sine te

1.9K 218 29
                                        

Sine te
[ without you ]

________________ 


Jeno menghembuskan nafas panjangnya, dia sedang mencoba menenangkan diri di salah satu apartement yang sering ditinggali keluarga kecilnya----dia, Karina, Leon, dan Gabby----saat berada di kawasan Jakarta Pusat. Apartement yang dulu dia dan Karina tempati sebelum Leon ada dan di masa masa mereka hidup pas pas an karena ingin membangun rumah. Memorinya indah juga ya kalau diingat ingat.

Dering handphone memecahkan ketenangan Jeno, dengan tubuh lemas dan sedikit berantakan itu dia meraih benda pipih biru muda yang tergeletak begitu saja di coffee table. Layar handphone itu menampilkan kontak Irene disana, Jeno tersenyum kecil merasa bahwa Irene masih berada disisinya. Padahal wanita paruh baya nan cantik itu adalah ibu Karina sendiri. Jempolnya dengan segera menggeser ikon hijau untuk menerima panggilan tersebut.

Belum sempat menyapa sama sekali, terdengar isakan seseorang dari seberang sana, isakan serta sesak yang berusaha ditahan. Menyadari siapa pemilik suara itu, tubuh Jeno terpaku seketika. Hatinya teriris menbuat dia tak bisa menggerakan sama sekali.

Itu suara isakan Leon, sulung kesayangannya, satu satunya putra yang dia miliki.

"kakak?" Jeno bersuara. Namun, suaranya malah semakin memperparah tangisan Leon.

Jeno benar benar sakit hati mengetahui fakta itu, dia speechless. Sakit banget ya, kak? Maafin ayah ya batin Jeno.

"ayah....hiks.....ayah....kenapa....hiks....nyerah..." ucapan Leon yang terpotong potong dengan tangisannya terdengar memperperih luka di hati Jeno.

"ayah ga nyerah kakak" pria yang dipanggil ayah oleh Leon itu berkata selembut mungkin. Walau dalam hatinya ada rasa ingin menyerah dengan semua ini.

Tangisan Leon semakin kencang membuat Jeno panik, takut kalau jagoannya sakit karena terus menangis. "kakak dimana? Kakak sendiri disitu? Kok hp oma bisa sama kakak?"

Namun, tak ada jawaban. Leon masih menangis sambil sesekali menarik ingusnya kembali ke hidung. Pasti sulungnya itu berantakan diseberang sana. "kakak? Kakak dengar ayah? Kalau kakak sendiri sekarang, kakak ke oma yaa" pinta Jeno sepelan mungkin.

Dia tidak akan membiarkan Leon menangis sendirian separah itu, Pria tersebut takut kalau Leon melakukan hal hal yang buruk sendiri karena perasaan yang dia rasakan sekarang. Dia masih sekecil itu...

"hiks....ayah....hiks....udah ga.....hiks.....sayang ya....hiks....sama kita?" mendengar pertanyaan Leon yang terbatah batah, Pria itu mencengkram celana kain yang dia gunakan, mendongakkan kepalanya menahan air mata yang mendesak keluar. Dia sakit hati, tapi dia sadar dia pantas mendapatkan ini.

Namun, bukan karena dia pantas mendapatkan ini semua, Leon dan Gabby juga ikut terseret dengan kepantasan apa yang dia alami. Karina, kamu itu beneran ga mikirin anak anak kita ya gumam Jeno.

"ayah ga jawab" tangis Leon mereda, tapi masih ada sesak dari deru nafasnya yang terdengar. Serta suara suara ingus yang ditarik secara perlahan.

"kakak, kakak dengar ayah ya...."

"iya..." suara kecil malaikat sulungnya masuk ke telinga Jeno.

"ayah ga nyerah, ayah sama bunda hanya butuh waktu sebentar. Tugas kakak sama adek rajin ibadah doain ayah sama bunda" pinta Jeno dengan suara selembut mungkin.

"oma juga bilang gitu, ayah masih mau main kan sama kakak dan adik?"

"pasti sayang, ayah pasti masih mampir ke kakak dan adek. Kan baju baju ayah masih disana" ucap Jeno.

faded and brokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang