9

1.3K 52 11
                                    

Sudah hampir 1 bulan sejak pertemuan terakhir kami di pantai Marina aku dan pak bossku jarang bertegur sapa. Tapi semangat bekerjaku tetap tidak kendur.

Hingga suatu pagi dia mendatangani aku di ruanganku.
Aku terkejut dibuatnya karen aku pikir dia tidak akan mau lagi menemuiku.

"Selamat pagi pak Boss" sapaku sedikit kagok.

"Pagi" jawabnya.

"HP kenapa tidak pernah aktiv"

"Saya tidak punya pak. HP yang lama tidak saya betulkan karena tidak guna juga menurut saya"

"Orang kantor susah menghubungi kamu"

"Jam kerja sudah terjadwal, setiap hari saya masuk kerja, untuk apa orang kantor menghubungi saya. Dan lagi, waktu di luar jam kerja itu mutlak hak saya"

"Aku yang susah hubungi kamu"

"Bapak sudah tau kontrakan saya, kenapa gak datang mengunjungi saya kalau penting"

"Aku tidak mau tau, ini HP aku kasih ke kamu harus dipergunakan. Ambil" pak Bossku memberikan android unboxing.

"Maaf pak. Hidup saya tidak mau diatur oleh barang mati seperti ini. Saya tau ini alat komunikasi, tapi saya tidak mau diatur orang yang menghubungi saya. Jadi saya minta maaf berikan saja sama orang yang membutuhkan"

"Hari.....kenapa sih kamu tidak mau sedikit membuka hati untuk aku" Pak bossku memelukku dari belakangku.

"Bapak mau tau? Kenapa Saya berlaku begini sama bapak"

"Iya aku ingin tau"

"Ijinkan saya meninggalkan kerjaan saya sehari ini, saya akan bersama bapak. Bawa saya kemana bapak mau, akan saya utarakan semua isi hati saya ke bapak" aku tertunduk.

"Baik. Sekarang kita pergi. Saya tunggu di mobil" katanya dan meninggalkanku di kursiku.

Aku meraih tasku dan meninggalkan ruanganku.

Ketika aku melewati ruang resepsionis ada beberapa orang disana dan menegurku.

"Pak Haryadi mau kemana? Ini jam kantor pak" tegur seorang diantara mereka.

"Apa perdulimu dengan saya. Bukan kah selama ini kalian tidak perduli sama saya. Urus diri sendiri saja" kataku ketus. Mereka terdiam.

Aku melangkah meninggalkan kantor dengan menuruni anak tangga. Tidak pakai lift.

Sambil menuruni anak tangga, aku berfikir, kenapa dia mengusik hidupku lagi, karena aku sudah memiliki Valdi dan Bowo.

Aku mencintai Valdi karena pria itu begitu kharismatik bagi diriku.
Bowo??? walaupun dia masih SMP, aku mencintainya karena aku merasakan bahwa aku pernah mengalaminya dulu.

Pak Bossku? Aku menyukainya karena tidak pernah mengumbar nafsu kepadaku. Tapi itu sudah berlalu. Kenapa sekarang mengusik lagi.

Saat di parkiran, aku berjalan pelan menuju mobilnya, ternyata Sambas juga berada disana.
Kepalang tanggung, dan biar dia tau bahwa aku sudah tidak ada rasa sama dia, kuteruskan langkahku.

"Hai Hari apa kabar kamu" teguran Sambas tidak kujawab.

Aku membuka pintu mobil di tempat penumpang karena Sambas sudah duduk di dekatnya. Tapi aku sudah tidak perduli.

Mobil pribadinya disetir sendiri oleh pak Bossku dan meninggalkan parkiran gedung.
Aku tidak tau akan dibawa kemana. Aku hanya diam aja walaupun mereka mengajak bicara.

MONAS.

Parkir mobilnya yang diluar pagar Monas membuat aku bertanya tanya akan kemana kami.

"Turun Har" perintahnya.
kuturuti dan keluar dari mobil sambil membawa tas ransel ku.

Kuikuti mereka dari belakang, karena mereka berjalan beriringan.

Bangku taman yang dipilih pak bossku. Mereka sudah duduk lebih dulu. Kupandangi wajah wajah yang punya hubungan spesial itu.

"Duduk Har. Sini dekat saya" kata pak bossku.

"Maaf saya tau diri, enggak tau duduk" kataku. Pak bossku tersenyum.

"Bercanda" kata katanya setengah keluar. Pak Sambas nyengir kuda.

Aku pergi ke kios penjual minuman meninggalkan mereka. Pak bossku memanggil manggil.

"Hari...Hari...jangan pergi" katanya sambil berjalan di belakangku.

"Saya hanya mau beli minuman pak. Tidak akan pergi" kataku. Aku duduk dibangku kios kios yang tersedia yang diikuti oleh pak bossku.
Tatapan mata teduh itu sudah hampir kulupakan.

"Eeehm...eeehmm...baik saya akan mulai kenapa pintu hatiku sudah kututup untuk bapak"

"Siap mendengar" katanya.

"Di hari pertama waktu pak boss mengajakku menjadi supir pribadinya bapak, saya bertanya tanya kenapa saya menjadi pilihan. Banyak orang dikantor, tetapi kenapa harus saya. Waktu itu saya merasa GR, mungkin karena saya ganteng dan tampan. Mungkin karena pak boss menyukai aku. Mungkin karena boss seorang gay. Mungkin..mungkin...banyak kata kata mungkin bercokol diotakku. Bahagia sekali saya waktu itu."

Aku berhenti sejenak. Kuteguk minumanku.

"Waktu saya memapah pak boss setiap kali mabok, getaran di hatiku serasa berirama. Karena saya bisa menyentuh tubuh pak boss. Setiap pak boss kepalanya oleng dan kadang menyentuh pipiku, saya bahagia sekali. Boss mungkin tidak akan pernah tau, bahwa aku tidak menyianyiakan mencium pipinya pak boss. Ingin rasanya melakukannya disaat boss sadar kita melakukannya karena saling suka. Tapi saya bertanya, apa mungkin pak boss akan suka dengan pria desa semacam saya.  Itu yang menjadi dilema sama saya"

"Saya kan sudah bilang suka" katanya.

"Suka dalam artian apa pak boss? Saya ingin yang spesifik. Saya ingin diperlakukan seperti yang jatuh cinta. Kata suka itulah pak boss membuat saya ragu untuk menyentuh bahkan ingin memeluk."

"Saya kan sering peluk kamu Har. Tentu kamu tau arti dari pelukanku"

"Pak boss dipeluk serta dicium pak Sambas, apa itu tidak punya arti?" Aku melihat dia tertunduk.

"Dan yang paling menyakitkan, ketika bapak, pak Sambas dan pak.Mainfred mabuk. Ketika saya ingin memasang sabuk ke badan bapak, pak Sambas memarahi saya, katanya Saya tidak boleh menyentuh bapak. Sebelumnya di diskotek, dia menyuruh saya menjauhi bapak. Katanya saya tidak pantas ikut ikut dengan bapak. Dan terakhir, diapartemen saya disuruh pulang jam 2 dinihari. Tapi pak Main menyuruh saya untuk menjagai bapak. Dari kejadian kejadian itulah saya tidak menaruh hati sama bapak. Karena pak Brava adalah milik pak Sambas. Dan yang membuat saya tidak akan memberi peluang sama bapak di Pantai Marina. Sambas menelpon bapak tapi tidak bisa menolak. Itu sebabnya saya juga akan kelur dari perusahaan bapak"

"Apa?? Tidak tidak...kamu tidak boleh keluar. Karena aku, masmu mas Brava akan melamarmu Hari. Saya mencintai kamu Har." Katanya membuat tenggorokanku makin kering walau sudah 1 botol mineral aku teguk. Aku melihat ke arah pak Sambas.

"Aku yang mengundangnya untuk ikut, agar dia tau bahwa hati ini hanya ke kamu Har. Bukan ke dia. Saya sudah putuskan untuk memilih kamu"

"Untuk apa bapak berbahagia tetapi menyakiti hati yang lain"

"Hati ini tidak bisa dipaksa Har. Hati ini yang memilih"

"Maaf pak, sepertinya saya harus mandi biar adem badan saya"

Aku beranjak dari sana meninggalkannya. Aku yakin dia tidak memanggilku karena dia akan malu dengan orang disekitar kios kios. Aku menaiki bajai tanpa kutawar menuju stasiun.

[••••]




SEPOTONG CINTA DALAM PRIVAT LESS. ( GAY )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang