BAB 1

2.4K 99 0
                                        

~Happy Reading~

Seorang pria berlari di lorong rumah sakit dengan pakaian serba hitam yang melekat di badannya tak lupa luaran berwarna putih, berwibawa dan sangat tegas membuat beberapa anak didiknya merinding ketika harus bertemu pria itu di dalam rumah sakit dan saat mengajar di dalam kelas.

Ya, dia adalah seorang dosen dan juga dokter di rumah sakit itu jangan lupakan juga bahwa pria itu yang memiliki rumah sakit beserta universitas kedokteran tersebut.

Pria yang sering di sapa 'Dr. Seon' itu berlari menuju ruang UGD dimana seseorang yang membuatnya cemas sedang berada disana, membuka satu persatu tirai putih dengan perasaan cemas dan jantung yang seirama dengan perasaannya saat ini.

"Pi" panggilan itu membuat Seon berhenti membuka tirai dan berjalan cepat menuju seorang laki-laki yang menggunakan pakaian serba hitam serta tas berada di punggungnya.

Anak itu menunjuk dengan dagu seorang laki-laki yang umurnya tak jauh darinya, sedang duduk di atas brangka rumah sakit dengan tangan yang di perban dinbagian siku dan telapak tangan kirinya.

Seon menghela nafas dengan kasar ia mengucapkan terima kasih kepada suster yang sudah memberikan perban kepada anak itu. Ia berjalan menghampiri anak tersebut dengan dua tangan yang tenggelam di dalam saku jas putih khas dokter tersebut, "mau di patahin sekalian tangannya?" ia menaikkan satu alisnya.

"hiii, serem banget sih orang ini. Bang bantuin aku" yang di panggil hanya mengangkat kedua bahunya lalu berjalan meninggalkan dua laki-laki tersebut menuju finding machine.

"Papi kan sudah bilang, mau belajar apa-apa itu tunggu abang kalau gak papi. Jangan belajar sendiri J" Seon mengusap muka dengan kedua tangannya, ingin marah tapi tak bisa karena ia sedang berada di rumah sakit.

Laki-laki yang tadi menuju finding machine membawa dua kaleng minuman, satu ia berikan kepada Seon dan satu lagi ia minum sendiri.

"Lah, bang aku gak di kasih?" anak yang di panggil dengan sebutan J itu menoleh ke kanan.

"Nggak" yang di sebut abang hanya menggelengkan kepala setelah meneguk habis minuman kalengnya kemudian melempar masuk kedalam tong sampah yang berhasil membuat Seon menghela nafasnya.

"Bang, kalau buang sampah yang bener dong, kalau itu tadi ada orang lewat gimana" ia memang tidak pernah menyesal sedikit pun mempunyai dua anak laki-laki seperti mereka. Tetapi yang membuat ia selalu menghela nafas dengan gusar adalah tingkah laku anaknya.

"Ayo dek" J hanya menganggukkan kepala ia turun dari brangka kemudian berjalan bersisihan dengan abangnya meninggalkan Seon yang hanya bisa pasrah.

"Juno jaga adiknya, J dengerin apa kata abang" teriakan itu membuat orang yang berada di UGD memandangnya.

Sedangkan kedua anak laki-laki berhenti berjalan berbalik badan kemudian melambaikan tangan dengan senyum, "bye papi, Assalamuallaikum" kemudian mereka benar-benar meningglkan UGD dengan tawa.

"Suka banget bikin bapaknya emosi" seorang pria berdiri di sebelah Seon.

"Pusing gue Don punya anak bandelnya gak main-main. Mana dua-duanya cowok semua lagi, untungnya gue sayang sama mereka" lagi dan lagi Seon menghela nafas berat.

"Ya mau gimana lagi bro, kalau bukan lo siapa lagi yang ngurusin mereka. Kan yang mereka punya cuman lo dan lo cuman punya mereka. Kalau lagi pusing juga mereka kan yang selalu ngehibur lo" Seon menganggukkan kepala setuju dengan apa yang di katakan oleh Dony temanya.

"Lo tumben banget nganggur begini, biasanya udah banyak pasien yang harus di bedah" Dony terkekeh mendengar ucapan Seon.

"Lo pikir karung yang main bedah aja, entaran jam sebelas gue baru mulai masuk ruang oprasi" Seon menganggukkan kepalanya.

