13

1K 46 3
                                    

"Ro, kita makan yuk. Lapar nih" kata Valdi mendekatiku.

"Udah selesai sama temannya?"

Dia terdiam.

"Nyesel ya ngajak saya kemari. Jadi terganggu" godaku.

"Ngomong apa sih"

"Bang Valdi, walaupun abang Suka sama saya, saya tidak akan melarang kebiasaan kebiasaan abang. Tapi boleh saya minta abang bayar saya seperti mereka" kataku membuat seketika dia berubah. Saya hanya bercanda sebenarnya.

"Saya ini mencintai kamu Ro, bukan mengumbar nafsu. Kita pergi dari sini" ucapnya menarik tanganku.

"Sakiiiit tau. Jangan kenceng megangnya" aku meringis karena tanganku dicekalnya.

"Nyesel abang bawa kamu kesini. Nyesel."

"Justru saya berterima kasih sama abang. Yang tidak pernah saya tau jadi tau. Suatu saat saya bisa kesini, cuci mata sambil nyari uang. Masa setampan saya enggak ada yang naksir" kataku membuat dia semakin emosi.

"Kamu tidak boleh mengenal dunia begini. Jangan pernah"

"Kenapa sih bang jadi emosi gitu"

"Saya mencintaimu Rodotua...Mencintaimu" Dia bergegas membuka mobilnya dan mengambil sesuatu.

"Nih, aku ajak kamu makan, agar ini bisa saya kalungkan dileher kamu" masih marah dia menunjukkan kalung yang dibawanya.
Aku sih anteng aja. Karena aku sudah tau siapa dia sebenarnya.

"Waddohhh pake kalung segala. Buat apa. Ini asli atau palsu" candaku semakin membuatnya marah.

"Ro, bang Valdi mencintaimu. Sejak kenal kamu tidak pernah lagi saya mencari kepuasan. Dengar gak tadi omongan pria tadi. Sudah lama tidak ke sini"

"Terus hubungannya sama saya? Bang Valdi punya dunia sendiri. Gini aja bang, daripada abang emosi karena terjebak sendiri, kita pulang aja. Soal makan, di warteg juga lebih nikmat" kataku dan masuk mobilnya.

Aku menunggunya tapi dia masih bertahan diluar. Aku keluar dari mobil dan mendekatinya.

"Siapapun bang Valdi, saya masih menyimpan cinta di hatiku bang. Udah saya bilang, saya tidak akan ganggu kebiasaan abang. Saya menerima semuanya apapun yang ada di diri abang" kataku. Preeeeettt....gigolo gini siapa yang mau. "Kita pulang bang" pintaku.

Aku takut juga kalau tiba tiba meninggalkan ku. Enggak cukup uang buat ongkos soalnya hehehe.

Dia masih diam aja. Tapi aku punya cara membuat dia tersenyum.

"Ayooo...." kataku mencubit perutnya. Dia hanya sedikit bergeming "Ayo cintaku" kupeluk dia kucium bibirnya. "Cinta" kataku yang akhirnya dia tersenyum.

"Kalung ini tidak akan saya bawa pulang. Takut istriku tau"

"Simpan aja ditempat yang aman"

"Ini buat kamu sayang"

"Gak pantes banget cowo pake kalung gitu. Udah gitu, risi lah"

"Kamu maunya apa"

"Bang Valdi. Saya sudah bisa menikmati hidup sejenis dengan abang. Saya tidak mau apa apa"

"Saya mau kamu pake ini. Mubazir sudah dibeli"

"Enggak bang. Saya minta maaf untuk yang satu ini"

"Baiklah. Akan ku jual lagi"

"Sebaiknya begitu" kataku.

Dengan percakapan percakapan kami tidak terasa bahwa kami sudah tiba di dekat kontrakanku.

"Bang, saya turun di depan aja. Mau beli sesuatu"

"Kenapa gak bilang dari tadi, kita bisa belanja"

"Tidak mau merepotkan bang. Selama masih bisa, saya tidak akan pernah menengadahkan tangan. Itu prinsip yang selalu diterapkan orang tua kami"

"Kapan bisa ketemu"

"Biasanya juga WA. Iya sudah saya turun ya." kucium bibirnya lalu keluar dari mobilnya.

Dengan uang seadanya kubelikan kopi sachet buat bekalku di rumah nanti.

Berjalan menyusuri jalan setapak, Bang Naan berlari menemuiku.

"Kaya kesambet aja lu pake lari lari. Ada apa?" sergahku sambil jalan pelan.

"Anak didik abang udah 3 x nanyain abang"

"Siapa?"

"Yang nitip bingkisan itu bang. Bowo ngakunya"

"Oh kirain ada apa. Biarin aja. Bilang aja gue gak dirumah, lagi ngajar. Nih kopi buat di basecamp" kataku menyodorkan sebagian kopi yang baru kubeli. "Gue mo mandi terus istirshat"

"Iya sudah bang Ro. Terima kasih
kopinya" aku mengangguk.
Akupun masuk ke kontrakanku dan langsung kurebahkan badanku. "Huuffff capek" gumamku.

Baru saja tidur tidur ayam, sudah ada yang ketuk ketuk

"La elaaaa...siapa lagi sih" gerutuku.

"Bang maaf mengganggu. Hanya mengantar bossnya abang"

"Makasih bang" kataku. Aku langsung duduk dilantai teras kontrakanku.

"Biasanya juga mabuk mabukan, kenapa malam malam datangnya pak. Saya mau tidur. Cape seharian"

"Lupa atau pura pura lupa. Tadi kan dah aku bilang mau datang"

"Omongan petinggi petinggi kan biasanya hanya basa basi. Dah selarut gini lagi. To the poin aja pak"

"Aku mau peluk kamu. Mau cium kamu"

"Ok. Akan saya berikan apa yang bapak mau, tapi langsung pulang. Saya sudah gak kuat, ngantuk banget" kataku mempersilahkan dia masuk.

Didalam rumah aku menunggu reaksinya dengan berdiri. Matanya malah mengawasi sekeliling kontrakanku.

"Mau ciuman gak? Biar cepat selesai" kataku.

Pak bossku meraih tanganku dan menarikku ke pelukannya. Bibir ini dilumatnya. Tubuhku dengan erat dipeluknya. Wajahku kutempelkan di dadanya.

"Terima kasih mas Har. Hati ini sudah tenang"

"Terima kasih sudah sudi menemuiku pak"

"Nomor hp mu"
Aku menggeleng."Sudah kukembalikan. Anak anak sudah mau ujian semester. itu hanya biar bisa menghubungi saya"

"Iya sudah sampe besok di kantor."

"Iya sampai besok" kataku. Pak bossku mencium keningku. Dia tersenyum.

Setelah dia pergi, segera kutemui kawan kawan mau bilang siapapun yang datang supaya bilang aku tidak tentu datang atau tidak pulang.

[••••]





SEPOTONG CINTA DALAM PRIVAT LESS. ( GAY )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang