BAB 39

359 23 2
                                        

~Happy Reading~

Senin pagi, Seon berjalan dari universitas menuju rumah sakit melewati lorong yang terhubung. Beberapa sapaan yang ia dapat membuat dirinya berkali - kali menganggukkan kepala.

Setelah berada di rumah sakit, Seon menuju ruangan sahabatnya yaitu Dony. Bahkan ruangan yang jarang ia kunjungi itu hari ini ia pijaki. Mengetuk 3 kali pintu ruangan tersebut barulah terdengar kata 'masuk' dari ruangan tersebut. Seon membuka pintu dan disana tidak hanya ada Dony melainkan juga Rina.

"Assalamuallaikum" kata Seon yang sudah memasuki ruangan milik Dony. Bisa di bilang cukup rapi dari terakhir kali ia berada di ruangan ini.

"Waalaikumsalam" jawab dua orang yang ada di dalam ruangan itu.

"Mau minum apa Yon?" Dony yang masih berdiri dengan membuat teh menoleh kearah sahabatnya yang baru saja duduk di sofa.

"Boleh, kopi aja" Seon melepas tasnya ia menaruh tas itu di bawah, "gimana ceritanya Don?" ia mengambil ipad dari dalam tas kemudian membuka satu dokumen yang di simpannya tadi malam di dalam ipad itu.

"Sabar bro" Dony membawa kedua cangkir lalu menaruhnya di depan Seon dan Rina. Dony yang sudah duduk di sebelah Rina juga membuka ipad memberikan hasil chat dirinya dengan Rania.

"Bahkan karena chat itu dia hampir ceraiin gue" Dony terkekeh melihat Rina yang hanya memutar kedua bola matanya.

Seon melihat dan membaca sekilas isi chat itu, ia bahkan malas dengan membaca isi tersebut. Tujuannya datang kemari bukan untuk membaca tetapi untuk mendengarkan.

"Males banget gue baca" ia menaruh ipad itu di atas meja.

Dony terkekeh sudah pasti Seon sangat malas untuk membaca chat yang menurutnya tidak penting, meskipun isi dari chat tersebut sangat penting. "Ok, dari mana gue cerita ya enaknya" Dony mengarahkan kedua bola matanya keatas untuk mengingat kejadian waktu itu.

"Oh iya, waktu itu. Waktu gue angkat telepon dari Rania di ponsel lo".

Flashback On. (bab 9)

"Si kampret bisa - bisanya ninggal hp di ruangan" Dony mengambil hp Seon yang terletak di meja kerja temannya itu dan membaca nama di layar tersebut. Tak pikir lama ia mengangkat panggilan itu.

"Ada apa?" belum sempat berkata halo orang di seberang sana, Dony lebih dahulu memotongnya.

"Hai Don apa kabar?" kata orang disana yang langsung bisa mengenali suaranya.

"Ngapain dan urusan lo apa telepon temen gue. Kalau gak ada keperluan jangan Telepon nomer ini ngerti" Dony memutus panggilan tersebut kemudian membawa bersamanya bendah pipih itu.

Saat berjalan menyusul Seon, ponsel yang di genggamannya berdering untuk keberapa kalinya sedikit jengah ia mengangkat telepon tersebut.

"Halo Seon, ini Seon kan. Maaf ya dari tadi hubungi kamu terus, sebenernya ada satu hal yang harus aku katakan yaitu mengenai kenapa kita harus berpisah pada waktu itu" wanita di seberang sana menghembuskan nafasnya lalu melanjutkan apa yang harus ia katakan.

"Sebenarnya aku bukan ingin mengejar karir aku, bahkan setelah bercerai pun aku tetap ada di rumah kedua orang tuaku, aku juga tetap mengelola toko kue yang dulu aku bangun dengan kamu mas, bahkan aku tidak mengambil tawaran agensi itu untuk menjadi artis mereka.

"Yang harus kamu tau adalah sebenarnya aku mengidap penyakit kanker meskipun masih stadium satu dan beberapa hari lalu sudah melakukan operasi, tetapi aku takut bahwa kanker itu akan muncul kembali. Aku meminta cerai karena aku takut mas kamu merasa terbebani dengan diriku yang seperti ini, aku takut jika kamu yang akan meninggalkan aku dengan anak - anak kita nantinya, maka dari itu aku memilih untuk terlebih dahulu meninggalkanmu mas".

Hening, Dony yang mendengar hanya bisa meneteskan air matanya tapi mulutnya juga tidak bisa diam untuk tidak bertanya, "tapi kenapa lo sembunyiin ini dari gue, Rina dan Seon Ran?".

"Hah, ini bukan Seon? Ini siapa?".

Wanita di seberang sana terdengar kaget karena selama ia bercerita yang mendengarkan bukan lah mantan suaminya melainkan teman dari suaminya.

"Kenapa?" pertanyaan yang sama Dony lontarkan.

"Aku gak bisa Don bilang terus terang, karena aku takut kehilangan seseorang yang benar - benar aku sayang. Lebih baik aku yang di benci dari pada aku yang membenci Seon."

"Seon kalau pun dia tau, gak pernah sedikit pun Ran buat ninggalin lo. Lo pasti tau itu".

"Iya aku tau Don, tapi sifat orang bisa berubah kapan pun bukan".

Keduanya terdiam, saling berfikir satu sama lain apa yang harus mereka lakukan. Hingga Rania lebih dulu membuka suara, "jangan kasih tau Seon ya Don".

"Tapi Ran--" perkataan Dony terhenti saat Rania membuka suara.

"Aku bakal ngomong ke Seon sendiri, tapi tunggu waktu yang tepat".

Dony sebenarnya tidak ingin tutup mulut, tetapi ini keputusan Rania dan bukan sepenuhnya juga urusannya, meskipun dia harus ikut campur tetapi tidak sepenuhnya ia harus ikut campur.

Flasback off.

Seon yang baru saja mendengar cerita dari Dony lebih lengkap versinya dari pada yang di ceritakan langsung oleh Rania. Selama ini wanita itu hanya takut jika Seon meninggalkan dirinya.

Seon menyandarkan badannya di sandaran sofa, ia mendongakkan kepala melihat langit - langit ruangan itu berfikir apa yang harus dirinya lakukan. Bahkan mungkun Rania sempat kesusahan dengan dirinya sendiri.

"apa yang akan lo lakuin yon?" pertanyaan itu sama dengan pertanyaan yang sekarang berputar di kepalanya.

"Gue gak ngerti Don, apa gue  balik lagi aja ya sama Rania?" Seon memandang Rina dan Dony bersamaan.

"Atas dasar apa?" Dony menaikkan satu alisnya, "Kasihan?".

Seon hanya terdiam ia juga bingung dengan keputusan tersebut.

"Bahkan disaat seperti ini lo gak bisa kasihan sama Rania" kali ini yang membuka suara bukan lah Dony melainkan Rina, "yang bisa lo lakuin hanya dampingi dia dengan sepenuh hati, berikan dia tempat ternyaman di samping lo, semangati dia dan lindungi dia. bahkan ini bukan berlaku sama lo aja tapi Kedua anak lo juga harus tau biar gak terjadi kesalah pahaman selama ini dan mereja juga bisa menerima Rania lagi".

Bahkan hampir beberapa jam duduk di sofa ruangan milik temannya itu Seon terdiam tidak mengeluarkan kata - kata sedikit pun hanya beberapa waktu lalu saja saat mereka berdebat mengenai apa yang harus ia lakukan, setelah itu selesai sudah ia berbicara.

# # # #

Seon berjalan meninggalkan ruangan Dony menuju ruangannya sendiri. Setelah sampai Seon merebahkan dirinya di atas sofa hingga lupa jika malam sudah tiba sejak dua jam yang lalu. Bahkan ia tidak merasa sejak pagi hanya duduk di ruangan sahabatnya dengan pikiran yang entah kemana.

Pria itu menghela nafasnya ia melihat jam yang ada di pergelangan tangannya, saat itu juga matanya terbelalak.

"Udah gila gue, anak - anak kenapa juga gak telepon" Seon mengambil ponsel dari dalam saku celananya, melihat disana ada 20 panggilan tak terjawab dan 30 pesan dari J dan Juno yang mengatakan 'dirinya dimana?' 'bagaimana kabarnya?' dan juga 'apakah dia mendapat operasi hingga 11 jam lebih lamanya?'.

Seon bangun dari tidurnya hingga tudung hoddie yang ia pakai menutupi kepala pria itu, bahkan sedang galau saja Seon tidak pernah sedikit pun merubah tampilannya, tetap memakai hoddie dan juga sepatu sneakers. Ia berjalan keluar ruangan dengan membawa tas menuju parkiran setelah sampai disana Seon langsung menacapkan gas menuju rumahnya.

Pukul 8.30 malam barulah Seon memasukkan mobil kedalam garasi, ia turun dari mobil berjalan melewati pintu penghubung antara garasi dengan ruang tengah. Saat sudah berada di dalam rumah Seon yang sedang berdiri di depan rak sepatu terdiam sejenak melihat ruang makan disana ada empat orang yang semuanya ia kenal.

Bahkan dengan jelas Seon melihat J menganggukkan kepala saat satu orang di depannya bertanya, Juno juga terkadang tertawa mendengar apa yang di katakan adiknya kepada orang tersebut.

Seon yang mengira ini mimpi ia mencubit lengan dengan kencang, membuat pria itu berteriak keras dan berakhir terbangun dari tidurnya. Ya yang Seon lihat tadi hanya mimpi yang indah.

Ia mendudukan diri di atas sofa ruang kerja Dony menyugar rambutnya kebelakang kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, setelah itu ia melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 3 sore Seon berdiri dari duduknya menutupi kepala dengan topi hoddie yang ia pakai kemudian berjalan keluar ruangan tersebut menuju ruangannya sendiri.

Saat di perjalanan Seon mengecek ponselnya, disana terdapat notif pesan dari J yang beruntun, ia membukanya kemudian membaca satu persatu isi pesan tersebut.

(J CHAT PAPI)

Setelah selesai Seon membaca pesan itu, ia tanpa membalas langsung mematikan ponsel memasukkan lagi kedalam saku celananya. Pria itu menuju parkiran mobil karena akhirnya dia memilih untuk pulang bertemu dengan kedua anaknya dan memberitahukan semua apa yang ia alami selama dua hari ini.

# # # #

Seon Admaja || (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang