et semper est

1.7K 186 17
                                    

et semper est
[ he's always there ]

____________________

Karina terbangun ketika dia merasakan suhu tubuh Gabby semakin panas. Malam ini tidurnya tak terasa nyenyak karena bungsunya itu sakit. Awalnya memang demam hangat biasa, jadi Karina hanya memberikan obat penurun demam yang biasa dia berikan. Bahkan dia juga sudah menempelkan pengompres instant. Tapi tak juga ampuh.

Hingga akhirnya tengah malam tepat pukuk 2 dini hari, dia terbangun karena deru nafas Gabby yang semakin besar dan tubuhnya yang semakin hangat, juga keringat dingin yang memenuhi pelipisnya. "Huhu adek panas banget" keluh Karina.

Disaat saat penting seperti ini Sus Siti dan Pak Amad belum juga pulang dari kampung. Irene pun masih diluar kota dengan Suhoerdja. Tidak mungkin dia pergi bawa mobil sendiri dan membiarkan Gabby sendiri di jok tengah. Tidak mungkin juga dia malah meninggalkan Leon sendiri karena Bi Rani yang ikut dengannya.

Dia harus ditemani seseorang.

Wanita itu segera meraih handphonenya, sibuk menggulirkan layar handphone mencari nama yang mungkin bisa membantunya di dini hari seperti ini.

Jaemin.

Sambungan telpon ditolak. Bahkan di panggilan kelima nya. "Jeno? Jeno? Masa Jeno?" Tanya Karina memandangi terus menerus nama Jeno yang tampil dilayarnya.

Egois lo turunin Rin, gengsinya diturunin ya kata kata Jeno di villa saat itu pun muncul. Membuat Karina tanpa babibu langsung menghubungi nomor pria itu.

Terdengar suara sambungan telpon. Karina menggigit bibirnya seraya mondar mandir disamping ranjang, batinnya terus berharap Jeno belum terlelap dan bisa membantunya kali ini.

Please angkat, Jen. Please, I nee----

"Iya rin? Kenapa belum tidur?" Suara parau itu menembus gendang telinga Karina. Lantas membuat wanita tersebut menghela nafas lega.

"Jen, aku butuh kamu sekarang" ucap Karina.

"Sekarang? Jam segini?"

"Kamu bisa datang ga?"

Terdengar suara grasak grusuk dan suara kunci yang diambil asal. Tak lupa suara pintu apartement yang ditutup serta suara lari Jeno yang menggema di lorong apartement. "Aku otw ya, kamu tunggu disana. Aku ga bakal lama"

Itulah Jeno. Tanpa bertanya lebih jelas, dia akan selalu datang ke Karina dalam keadaan apapun. Bahkan saat Karina hamil dulu, dia selalu berusaha jadi orang pertama yang akan memenuhi semua permintaan aneh Karina. Dia akan selalu berlari ke Karina kapapun Karina membutuhkannya. Dia selalu siap sedia.

Seraya menunggu Jeno, Karina memakaikan Gabby jaket tebal bahkan membersihkan peluh peluh keringat yang mengalir di pelipis gadia tersebut.



Bunyi suara mobil terdengar di depan rumah, tak lama kemudian wujud Jeno terlihat di ambang pintu kamar. Dia dengan celana piyama juga kaus nya yang dilapisi jaket hitam serta rambutnya yang belum tertata rapi. Dibelakang tubuh Jeno, ada Bi Rani yang sepertinya terbangun karena membukakan Jeno pintu.

"Rin, kenapa?" Dengan cepat Jeno berjalan menghampiri Karina lalu menatap Karina yang begitu cemas.

"Adek demam tinggi Jen, aku gak bisa nganter sendiri. Aku takut...." jujur Karina.

Mendengar hal tersebut, tangan Jenk terangkat meraba leher Gabby yang ternyata begitu panas. Bahkan dia menggigil di kondisi kamar yang sudah memadamkan AC nya.

"Antar aku ya?" Harap Karina.

Jeno mengangguk kuat. "Yaudah yuk"

Karina pun beranjak, membawa Gabby di gendongannya. Saat bertemu tatap dengan Bi Rani, Karina meminta agar Bi Rani bisa menyiapkan pakaian Karina dan Gabby lalu menjelaskan keadaan Gabby pada Leon saat pemuda itu terbangun. "Titip kakak ya, Bi" ucap Karina.

faded and brokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang