Kehadiran Alika semakin menambah keramaian di keluarga kecil Dika. Tidak hanya akan melihat tingkah gemas Ara yang semakin tumbuh jadi balita ceria dan aktif, tetapi Alika pun semakin melengkapi kebahagiaan mereka.
"Iya sebentar lagi ya Mama lagi mandiin Kakak tuh. Apa, Adek mau apa, sih?" Dika mengayun-ayunkan tubuh Alika yang berada di dalam gendongannya yang sedang menangis.
Pria itu berjalan seputar kamar anak pertamanya itu. Mencoba menenangkan anak keduanya yang sedang rewel, mengingat Alisha sedang mengurus Ara.
"Nih boneka, suka gak? Haloo Alika main sama aku yuk. Tuh diajakin main tuh Adek." Tidak hanya Alisha yang sudah aktif mengajak ngobrol bayi itu sejak masih di dalam kandungan tapi suaminya juga.
Namun, Alika tetap masih menggeliat di dalam gendongan ayahnya.
"Mama buruan dong kan Adek juga mau dipegang nih. Mana sih si Mama nih?" oceh Dika lagi.
Tak beberapa lama Alisha keluar dari kamar mandi bersama Ara.
"Gantian pake bajunya sama Papa ya?" tanya Alisha pada Ara.
Anak perempuan itu malah menggeleng cepet. "Gak! Mau sama Mama aja. Papa udah gak mau main-main sama Ara lagi."
"Hei gak boleh ngomong gitu nanti kalo Papa denger dia marah lho," bujuk Alisha. Menuntun anak pertamanya mendekati si kepala keluarga yang masih berusaha menenangkan si bayi.
"Siapa sih ini berisik bener? Kenapa nangis Adek? Papanya jelek ya?" Alisha mencium pipi Alika yang masih rewel di gendongan papanya.
Dika berdecak kesal melirik sang istri.
"Neng geulis udah selesai mandi nih Papa. Udah wangi ya," kata Alisha sambil mencubit pelan pipi gembul putri pertamanya.
Dika tersenyum diperuntukkan untuk Ara, putri pertamanya itu.
Alisha tampak mencium pipi Alika yang masih rewel. "Sini Adek sama Mama ya."
Maka sang suami pun mengoper bayinya agar diurus sang istri.
"Oh iya wangi banget." Dika berjongkok di depan Ara, membuka lebar kedua lengannya.
Ia mengusap rambut Ara yang malah berlari bersembunyi di belakang ibunya.
"Kakak kok malah ngejauh sih dari Papa? Sini."
"Itu sama Papa, Kakak. Gakpapa," sahut Alisha.
Ia duduk di ranjang Ara, mengambil botol susu berisi ASI untuk diminumkan pada mulut kecil Alika yang masih merengek meski tangisannya sudah tidak histeris seperti sebelumnya.
"Papa buat Kakak kesel ya?" tanya Dika.
Namun, Ara menenggelamkan wajahnya di dekapan sang ibu yang sedang fokus memberi susu untuk adiknya.
"Udah Pa biarin dulu, gak usah dideketin nanti jadinya nangis. Tolong ambilin baju Ara Pa di lemarinya," pinta Alisha. Baik ia dan Dika selalu membiasakan menuturkan panggilan Mama dan Papa ketika di depan anak-anak agar mereka bisa menirukan.
Dika menghembuskan nafasnya. Menuruti perintah Alisha meski dengan wajah tertekuk, melihat Ara yang semenjak adiknya lahir jadi cenderung jauh darinya sejujurnya Dika bingung menghadapi situasi tersebut. Padahal ia tidak melulu akan memusatkan perhatian pada Alika tapi tetap mencoba erat dengan anak pertamanya itu yang anehnya justru selalu bersembunyi setiap kali Dika coba dekati.
Ia kembali ke hadapan istri dan anak-anaknya, memegang satu set pakaian balita empat tahun itu.
"Pakai baju sama Papa ya?" ujar Dika sembari menarik pelan lengan Ara yang sedang menatap adiknya sedang minum susu. "Sini Kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ideal Papa✔️ [END]
Romantizm[SUDAH TAMAT] PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!!! Judul sebelumnya "So, Let's Love!" Di umurnya yang masih muda, Dika sudah dibebankan oleh tanggung jawab besar. Yakni, seorang anak. Sekalipun Ara bukanlah anak kandungnya, tapi Dika sangat menyayanginya...