34

258 30 1
                                    

Beberapa minggu kemudian. Alisha menatap pantulan diri lewat cermin. Tubuhnya menyerong ke hadap kiri sehingga perutnya yang membesar sudah tampak jelas. Ia terkikik geli saat mengusapnya, ada nyawa lain di dalam perutnya sekarang.

Kehamilan kedua ini Alisha mencoba lebih menikmatinya. Tidak ada alasan untuk menolak harus mengandung anak Dika, suami sahnya. Banyaknya kata takkan mampu menjabarkan kesempurnaan pria itu. Namun, di sini tantangan untuk Alisha, ia
bersyukur Dika bisa menyayanginya dan anak-anaknya, tetapi Alisha merasa ia jahat sekali belum mampu membahagiakan lelakinya itu.

Tampak luar memang seperti sangat mencintai Dika, tapi dalamnya Alisha masih rapuh dan terpuruk dalam kegelapan. Dika pun tahu hal tersebut, bodohnya, masih saja menerima sang wanita.

"My beautiful morning."

Alisha terperanjat mendengar suara bariton tak jauh darinya. Menoleh ke belakang, menemukan ada Dika yang baru bangun tidur.

"Morning, Papa," ucap Alisha. Pipinya merona malu ketika Dika akan mendekatinya.

Tiba di depan Alisha. Dika membuat istrinya menghadap ke cermin lagi, memeluknya dari belakang. Bukan hanya Alisha yang dipeluk tapi bayinya juga.

Dika mengusap perut istrinya searah. Tak melepaskan pandangannya pada wajah cantik Alisha yang terus tersenyum.

"Kamu lagi hamil malah makin cantik tau Ca," puji Dika.

Tapi Alisha menyikut perutnya.
"Apaan sih? Sama aja perasaan, malah makin bulat."

"Gak lho Sayang beneran aura kamu tuh lebih positif jadi enak dilihat. Makin bohay juga,"bisik suaminya.

"Mas," rengek Alisha kesal.

Dika tergelak. Mengayunkan tubuh mereka ke kiri dan kanan, masih dalam posisi memeluk.

"Ternyata gini Mas rasanya hamil. Aku merasa bahagia banget. Walaupun kerasa capek, aku nikmatin aja," lanjut Alisha.

"Ini kan kehamilan kedua kamu, Ca. Rasanya beda-beda ya anak pertama dan kedua?" tanya Dika. Dia laki-laki, tidak hamil dan melahirkan, tidak tahu bagaimana rasanya jadi ibu hamil. Namun, Dika berjanji selalu jadi suami siaga.

"Pas hamil Ara kan aku belum siap Mas. Alias aku hamil Ara karena kecelakaan. Yang ada dipenuhi rasa takut sama gelisah. Apalagi waktu itu posisi aku lagi kuliah semester akhir, Reyhan mau tes pilot, eh kami malah bikin anak." Alisha sudah lebih berani berbagi cerita pada orang, terkhusus pada Dika yang tidak pernah menutup apapun darinya. Berkat Dika pula Alisha merasa perlahan-lahan sembuh dari traumanya.

"Kalian pacaran berapa lama?" tanya dika.

"Lumayan lamalah dari SMA kelas 2 sampe aku mau tamat kuliah. Reyhan kakak kelas aku. Anak kepala sekolah, kapten club sepakbola, pinter lho dia di sekolah padahal Mas, tapi namanya laki-laki emang kalo udah nemuin objek buat lampiasin nafsunya jadi langsung bego. Ketemu ceweknya yang udah cinta mati, yaudah deh lupa dunia mereka tuh," cerita Alisha mengingat-ingat kembali masa kelamnya. Masih ada kegelisahan yang kerap dirasakan, tapi kini sudah bisa lebih menerima. Bahwa cerita itu pernah terjadi padanya, dijadikan pembelajaran untuk memperbaiki diri jadi lebih baik lagi.

"Aku ngerti sih Ca pacaran pas SMA rasanya lebih menyenangkan," balas Dika. Karena ia pun bersama mantan pacar pertamanya langgeng sampai tiga tahun waktu duduk di sekolah menengah atas. Putus dari Maria, Dika justru belum siap kembali untuk pacaran. "Tapi aku gak kayak gitu, paling jauh skinship-nya sama mantan pertama tuh cuman ciuman pipi doang."

"Mas, kamu cupu banget," ledek Alisha.

"Ya wajarlah masih sekolah masih cupu pacarannya, kalo bobol anak orang mau dikasih makan apa ntar. Terlebih beda keyakinan. Dicoret dari KK apa gak mampus," oceh Dika.

Ideal Papa✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang