8

1.5K 61 12
                                    

AKU DAN RIVALDI

Pertemuan ke 2 dengan Fano tidak seperti kali pertama aku mengajar. Kali ini  kami ditungguin oleh ayahnya Fano yaitu Rivaldi.

Aku merasakan ketidaknyamanan Fano saat menerima pelajaran. Dia gelisah.

"Kenapa No!!! Seperti tidak bisa terima pelajarannya" bisikku.

"Fano gerah ditungguin sama Papi, Om. Seakan gak percaya Fano belajar"

"Kan lebih enak kalau ada yang memperhatikan. Ayah sendiri lagi"

"Enggak bisa aja Om. Ayah kelihatan aja baik"

"Maksud...?"

"Nanti ada saatnya Om bisa mendengar Fano" katanya.

Aku tau, Ayahnya bukan memperhatikan Fano, tapi aku.
Aku mendekati Rivaldi di tempat dia duduk.

"Bang Valdi, mohon maaf nih. Aku perhatikan, abang seperti mengawasi aku bang. Abang suka sama aku"

"Aaa....eemm...enng..gak. Saya hanya memperhatikan anak saya bisa enggaknya menerima pelajaran"

"Kan abang tidak masuk dalam pikiran Fano, kenapa bertanya bisa tidaknya dia menerima. Kalau abang suka sama saya, nanti bisa kita bicara di luar rumah. Abang WA saja tempatnya"

"Bang Ro...kok bisa baca pikiran saya."

"Sejak pertama bertemu, saya suka melihat abang. Tersersah abang suka atau tidak. Tolong tinggalkan kami berdua"

"Iya bang...iya..."
Aku menemui Fano dan tersenyum kepadanya.

"Makasih Om"

"Iyahh. Sekarang lanjut ya."

"Baik Om" katanya.

Aku tau Fano anak pintar. Terbukti dari penyampaian penyampaian aku bisa ditangkap dan dicerna. Mengerjakan soal soal dari buku pelajarannya secara enteng dikerjakan.

"No, kamu harusnya tidak usah less. Kamu itu smart. Pelajaran besok saja sudah bisa kamu kuasai. Ini buktinya, kamu bisa."

"Itu karena Om bisa memberi  jalan yang gampang. Disekolah konsentrasi sering buyar Om"

"Iya sudah hari ini kita cukupkan dulu ya. Itu sudah mencakup 2 bab."

"Baik Om. Makasih sudah ajarin Fano" katanya sambil membereskan bukunya.
Aku tersenyum melihatnya.

Setelah Fano pergi, bang Valdi menemuiku.

"Apa yang ada dipikiran abang sekarang" kataku sambil memasukkan buku buku ke dalan tasku.

"Ro, Saya mau bicara" katanya.

"Sudah berdekatan bicara saja bang. Tidak ada yang dengar. Fano saya lihat sudah pergi"

"Saya yang suruh"

"Sudah bebas" kataku. Kudekati dia dang langsung ku peluk. Dia berusaha menepiskan pelukanku di pinggangnya.

"Kenapa? Enggak suka?" kataku dan kucium bibirnya. Tapi tidak direspon. Kujamah kontolnya."Ini mau dipuasin?" tanyaku.

"Ro..."

Semakin kucium bibirnya dan dia memberi perlawanan. Ciumannya benar benar bikin sensasi.

"Tidak disini. Ajak saya kemana abang mau" kataku melepaskan pelukanku.

"Ro, abang suka kamu"

"Saya juga suka sama abang. Tapi untuk malam ini saya tidak bisa. Masih ada 1 siswa lagi yang akan kuberikan pelajaran"

"Aku ingin dekat sama kamu Ro"

"Dengan senang hati" kataku. Dia menarik tanganku kebalik sebuah lemari dan aku diciumi dengan penuh nafsu.

SEPOTONG CINTA DALAM PRIVAT LESS. ( GAY )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang