12

1.1K 50 6
                                    

Barista Janji Hati menjadi tempat pertemuan aku dengan Valdi. Suasana tenang. Valdi duduk sendirian di pojok ruangan.

"Heii bang. Maaf menunggu lama" sapaku setelah bertatap wajah.

"Gak papa, sejam, sehari seminggu akan saya lakukan untuk menunggu si tampanku ini"

"Gombal. Dongkol aja masih sok relax"

"Sebentar biar aku pesan kopinya"
Aku mengangguk. Valdi meninggalkanku. Kupandangi punggungnya selama dia berjalan dan memesan kopi untuk ku.

Senyum indahnya menghiasi bibirnya menemuiku setelah memesan kopi.

"Rindu" katanya.

"Baru kemaren udah rindu" balasku.

"Asal kamu tau sayang, tiap helaan nafas ini wajahmu itu selalu teringat"

"Beeuuuhh...dah kaya syair lagu"

"Kamu Cinta gak sih sama abang?"

"Masih meragukan?"

"Mimik wajahmu itu loh, flat"

"Lantai ubin kali"

"Abang cipok juga nih"

"Nih..." kataku memonyongkan bibirku.

"Ngegemesin"

Aku menghirup aroma kopi yang diantar kan pelayan ke meja kami.

"Kamu tau gak bang, abang itu seperti kopi di gelas saya ini. Rasanya ingin menghirup semua bau badan abang. Ingin mencicipi setiap jengkal tubuh abang. Ingin saya lahap" kataku membuat dia tertawa.

"Ada ada aja kamu. Ehh Ro, nanti kita habis dari sini abang bawa kamu ke suatu tempat"

"Asal jangan dimutilasi aja sampai disana"

"iya abang mau mutilasi setiap bagian dari tubuhmu dengan ini...." ujarnya dan menunjukkan lidahnya.

"Hihihi....maulah dimutilasi"

Dia mereguk kopinya tapi matanya masih ke wajahku.

"Ada apa diwajah saya bang"

"Ada cinta dan nafsu" dia meneguk lagi kopinya "Entah pesona apa diwajahmu membuat abang jatuh cinta saat pertama bertemu"

"Berterima kasih sama Fano. Karena dia jadi murid saya kita bisa saling jatuh cinta"

"Betul juga. Ada gak orang tua yang suka sama kamu Ro"

"Semua orang tua mutid saya suka sama saya. Pertanyaan macam apa itu"

"Iyah takut ada yang kaya saya ini. Hancur saya Ro" katanya seperti menyelidik. Dia belum tau siapa Haryadi....hahahahah.

"Tidak ada sejauh ini. Seandainya adapun, bang Valdilah yang di hati"

"Beneran ya sayang. Jangan duakan abang."

Aku hanya terdiam memikirkan mas Brava. Seandainya mas Brava sedikit aja bisa menjauh dari Sambas, kemungkinan akulah yang lebih dulu menyatakan Cinta sama dia.

Entah apa kelebihannya si Sambas dibanding aku, sepertinya mas Brava masih aja nempel.

"Heiii....mikirin apa kamu" tanya Valdi menyentuh tanganku.

"Enggak mikirin apa apa. Cuma..."

"Cuma apa?"

"Berfikir tentang bang Valdi. Punya istri, kaya raya, wajah tampan. Semua abang miliki. Keraguan saya timbul, karena abang bilang 'Jangan Duakan Saya'"

"Emang benar. Abang tidak bisa seandainya kamu bersama orang lain"

"Itu tidak akan terjadi sama saya bang" aku berbohong. "Tapi biasanya orang yang meragukan itu, hanya ucapan kamuflase menutupi jati dirinya" kataku memandang wajahnya.

"Kamu meragukan Cintaku Ro? Kamu masih ragu sama saya?"

"Bang, kita sudah pernah tidur bersama, menikmati mesranya bercinta, itu kan antara dua lelaki. Beda dengan suami istri. Mereka ada ikatan. Ikrar. Lah kita? Kontol ketemu kontol, tidak akan pernah menyatu seperti memek sama kontol. Abang tentu paham maksud saya"

Valdi hanya memainkan gelas kopinya tidak lagi memandang wajahku.

"Artinya kita tidak akan bisa bersatu, begitu sayang?"

"Cinta ku sama abang tulus dari hati. Itu yang aku tau sekarang ini. Lebihnya saya pasrah"

"Abang akan jalani sesuai hati abang. Saat ini seperti katamu, abang jatuh cinta sama kamu. Itu yang abang rasakan. Dan abang akan jaga itu sampai kapan kamu bisa menerimaku.

Setelah minum kopi, aku diajak menaiki mobilnya menuju suatu tempat katanya.

Dalam perjalanan di dalam mobil, tidak lepas lepas dari genggaman tangannya. Jari tangan kami saling mengapit.

Kemesraan. Iya kami mesra.

"Bagaimana kerjaan kamu sayang" dia membuka percakapan. Tanganku kulepaskan dari tangannya.

"Biasa aja bang. Tidak ada yang berubah. Kenapa nanya bang"

"Libur. Kenapa libur di hari kerja"

"Malas aja bang. Gak ada apa apa"

"Gak ada masalah"

"Engggaaaaaaak abaaaaaaang. huuhh, dari tadi nanya kerjaan mulu."

"Segitu sewotnya"

"Saya mau pikiran tenang. Kalau mau ribet gak libur saya. Hanya pingin tenang aja!'

"Sorry sayang. Sorry"

Aku mau lupain mas Brava malah nanya kerjaan. Otomatis keinget kan sama dia. Kupandangi bangunan bangunan di luar sana agar pikiranku tenang.

"Ini kan danau....." kupandangi view danau buatan dan sekitarnya. "Ini tempat rawan Om" kataku membuat dia melirik aku karena kata 'Om'

"Om...Om...saya ini kekasih mu Ro. Mesra dikit napa"

"Hahaahahaa..bercanda Om..hahaha" aku masih dalam tawaku. Perasaan Bowo panggil Om tetep aja bisa main, gak berubah jadi hambar.

Mobilnya diparkirkan. Dan dia membuka pintu mobilnya dan turun. Aku diam di dalam mobil.

"Turun sayang. Kita ngobrol di bangku taman"

"Takut ah....daersah sini banyak penjahatnya"

"Penjahat kelamin sih banyak"

"Dehhhh...yang tau tempat tempat begituan mah beda" kataku cengengesan.

Benar aja, baru beberapa detik, seorang pria mendekati Valdi. Aku langsung menutup kaca mobil. Mereka terlibat perbincangan. Lumayan tampan orangnya.

Pelan pelan kubuka pintu mobil, aku pun keluar. Aku berdiri di belakang memperhatikan mereka. Tangan Valdi beberapa kali kulihat menepiskan sentuhan tangan pria itu.

"Eehmm....mau jalan apa mau stay disini" kataku menghentikan pembicaraan mereka.

"Ayo..."
Kami berjalan menuju bangku taman untuk duduk. Tetapi pria tadi mengikuti kami dengan pelan dan berdiri agak jauh dari kami.

"Nyesel juga ya gak jalan sendiri. Ada yang suka jadi terhalang dah gara gara saya" sindirku.

Valdi diam.

"Sorry. Tapi benar juga ya, wajah tampan, naik turun mobil, pria atau wanita pasti menyukai. Nyesel juga saya gak jadi Orang kaya"

"Ro, disini itu hanya mengumbar nafsu sesaat"katanya.

SEPOTONG CINTA DALAM PRIVAT LESS. ( GAY )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang