Leon tragoedia

1.5K 189 30
                                    

Leon tragoedia
[ leon's tragedy ]

____________________

Karina berjalan terburu buru keluar dari go-car dan menyusuri koridor sekolah Leon. Raut wajahnya panik, deru nafasnya terburu buru karena langkah lebar yang dia lakukan. Saking panik dan terburu burunya, wanita itu bahkan tak memedulikan uang sisa atau kembalian dari go-car yang tadi dia tumpangi. Bagaimana tidak panik? Beberapa menit yang lalu, Karina dapat kabar kalau Leon mimisan parah di sekolah, bahkan wanita itu kaget saat melihat sisi depan kemeja Leon sudah dipenuhi bercak darah dari hidungnya.

Saat memasuki UKS, seorang perawat yang menjaga disana langsung menunjukkan tempat Leon berada. Wanita itu menyingkap kecil tirai yang menutup bagian ranjang Leon. Matanya bertemu dengan mata Jeno, lalu beralih pada Leon yang tertidur di gendongan pria tersebut. "Jeno?" lirih Karina.

Jeno tersenyum kecil, dia mengangkat satu jari telunjuk lalu menempelnya di depan bibirnya. Dia mengisyaratkan Karina untuk diam. Lantas Karina langsung paham, Leon terlelap begitu nyaman disana.

"kok kamu disini?" tanya Karina mendekati tubuh Jeno.

"tadi miss tuti nelpon aku duluan, jadi mumpung aku lagi di sekitar sini juga meeting nya kan" ucap Jeno.

Karina menghela nafas leganya, dia bersyukur ada Jeno yang datang lebih cepat. Kalau tidak mungkin Leon masih terisak sekarang. Saat memerhatikan wajah lelap Leon dibahu Jeno, mata Karina tak sengaja melihat bercak darah di kemeja kerja Jeno, lantas dia menoleh pada Jeno lalu menunjuk bercak darah tersebut.

"iya, tadi pas aku sampai dia minta digendong sambil suster bantuin berhentiin mimisan dia" jelas Jeno.

"maaf ya Jen"

"loh kenapa minta maaf? Gapapa Rin, aku kan juga ayah dia"

Lagi lagi Karina menghela nafas lega. "kenapa bisa ya? Mana banyak banget lagi darahnya" Karina duduk di tepi ranjang, tepat disamping Jeno. Matanya tertuju pada tempat sampah yang penuh dengan tisu berbercak darah disana.

"tadi kata perawatnya kayaknya kakak iseng nyentuh hidung, taunya dia bikin pembuluh darah di dalam pecah, terus ya berdarah deh" jelas Jeno.

"pembuluh darah pecah? Hah? Beneran?"

Jeno mengangguk pelan, tak ada kepanikan di sorot mata pria tersebut.

"loh kenapa ga bilang? Ayo ke rumah sakit sekarang? aku telpon Jaemin, siapa tau dia lag----" kata kata Karina terpotong dengan Jeno yang menahan tangannya. Pria itu kembali menggeleng pelan dan tersenyum kecil.

"rin, kakak gapapa, udah di obatin kok sama perawatnya"

"tapi Jen, dia cuman perawat. Kakak butuh dokter"

"karina. Kamu panik gini malah memperkeruh suasana. Okay? Kakak udah gak kenapa kenapa. Buktinya sekarang udah bobo, tadi juga udah di kasih obat kok" jelas Jeno setenang mungkin.

"kalau kamu ajak ke dokter, bukan cuman kamu yang panik. Kakak juga pasti panik, terus dia takut. Kamu tau kan kakak gak suka ke rumah sakit" sambung Jeno.

Karina menghela nafas panjangnya, dia kembali memasukkan handphonenya ke dalam tas. Lalu mengusap puncak rambut Leon. Berdoa agar Leon benar benar tidak kenapa kenapa, dia tak bisa membayangkan bagaimana hidupnya kalau Leon dan Gabby sakit. Dia tak tau akan sesedih apa dia kalau anak anaknya lemas karena sakit.

Keduanya hening di balik tirai tersebut, tak ada yang berbicara sampai tirai itu disingkap oleh wali kelas Leon. Wanita dengan rambut coklat yang diikat satu itu menatap Jeno dan Karina bergantian. "ada yang bisa bicara sama saya?"

faded and brokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang