomongnya juga lembut." Mentari membuang napas pelan setelahnya. "Syukurlah, gue ikut seneng dengernya," lanjutnya dengan seulas senyuman di bibir. Walau sebenarnya jauh di dalam dirinya, ia merasa sebaliknya.

Pernikahan yang hanya dihadiri oleh pihak keluarga itu berjalan dengan lancar. Pria baik yang beberapa kali ia temui di rumah Alan saat sedang mengerjakan tugas itu memang memiliki tutur kata lembut dan juga berwibawa. Figur yang tepat untuk menjaga Alan dan mamanya.

Namun, bisakah rencana setelah pernikahan itu diganti?

Sejak hari di mana Chandra meneleponnya dan menjelaskan tentang kondisi Alan, Mentari menjadi segan untuk bertanya langsung. Ia tak ingin mengungkit-ungkit masalah itu yang nantinya malah membuat Alan semakin kehilangan semangatnya.

Sudah cukup selama hampir tiga hari Alan berdiam diri di rumah hingga izin untuk tak ke sekolah. Lelaki itu sudah cukup terdiam di saat melihatnya lagi untuk pertama kali, seolah saat itu adalah hari pertamanya pindah rumah ke sana.

Namun Mentari bertindak cepat dan ia segera memberikan berbagai dongeng masa lalu setidaknya untuk memancing ingatan lelaki itu, bahkan menunjukkan bunga matahari yang mereka tanam bersama. Tak lupa juga Mentari mengajak Alan untuk memindahkan bunga matahari yang satunya lagi agar tumbuh bebas di tanah yang lebih luas.

Mengingatkan lelaki itu perihal sebuah kesepakatan konyol yang pernah dibuat. Perlahan, Mentari mulai berhasil walau mungkin belum sepenuhnya.

Ia tak mau kehilangan.

Heliophobia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang