BAB 38

332 24 0
                                        

Happy Reading
~
~
~
~

Hari minggu yang sangat buruk, karena pertama mereka bertiga bangun sangat siang sekali yaitu pukul 11 karena semalam J dan Seon begadang untuk melihat Drama korea yang awalnya hanya coba - coba tapi lama - lama keterusan, sedangkan Juno ia kembali pukul 11 malam dan ikut bergabung bersama papi dan adiknya untuk melihat drama.

Kemudian yang kedua mereka kedatangan tamu yang bahkan saat melihat saja sudah membuat mood J dan Juno turun. Yaitu ibu kandung mereka Rania.

Sebenarnya itu bukan suatu hal yang buruk menimpa mereka karena jarang sekali untuk bangun lebih siang, tetapi entah kenapa ada perasaan bersalah ketika bangun sesiang itu.

"Baru selesai mandi?" Rania yang duduk di ruang tengah melihat Seon keluar dari kamar.

"Yap" Seon juga menganggukkan kepala ia menggosok rambut yang masih basah menggunakan handuk.

Hal itu membuat pandangan Rania tidak teralihkan sedikit pun, ia meneliti setiap pergerakan yang Seon lakukan hingga pandangan mata mereka bertemu, tapi kemudian Seon memutus pandangan tersebut.

"Sendiri?" Seon menaikkan satu alisnya.

Rania hanya menganggukkan kepala sebagai jawabannya.

"Kenapa sendiri? Bukannya udah ada pasangan lagi?" Seon yang sudah duduk di sofa panjang menumpuhkan kaki kanan ke kaki kiri.

"Gak jadi, soalnya ibu marah - marah dan ya akhirnya pernikahan pun batal", Rania mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan kedua anak yang ia cari tidak ada di lantai bawah rupanya.

Fyi, kedua orang tua dari Seon udah meninggal sejak J berumur 5 tahun sedangkan Seon adalah anak tunggal.

"Mereka ada di atas" kata Seon tahu apa yang perempuan itu cari.

Rania menganggukkan kepala lagi, ia dengan tersenyum menyodorkan rantang yang bertumpuk tiga itu, "Ini ibu tadi masak, waktu tau aku mau kesini langsung di suruh bawa".

"Makasih, kenapa kesini? Aku tau selain ingin melihat anak - anak ada tujuan lain kamu kesini bukan".

Entah kenapa Rania membetulkan apa yang di katakan oleh Seon dengan menganggukkan kepalanya. Perempuan itu meng hela nafasnya kemudian mengeluarkan sebuah Amplop coklat dari dalam tasnya menaruh amplop di atas meja.

"Apa ini?" Seon menautkan kedua alisnya. Saat ia akan mengambil dan membuka amplop tersebut Rania menahannya.

"Jangan di buka sebelum aku selesai bicara" Seon kembali menyandarkan dirinya di sandaran sofa.

"Aku datang kemari untuk menceritakan satu rahasia yang bahkan belum aku ceritakan selama ini ke kamu alasan sebenarnya dari perceraian ini" Rania terdiam sesaat ia menarik nafasnya sejenak kemudian mulai menceritakan.

# # # #

Pukul 2 siang setelah akhirnya Rania berpamitan untuk pulang, Seon masuk kedalam ruangan kerjanya ia memandang amplop coklat yang ada di atas meja kerja itu dengan raut wajah yang membuatnya bingung sekaligus harus ia ambil keputusan secepatnya.

Seon pada akhirnya menghubungi Dony melalui ipad miliknya. Menunggu hingga dering ketiga baru lah sambungan terhubung.

".........." (ada apa?)

"Rania tadi kesini" Seon me-loudspeaker sambungan itu ia yang duduk di sofa menatap langit - langit ruangan tersebut, sengaja juga ia mematikan lampu dan hanya sinar matahari melalui jendela saja yang menerangi ruangan tersebut meskipun tidak banyak.

".........." (hmm, dia udah cerita semua?)

"Lo tau?" Seon menautkan kedua alisnya, pikiran yang tadinya rumit kini bertambah rumpit sekali.

".........." (gak semua tapi dia pernah cerita waktu gue gak sengaja angkat telepon dia di hp lo)

"Menurut lo apa yang harus gue lakuin?".

".........." (lakuin apa yang bisa lo lakuin, lo bukan orang biasa yon, lo dokter hebat pasti lo bisa sembuhin penyakit rania)

"Bukan itu" Seon menggelengkan kepala meskipun Dony tidak bisa melihatnya.

".........." (hubungan lo sama dia?"

"Iya" Seon menganggukkan kepala.

".........." (balik lagi sama dia sebelum semuanya terlambat, karena penyesalan ada di akhir dan, disini lah mungkin lo udah menyesal).

"Gue juga mikirnya gitu".

".........." (yaudah jangan di pikir doang, dilakuin dengan bener)

"Tapi gue masih butuh cerita dan saran langsung dari lo".

".........." (ok kita besok ketemu)

"Ok kalau gitu thanks Don, Assalamuallaikum".

Kemudian sambungan terputus setelah Dony menjawab salam dari Dony, ia memandang ipad dengan layar yang menghitam itu.

"Kenapa baru sekarang sih" Seon menghela nafasnya kasar kemudian merebahkan dirinya di atas sofa.

Saat akan memejamkan matanya teriakan dari lantai dua membuat ia mengurungkan diri untuk memejamkan mata, bangun dari posisinya yang terlentang pria itu berjalan untuk keluar ruangan merasa penat jika ia sendiri di dalam ruangan tersebut dengan pikiran yang ada di dalam otaknya.

Menurutnya yang bisa membuat pikiran - pikirannya mereda sejenak adalah tawa dan suara bising dari kedua anaknya, karena Seon membuat tawa dan teriakan anaknya sebagai peredam pikiran yang sangat banyak.

"Hai papi" J yang turun dari lantai dua langsung memeluk leher Seon dari belakang.

"Ya allah" ia memukul lengan J, "dek lepasin ini leher papi".

"Maaf, maaf" anak itu melepas kemudian mengganti dengan memeluk lengan Seon erat.

"Kenapa sih nempel - nempel" Seon yang sudah duduk di sofa ingin melepas pelukan J dari lengannya tetapi tidak jadi karena pelukan itu bertambah erat.

"Gak papa, cuman jarang aja gitu peluk papi".

"Kamu tadi kenapa teriak?" Seon melihat J dari ujung matanya kemudian kembali meluruskan pandangannya kedepan.

"Oh itu, aku kan lagi jalan terus di begal sama abang di depan pintunya, mau jatuh tapi gak jadi".

Seon menganggukkan kepalanya kemudian melihat Juno yang turun dengan tertawa, "mukamu loh dek bikin ngakak" Juno menunjukkan video di dalam ponselnya.

Yap itu adalah video hasil dari tangkapannya kemarin waktu mereka menonton drama, dimana mendadak J menangis karena di drama tersebut pemeran perempuan akan meninggalkan pemeran prianya.

"Jelek bener" Seon ikut tertawa saat Juno sudah duduk di sebelah kanannya lalu menyodorkan ponsel milik anak itu.

"Iya kan" tak hentinya tertawa hingga mengisi ruangan itu hingga Juno memegang perutnya.

Sedangkan J yang jadi bahan gunjingan memutar kedua bola matanya ia melepas pelukannya kepada Seon kemudian menautkan kedua alisnya melihat Juno tertawa sangat puas seperti itu.

"Abang puas bener pi ketawanya" Seon terkekeh yang mendengar itu dengan menaikkan kedua bahunya.

Sedangkan posisi Juno yang tadinya duduk sekarang sudah menjadi rebahan dengan kepala yang berada di atas paha Seon, tawanya perlahan mereda. Melihat posisi tersebut membuat J ikut merebahkan diri dengan kepala yang juga bertumpuh kepada paha Seon.

"Emm, kenapa dia kesini pi tadi?" Entah, rasanya aneh bagi Seon mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut J itu. Karena sesering apapun Rania datang tetapi anak itu tidak pernah menanyakan tujuan wanita itu kerumah ini.

"Sebenernya mami kalian datang cuman mau liat kalian aja sih" kedua anak itu menganggukkan kepala bersamaan.

"Kenapa dia selalu cari kita ya pi?" lagi pertanyaan yang tak terduga dikeluarkan oleh J. Sedangkan Juno hanya bisa mendengarkan dan menyimak obrolan tersebut.

"Ya namanya juga orang tua, pasti ada kangennya sama anak sendiri meskipun udah di tinggal lama" Seon membelai rambut J dengan sayang.

"Bang ihhh, jangan gerak - gerak rambut kamu nempel sama rambutku".

"Yeeee sewot bener kek perawan" lagi Juno tetawa mendengar apa yang di katakan Seon barusan.

Tak hanya Juno bahkan J sudah terpingkal - pingkal dengan tawa yang bersautan dengan tawa Juno.

Bahkan sesederhana itu Seon bisa menenangkan pikirannya, dengam kedua anaknya yang entah kenapa mendadak sangat manja seperti ini dan juga tawa yang kedua anak itu buat membuatnya tersenyum kembali.

"Oh iya dek, itu si Mong gak ada yang cari?".

"Kayaknya gak ada pi, udah dua hari juga gak ada yang hubungi aku" J melihat kandang kecil yang ada di samping kandang milik Meng, "kasihan banget ya si Mong kandangnya kecil".

"Kalau gak ada yang cari mending beliin kandang lagi aja dek nanti, kamu cari sama abang di toko waktu itu yang sama papi beli kandang buat Meng" J menganggukkan kepala menyetujui apa yang di katakan Seon.

'Kasihan juga nasib si Mong' pikir si J, 'apa orang yang buang dia gitu aja gak kasihan waktu mikirin kucingnya kemana dan akan makan apa' kata J dalam hati. Anak itu menghembuskan dengan pandangan yang masih kearah Mong.

Sedangkan Juno ia sedari tadi menyimak pembicaraan J dan Seon terkait ibunya itu, jika di bilang Juno memang membenci wanita itu sangat bahkan tapi rasa itu sudah hilang entah karena apa dan sejak kapan, Juno akhir - akhir ini merasa bahwa dirinya juga merindukan sosok seorang ibu ingin sekali Rania bisa kembali di samping mereka tetapi itu tidak mungkin karena wanita itu sudah menikah lagi.

Setelah berkutat dengan pikirannya mengenai wanita paruh baya yang notabenya ibunya sendiri, Juno mengalihkannya dengan membuka aplikasi online shop iya membeli beberapa barang yang diperlukan untuk si kucing yaitu Mong.

"Udah aku beliin barusan" kata Juno membuat dua orang yang lain menautkan alisnya, "dari online shop" kemudian mereka J dan Seon mengangguk bersamaan.

# # # #

Seon Admaja || (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang