Jeff memarkirkan sepeda motornya di sebuah rumah mewah yang dijadikan khusus kost putri.
"Lantai satu, kamar keempat dari depan," monolognya.
Ia pun langsung berdiri di sebuah kamar kostan dan mengetuknya.
Tak lama dibukakan oleh si pemilik.
"Ayo masuk."
Keduanya duduk di lantai yang hanya beralas karpet.
"Dari kapan udah di Jakarta?" tanya Jeff tak ingin membiarkan ada kecanggungan. Meski, sejujurnya, saat ini jantungnya berdegup tak karuan.
"Minggu kemaren, langsung nyari kostan di deket kantor, nemu di sini." Ini Jihan, ia memutuskan merantau kembali karena tuntutan pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan. Atasannya meminta Jihan kembali ke perusahaan.
"Kenapa gak pulang sih, Yang?" tanya Jeff.
"Apa sih lo masih aja Ayang-ayang, kita tuh udah putus, inget dong," ketus Jihan. "Pulang ke mana? Gue mana punya rumah di Jakarta."
"Pulang ke rumah kitalah. Kalo kamunya di Jakarta lagi pasti Papa izinin kita pake rumah itu lagi," jawab Jeff.
Ia mengambil lengan Jihan, menggenggam tangannya erat.
"Balikan ya? Aku udah ngaku aku salah, aku jahat, tapi aku janji aku gakkan gitu lagi. Rere juga udah aku putusin, Yang," ucapnya.
"Iya lo putusin Rere gara-gara udah ketahuan khianati gue, kalo belum ketahuan masih tetep lanjut." Nada bicara Jihan betul-betul sarkas dan tajam.
Jeff merapatkan jarak diantara mereka. Merangkul pinggang wanita tercintanya itu.
"Sana, jangan deket-deket sama gue," pinta Jihan penuh penekanan sembari menepis segala sentuhan dari cowok bernama belakang Wijaya tersebut.
"Maafin akulah Han. Hidup aku hampa banget tanpa kamu. Semuanya ilang sejak aku putus sama aku. Rumah, mobil, ATM, semua ditarik Papa. Ayo Yang balikan," rengek Jeff.
"Lo manfaatin gue?" tanya Jihan.
Jeff menggeleng.
"Inget ya gue tuh buka blokiran di wa cuman buat nanyain kabar lo, mastiin lo gak gila sampe mau bunuh diri gitu. Tujuan gue ke Jakarta bukan buat lo, Jeff." Namun, mau bagaimanapun Jihan mengelak, ia tidak mungkin bisa membohongi Jeff yang sudah sangat mengenalnya. Jeff dengan mudah bisa tahu bahwa ia menjadi salah satu alasan Jihan kembali ke Jakarta.
"Ntar kamu boleh deh nanyain itu ke Edgar langsung, kan dia yang bikin pernyataan aku mau bunuh diri padahal enggak. Aku tinggal bareng Bang Jo, kerja sampingan juga di kafenya," balas Jeff.
Dika pun sudah sempat mengatakan itu cuma akal-akalan Edgar yang mengangkat cerita Jeff sampai bunuh diri. Entah apa yang ada di pikiran Edgar sampai mengarang cerita seperti itu. Setelah Jihan baik tidak pernah melaporkan perihal Edgar yang mencium dan memonitornya pada Jeff, tapi Edgar masih saja berulah untuk memercikkan api kebencian.
"Iya ntar gue ngobrol ke dia kalo gue udah agak tenang dikit. Gue sadar Jeff kalo gue makin nyelesaiin masalah pake marah-marah, bukan malah cepet selesai, yang ada malah makin berantakan. Pasti gak ada pihak yang bisa berpikir jernih dan itu bisa makin memperbesar kebencian. Gue gak mau itu," tutur Jihan.
Jeff menghela nafas.
"Berhenti pake lo gue. Ya?"Tak ada respon. Jihan benar-benar sudah malas mengobrol dengan Jeff. Terutama, Jihan enggan untuk membahas kemungkinan pacaran sama Jeff lagi, ia tidak yakin akan memberi kesempatan kedua untuk cowok itu.
"Lo mau ngobrolin apaan?" tanyanya.
"Han," tegur Jeff pelan.
"Buruan, atau aku usir nih?" omel Jihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ideal Papa✔️ [END]
Romance[SUDAH TAMAT] PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!!! Judul sebelumnya "So, Let's Love!" Di umurnya yang masih muda, Dika sudah dibebankan oleh tanggung jawab besar. Yakni, seorang anak. Sekalipun Ara bukanlah anak kandungnya, tapi Dika sangat menyayanginya...