in conspectu nostrae domus

1.5K 196 38
                                    

in conspectu nostrae domus
[ in front of our home ]

_____________________

Selama rapat dengan head officer yang lain, Jeno sama sekali tak melepaskan pandangannya pada Yoga yang duduk di seberang sana, tepat di depan presenter yang sedang membahas proyek besar salah satu perusahaan kontraktor yang akan mereka urus untuk beberapa periode. Polpen yang ada di tangan sesekali ia goyang goyangkan menandakan dirinya sibuk dengan pikirannya sendiri. Pikiran Jeno bukan penuh dengan semua yang dijelaskan oleh presenter didepan, melainkan mengingat tentang apapun yang Luna ucapkan soal Yoga.

Saat kepala cabang----Pak Ryan----menutup meeting hari itu. Beberapa dari mereka mulai menghamburkan diri keluar dari ruangan meeting. Sebelum Yoga juga melakukan hal yang sama, Jeno segera menahan tangan pria tersebut, membuat yang ditahan menatap bingung dan sedikit terkejut atas apa yang Jeno lakukan. "kenapa?" tanya Yoga.

"ada yang harus kita omongin. Di ruangan gue"

Sebelum mengiyakan, Yoga melirik arloji yang melingkar ditangannya. Ia memastikan apakah ini waktu yang pas atau tidak. "ayolah, ini bahkan sudah lewat jam pulang kantor, we need to talk Yo" sambung Jeno mencoba meyakinkan pria tersebut.

Yoga pun mengangguk pelan lalu mensejajarkan jalannya dengan Jeno menuju dua lantai dibawah, tepat pada tempat ruangan Jeno berada. Terlihat lantai yang dipenuhi oleh karyawan audit dan juga karyawan analysist sudah kosong membuat pendingin ruangan semakin terasa disana. "kan, udah jam pulang" ucap Jeno saat mereka melewati kubikel kubikel yang sudah kosong itu.

"lo mau ngomongin apa sih?" tanya Yoga saat mereka sudah berada di dalam ruangan Jeno.

Jeno berbalik, kedua tangannya berada pada saku celana. Dia mendudukkan dirinya di sudut desk sambil menyeruput kopinya yang tadi dia tinggal. "you told me you are friednds with Luna"

Yoga mengangguk "Am I"

"dan, soal karyawan yang dimutasi ke Singapura itu...."

"gue gak berharap banyak soal itu Jen, seriusan deh. Gue gak ada niatan buat jadi musuh banyak orang demi dapat jabatan itu" jelas Yoga mendudukkan dirinya pada couch sedang yang ada di ruangan Jeno.

"I know, tapi kenapa lo ga bilang kalau sebenarnya lo butuh posisi itu?"

"hah?"

"kenapa gak pernah ngomong juga kalau ibu lo dirumah sakit dan harus di kemo?" tanya Jeno memberanikan dirinya.

"kok----"

"Luna told me" sela Jeno.

Yoga menghembuskan nafas panjangnya, mendengar jawaban Jeno membuat pria itu menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi sambil memijat pelan kepalanya. "yeah, lo pasti bakal tau karena Luna pacar elo"

"dia bukan pacar gue, Yo. She just told me"

"lagipula udahlah, gue gak bakal dapat jabatan itu. Masih ada elo calon terkuat dan orang orang di cabang jawa lainnya"

Jeno menggeleng pelan "what if kalau lo dapat jabatan itu?"

Yoga berdecih dan menoleh pada Jeno "what if ya, gue bakal ajak ibu buat pengobatan di Singapura sana"

Hening, tak ada pembicaraan lagi setelah itu. Jeno mencoba mengumpulkan semua keberaniannya seraya menatap Yoga yang mendongak memejamkan mata. "Yog"

"hm"

"lo kok yang naik ke Singapura"

"alah, boong. Lo kalau mau ngasih semangat, jangan gini"

"seriusan gue"

faded and brokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang