42

300 27 11
                                    

Dika melepaskan tangan Maria yang sejak tadi bergelayutan dengannya saat mereka sedang fokus melakukan observasi di dalam pabrik.

Ia hanya merasa tak nyaman dengan tatapan para pekerja yang sudah tahu bahwa dirinya pria beristri.

"Maria, tolong jaga batasan, kamu sama saya harus profesional dalam bekerja, kita benar dulu pernah pacaran, tapi untuk hubungan saat ini tak lebih-lebih hanya sekedar rekan bisnis."

Namun, Maria hanya acuh tak acuh.

Wanita yang hari ini memakai dress formal berwarna merah menyala itu berjalan berdampingan dengan Dika yang pandangannya masih lurus ke depan.

"Pak Dika."

Rere datang dari arah belakang. Ia sejak tadi memang mengikuti setiap langkah Dika, masih diberi kesempatan untuk menjadi sekretarisnya.

"Kenapa?" tanya Dika dingin.

Maka Rere menyodorkan iPad yang ada di dekapannya.

"Bapak diundang di pesta pernikahan anak Presdir Lee Sunho," jelasnya.

"Presdir Lee? Aku juga pasti diundang, Dika! Kita dateng bareng ya?" sahut Maria.

Dika ingat bahwa ia pernah bekerja sama dengan satu perusahaan yang dipimpin oleh orang Korea Selatan, anak perempuannya menikah dengan cowok lokal Indonesia. Sudah pasti Dika akan datang pada undangan pernikahan tersebut.

"Kapan itu?" tanya Dika.

"Sabtu ini, Pak," jawab Rere.

"Baik, terima kasih." Lantas sekretarisnya melangkah mundur. Dika melirik Maria. "Tadi kamu bicara apa?"

"Kita dateng bareng ke kondangan itu," jawab Maria kegirangan.

Dika menaikkan alisnya sebelah.
"Datang masing-masing aja, lagipula saya sudah mempunyai istri."

"I-istri?" ulang Maria seperti sangat terkejut.

Dika mengangguk.

"Aku pikir kamu masih setia samaku Dika," lanjut wanita itu.

"Buat apa? Ingat Maria, hubungan saya dan kamu sudah lama sekali berakhir, tentu kamu ingat alasan kita putus. Keyakinan kita berbeda," jelas Dika pelan. Tak merasa menyimpan perasaan apapun lagi untuk Maria yang dulu dicintainya dengan amat sangat, tetapi perubahan penampilan wanita itu justru membuat Dika ingin menjauhinya.

"Dika, aku bisa aja masuk ke dalam agamamu," kata Maria tak melepaskan hasrat untuk kembali merajut kasih dengan mantan pacarnya.

"Saya masih berbaik hati bicara lembut denganmu, tolong jangan melewati batas," titah Dika dingin.

Observasi di pabrik pun selesai. Dika pihak yang pertama izin pamit kembali ke kantornya.

"Dika aku boleh nebeng di mobilmu? Supirku mobilnya tadi mendadak bocor, jadi dia lagi ke bengkel. Aku males nunggunya pasti lama," kata Maria sambil menahan lengan Dika yang hendak masuk ke dalam mobilnya.

"Apalagi sih Mar?! Berhenti ganggu aku. Urusan pekerjaan udah selesai, saya gak mau punya interaksi sama kamu lagi di luar itu," tegas Dika.

Maria ternganga. Hati Dika benar-benar sulit diluluhkan.

"Kamu tega biarin aku di sini sendirian kayak orang bego? Kantorku kan juga searah sama kamu, Dika."

"Kalo kamu wanita cerdas pasti kamu memanfaatkan teknologi. Sekarang udah banyak ojek dan taksi online. Gak usah manja, kamu bukan siapa-siapa saya." Dika masuk ke dalam mobilnya. Melajukan kendaraan roda empat itu dengan kecepatan tinggi. Ia tak menumpangi siapapun, baik Maria atau Rere sekalipun yang sekretarisnya.

Ideal Papa✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang