28

713 40 26
                                    

Dalam menjalin hubungan dengan pak bossku, aku masih sering bertanya tanya.
Disaat aku tertidur, dia bangun dan telponan entah dengan siapa.

Kadang dia kagok dan menghentikan teleponnya bila aku bersuara agak kencang.

Padahal sudah hampir se bulan  hubungan kami. Aku masih bisa menahan diri.
Tapi tidak untuk kali ini.

Saat aku tidur dia diam diam keluar dari apartemen. Pukul 22.15wib. Aku pun mengikutinya turun.

Aku bertanya sama orang di lobby kemana arahnya.

"Ke depan mas" jawab nya.

"Makasih ya" sahutku.

Aku mengintip dari kaca dan masih melihat pas dia mau masuk ke mobil. Aku sudah tidak tahan lagi, maka sedikit berlari kutemui mobil yang terparkir.

Tok

Tok

Tok

Kaca mobil diturunkan, dua orang didalam mobil seperti kesetrum melihatku, Om Rudi dan mas Brava.

"Om Rudi....." kataku. Aku berbalik melihat mas Brava.

"Sandiwara. Bajingan juga kau rupanya Brava. Dan kau Om, aku akan buat perhitungan sama kau. Ada apa kau sama Brava. Malam malam bertemu" kataku lalu meninggalkan mereka.

Aku bergegas naik ke apartemen pak bossku. Dadaku naik turun menahan emosiku.

Kututupi wajahku dengan ke dua telapak tanganku. Aku tidak melihat Brava dan Om Rudi sudah didepanku.

"Aku memang manusia bodoh. Tapi tidak sebodoh yang kau kira  Brava" kataku tanpa menyebut 'mas' atau 'bapak'

"Dan kau Om, tidak kukira kau dengan wajah terhormat bisa melakukan ini. Beruntungnya aku, tidak melayani kamu. Karena hati ini sudah milik Brava. 3 kali seminggu itu janji yang kau ucapkan, tapi belum terjadi, kau sudah didatangi langgananmu. Kau pikir aku sudi menerimamu."

"Hari....Aku min..."

"Diam kau Brava. Aku tidak butuh kata katamu. Dan satu hal, aku tidak akan menanyakan sejauh mana hubungan kalian dan kapan itu terjadi, bukan urusanku. Yang pasti, detik ini juga Aku tidak mau melihat wajahmu lagi. Penghianat."

"Hari...Hari....ini tidak seperti yang kau bayangkan. Aku dan Brava tidak ada hubungan apa apa" Om Rudi membela Brava.

Brava bersujud memegang ke dua pahaku.

"Mau ada hubungan atau tidak hanya kalian yang tau. Aku ingin hidupku tenang. Dengan begini, ketenangan itu akan aku dapatkan." kulepaskan ke dua lengan Brava dari pahaku, aku hendak mengambil tasku.

"Hari...hari...jangan pergi. Aku mencintaimu Haryadi" tangis Brava.

"Cinta? Cinta kau bilang...dengan menerima telpon bisik bisik tiap malam itu Cinta? 'Jangan, dia ada bersmaku sekarang' begitu yang kudengar bila tidur bersama kau, kalau aku tidak ada...kau melakaukan apa?. Masih sanggup mengatakan cinta?"

"Haryadi, aku tidak ada hubungan dengan Brava, percaya sama aku" Om Rudi mendekatiku. "Please jangan tinggalkan Brava, Hari"

"Ambil dia untukmu. Aku sudah muak dengan tingkahnya yang diam diam masih menerima pacar pacarnya."

"Tidak Har. Tidak ada itu. Hanya kamu Har..."

"Iya hanya aku yang bisa kau permainkan. Menyesal aku masuk dalam perangkapmu dengan alasan menemui boss boss konsorsium. Mana yang kau bilang, setiap helaan nafas ini, 'setiap detak jantung ini, hanya kau Hari'. Ini...ini yang kau sebut cinta?"

Aku melangkah tapi masih dicegahnya.

"Tidaaak....kau enggak boleh pergi Har....jangan tinggalkan aku Hariii" tangisnya.

SEPOTONG CINTA DALAM PRIVAT LESS. ( GAY )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang