ALISHA POV
Tidak perlu pacaran bertahun-tahun lamanya, Dika saja sudah mampu mengambil hatiku sehingga aku sudah sangat yakin ingin menjadi istrinya setelah beberapa bulan terakhir ini kami saling mengenal kepribadian satu sama lain.
Dika boleh lebih muda usianya dariku, tetapi tidak dengan pola pikirnya yang sudah dewasa. Selama kurang lebih enam bulan kami berkenalan maka yang bisa kudapatkan adalah Dika yang baik, sangat penyayang, perhatian, dan terkadang tingkahnya kocak. Aku tidak pernah merasakan lagi rasa sedih yang dulunya seperti sudah menjadi bagian dalam hidupku. Ada saja yang dilakukan Dika untuk membuatku tertawa bahagia.
Maka hari inipun datang. Satu bulan terakhir kami berdua sibuk mempersiapkan pernikahan. Mulai dari mengurus surat nikah ke kantor urusan agama, mencari wedding organizer, sampai fitting gaun pengantin. Semua rangkaiannya telah rampung sebenarnya. Tapi kupikir ini baru mencapai 90% dan tersisa 10% lagi untuk mencapai target 100% itu, yakni kelancaran hari H pernikahan kami.
"Ica, udah siap, Nak?" Baru ingin kujawab tapi terlalu kelu mulutku untuk bersuara sehingga perias pengantin yang menjawab pertanyaan Mama bahwa penampilanku sudah sempurna dan sudah bisa untuk dibawa keluar menemui calon suamiku.
Aku memakai baju pengantin adat Sunda. Mengingat memang asli Bandung, sedangkan Dika ada keturunan Jawa meski dari lahir sudah tinggal di Jakarta. Kadangkala kalau aku ngomong dengan bahasa Sunda pasti Dika akan ternganga tidak mengerti. Lucu ketika membayangkan Dika kebingungan.
Jantungku semakin berdetak tidak karuan saat sampai di auditorium hotel di mana akad dan resepsi pernikahan dilangsungkan. Kami kali ini mengusung tema indoor. Aku sih yang mengusulkan, tiba-tiba saja tidak mau pernikahan kami mirip seperti Tio dan Jelita jika sama-sama outdoor. Ya, tergantung selera masing-masing juga sih.
Ya Allah. Aku terkejut saat Dika tiba-tiba melirik ke arahku.
Aku mengisyaratkan pada Dika seperti bilang : "Udah lihat depan aja, gak usah lihat-lihat aku deh!" Jangan sampai Dika sengaja menatapku cuma untuk bilang aku cantik. Bisa-bisa nanti aku pingsan.
"Ya Allah cantik banget calon istri gue!!" Tuh 'kan! Dika ngeselin!
Acara akad nikah dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an. Aku dan Dika mendengarkannya dengan khusyuk. Sembari terus dalam hati aku berdoa agar senantiasa nanti Dika lancar mengucapkan ijab qobul.
"Sudah bisa kita mulai saudara Dika Fathailah?" tanya Pak penghulu.
Dika mengangguk mantap.
Lalu, tangan Papa terulur menjabat tangan calon suamiku ini.
Aku deg-degan mendengar Papa mengucapkan lafal suci itu yang nanti akan diikuti oleh Dika.
"Saya terima nikah dan kawinnya Alisha Anandra binti Surendra dengan maskawin tersebut dibayar, tunai!"
"Bagaimana para saksi?"
"SAH!!!"
Aku menangis sedangkan Dika menghela nafas lega sembari mengucapkan hamdalah saat semua audience mengucapkan SAH secara tegas. Dika sukses mengucapkan ijab qobul dengan lantang dan dalam satu kali tarikan nafas. Aku dan Dika resmi menjadi pasangan suami-isteri sekarang. Aku tidak bermimpi 'kan?
Terima kasih Dika telah memilihku menjadi istrimu. Dika, pria ini yang menerima masa lalu kelamku tanpa banyak pikir. Berjanji takkan pernah meninggalkanku dalam suka dan duka. Memaafkan kesalahanku di masa lalu terkait aku yang secara tidak langsung sudah membuang bayi yang aku jaga dalam rahimku selama sembilan bulan sepuluh hari, meskipun si brengsek itu yang turun tangan entah menaruh di mana bayi kami. Jijik, aku tidak akan mengingatnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ideal Papa✔️ [END]
Romance[SUDAH TAMAT] PLAGIAT DILARANG MENDEKAT!!! Judul sebelumnya "So, Let's Love!" Di umurnya yang masih muda, Dika sudah dibebankan oleh tanggung jawab besar. Yakni, seorang anak. Sekalipun Ara bukanlah anak kandungnya, tapi Dika sangat menyayanginya...