"Yaudah gue ke ruangan dulu deh" Dony menepuk pundak Seon bermaksud memberikan semangat kepada temannya itu.

"Ok, semangat bro" Seon hanya mengacungkan ibu jarinya tanpa berbalik badan sedikit pun.

Dony menggelengkan kepalanya, ia tersentak kaget karena suara seseorang di sebelahnya, "emang bener ya dok. Dr. Seon dah punya anak" Dony melihat suster perempuan dengan posisi melipat kedua tanganya di atas counter UGD dengan kedua dagu di atas tangan tersebut.

"Lah, tadi gak liat dua anaknya" Dony menunjuk pintu di depan sana.

"Takutnya cuman halu dok, mana bisa satu rumah ganteng semua gitu" Dony hanya memutar kedua bola matanya.

"Emang turunannya begitu semua wajahnya, yaudah saya mau ke ruang oprasi dulu" Dony menganggukkan kepalanya bersama dengan suster tersebut juga.

# # # #

Suasana siang ini terlalu sejuk untuk ukuran kota Jakarta dengan hujan yang tidak terlalu deras dan juga mendung tidak terlalu gelap. Angin sepoi-sepoi yang membuat suasana menjadi lebih tenang. Seon tersenyum di atas motornya karena suasana hari ini membuat moodnya baik. Meskipun ia seorang duda anak dua tetapi hobi naik motor sejak sekolah menengah atas tidak pernah luntur.

Ia mengendarai motor dengan kecepatan sedang,  "kayaknya ke puncak enak nih" ia terkekeh bisa-bisa nya pikirannya seperti anak muda yang baru punya motor baru.

Sampai di pekarangan rumah ia membuka pagar memasukkan motornya kedalam garasi, melihat mobil fortuner berwarna hitam sudah terparkir di sebelah mobilnya ia tersenyum tetapi senyum itu luntur di gantikan oleh helaan nafas yang entah keberapa kali karena mendengar keributan di dalam rumah.

"Assalamuallaikum papi pulang" ia berjalan melewati dua anak laki-laki yang sedang duduk di sofa dengan masing-masing memegang analog playstation. Meninggalkan J dan Juno yang sedang ribut menuju kamarnya.

Setelah selesai mandi Seon keluar dari kamarnya ia masih melihat kedua anaknya ribut karena bermain playstation ia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Berjalan menuju dapur kemudian berteriak, "mau makan apa wehh?!"

"Udah makan!" teriak anak dua yang masih fokus di layar televisi.

Seon memutar kedua bola matanya, ia membuka kulkas kemudian mengambil satu kaleng soda berjalan menuju ruang tengah bersama duduk disana bersama kedua anaknya.

"Gimana kalau papi nikah lagi" kata-kata itu membuat kedua anaknya berhenti bermain.

J menaruh analog PlayStation di sebelahnya sedangkan Juno sedikit melempar analog tersebut.

"Monggo kalau mau nikah lagi, tapi kasih kita uang seratus juta buat biaya hidup di amerika" Juno tersenyum sarkas alisnya naik turun dan tangannya terlipat di depan dada sedangkan J hanya menganggukkan kepala setuju dengan apa yang di bilang abangnya.

"Kasih alasan kenapa papi gak boleh nikah lagi" kali ini Seon yang melipat kedua tangan di depan dada dan satu kakinya naik bertumpuh ke kaki yang lain.

Mereka berdua menghela nafas, saling pandang kemudian Juno lah yang berbicara, "kita tau kok pi kalau seperti ini gak boleh, tapi papi tau gak sih kita juga gak mau papi kayak dulu lagi sakit hati terus kitanya gak keurus lagi meskipun udah besar tapi kita juga gak mau papi nanti lebih sayang ke istri. Karena kita juga udah nyaman dengan keadaan seperti ini" J menganggukkan kepalanya menyetujui lagi apa yang di katakan abangnya.

Seon tersenyum kearah mereka berdua, sebenarnya keputusan untuk menikah lagi pun tidak ada dalam benaknya. Ia berkata seperti itu karena ingin tahu apa alasan anak-anak nya yang selalu menentang dia ketika meminta izin untuk menikah lagi, dan ternyata mereka sama dengannya sudah nyaman dengan keadaan sekarang yang hanya bertiga dan bahagia.

# # # : : # # #

Maaf banget ya hari ini update nya malem hehehe, semoga bisa menghibur gaes.

Seon Admaja || (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang