32

640 34 2
                                    

Berjalan sedikit dari tempat kostku menuju tempat yang kujanjikan, segera kuhubingi pak Brava.

"Pak udah dimana, saya sudah menuju lokasi"

"Sebentar lagi sampai" katanya.

Kututup telponku dan kulangkahkan kakiku. Aku berjalan dari trotoar menghindari terik matahari.

HP berbunyi.

"Hallo Om...."

"Saya sudah di tempat" katanya.

"Tunggu bentar Om, ini dah mau sampai" kataku menoleh ke jalan raya barang kali pak Brava bisa aku lihat.

Benar saja, mobil Mercynya sudah meluncur.
Berarti mereka berdua yang lebih dulu bertegur sapa.

Kupelankan jalanku sambil memandang ke arah mereka.
Mereka terlibat pembicaraan sambil berdiri di dekat mobilnya Om Rudi.

Ketika aku sampai dekat mereka, wajah Om Rudi seperti cemberut.

"Siang Om" kataku tapi dia melengos.

"Siang pak Brava" kusalami dia.

"Siang Har" sama seperti wajah Om Rudi, pak Brava juga seperti tidak ada gairah.

"Maaf Om, pak, ada apa ini kok cemberut semua" kataku

"Kamu sih Har, orang mau ketemu pake pengumuman"Om Rudi sepertinya marah.

"Loh...kan lebih baik saya berterus terang sama pak Brava. Aku tidak mau ada selisih paham nantinya. Suatu saat kita bertemu tapi tidak saling bertegur sapa kan bubrah. Maaf ini kalau bikin Om sama pak Brava tidak saling enak hati, saya  pergi saja" kataku.

"Hari, terus terang saja ya. Seperti yang kamu bicarakan harus terbuka. Kalau ini akhir hubunganku dengan kalian itu sudah takdir"

"Maksud Om apa bicara begitu" kataku.

"Aku masih mencintai Brava, Hari" Aku sedikit terkejut. Aku memandang ke mereka bergantian.  "Om pikir Aku bisa memiliki kamu sebagai penggantinya. Karena dia juga bukan orang yang setia. Sambas, Mainfred dan ada lagi orang kantornya termasuk Valdi semua di sikat sama mantan bossmu ini. Jadi tepat sekali kamu keluar dari perusahaannya." serasa puas dia menceritkan.

Aku memandang ke wajahnya pak Brava. Dia menunduk.

"Aku sudah duga sebelumnya. Dan aku juga sudah mengatakan itu sama pak Brava. Tentu tidak bukan pengakuan yang saya terima"

"Hari...," Pak Barava.

"Untungnya aku tidak mengatakan apa apa sama pak Brava. Dan aku sekarang tidak sakit hati karenanya. Kecuali aku cinta mati sama pak Brava, bisa gantung diri aku. Jadi kalian orang terhormat dimata orang karena punya uang dan segalanya, dari awal aku sudah menilai, tak lebih dari sampah. Lebih berharga sampah dari kalian. Sampah masih bisa dipilah pilih untuk daur ulang. Kalian, coba masyarskat tau kelakuan kalian, dibikin lebih dari sampah"

"Hari, om minta maaf ke kamu karena om yang ingin memilikimu"

"Gak papa Om. Hari juga minta maaf tidak bisa menerima Om. Dan masalah ini Lebih awal aku tau, lebih baik. Dan Mas Brava. saya juga minta maaf pak, telah hadir di sisimu walaupun hanya sekejab. Kalau selama kita bergaul aku sering bikin bapak marah atau sakit hati, maafkan Hari ya pak. Saya mohon, kalian kembalilah seperti semula. Agar sekitar kalian tidak tau hubungan gelap kalian"

"Hari..dari apa yang diomongkan Rudi, hati masmu ini hanya ke kamu Hari. Aku tau, Rudi tidak bisa menerima bahwa kamu menolak dia tapi menerima aku, dengan segala cara dia lakukan agar kamu mau meninggalkan aku." Pak Brava menangis. Aku segera naik ke mobilnya.

SEPOTONG CINTA DALAM PRIVAT LESS. ( GAY )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang